Universitas Pancasila (UP) mengukuhkan Prof Dr Reda Manthovani sebagai Guru Besar Bidang Hukum Pidana Fakultas Hukum kampus tersebut, di Jakarta Selatan, Kamis.
Prof Dr Reda Manthovani saat ini menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung RI.
Dalam orasi ilmiah pengukuhan yang berjudul "Relasi Literasi Digital dengan Pencegahan Tindak Pidana Hoax dan Tindak Pidana Ujaran Kebencian di Tahun Politik 2024", Prof Reda Manthovani menjelaskan faktor-faktor yang melatarbelakangi kejahatan hoaks dan ujaran kebencian di tahun politik 2024, antara lain faktor internal akibat rendahnya literasi digital dan faktor eksternal akibat faktor ekonomi dan lingkungan.
Ia mengatakan upaya penindakan melalui pidana tidak cukup untuk menanggulangi kejahatan ujaran kebencian dan hoaks di tahun politik 2024. Oleh karenanya, diperlukan upaya pencegahan oleh penegak hukum dan instansi terkait dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat untuk mengidentifikasi berita-berita hoaks dan ujaran kebencian di media sosial melalui literasi digital.
"Efektifnya literasi digital di masyarakat akan terbentuk lingkungan digital yang kritis dalam menanggapi isu-isu yang mengarah kepada pemberitaan bohong dan ujaran kebencian," katanya.
Baca juga: Universitas Pancasila Jakarta kukuhkan enam guru besar
Keterlibatan peranan masyarakat menjadi kunci efektifnya penanggulangan kejahatan, penegak hukum dapat melibatkan masyarakat untuk mencegah hoaks dan ujaran kebencian.
Partisipasi masyarakat dalam usaha pencegahan kejahatan hoaks dan ujaran kebencian adalah suatu keterlibatan komunitas dalam mengidentifikasi masalah, menyelesaikan masalah dan mempergunakan kontrol sosial informal yang menggambarkan bahwa perasaan komunitas terjadi, sehingga konsensus dapat muncul tentang apa yang diinginkan dan bagaimana merealisasikan.
Kejahatan dianggap sebagai konsekuensi dari ketidakmampuan dari komunitas untuk mengintegrasikan anggota individu dan institusi primer mereka secara baik. Partisipasi tidak tumbuh dengan sendirinya, pada umumnya partisipasi menggambarkan suatu proses kerja sama antara dua orang atau lebih.
Oleh karenanya, lanjut dia, jika masyarakat Indonesia memiliki literasi digital yang baik, penanggulangan kejahatan hoaks dan ujaran kebencian akan jauh berkurang pada tahun politik 2024.
Ia mengatakan literasi digital berpengaruh terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan terjadinya hoaks dan ujaran kebencian dalam tahun politik 2024, literasi digital tersebut salah satu upaya non-penal dalam rangka penanggulangan kejahatan hoaks dan ujaran kebencian melalui digital.
Baca juga: Guru Besar UP: BPOM sejauh ini lakukan tugas dan fungsi dengan baik
Langkah-langkah yang bisa dilakukan, pertama, mengoptimalkan peran pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi, Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung dengan melibatkan kelompok masyarakat digital untuk melakukan sosialisasi peningkatan literasi digital terhadap masyarakat Indonesia.
Literasi digital memberi titik tekan pada kemampuan kritis individu dalam menggunakan media digital, termasuk media sosial, berpijak pada pemprosesan informasi dan melibatkan kompetensi teknologi, kognitif, dan sosial.
Kedua, dengan disahkannya Undang-Undang No 1/2004 Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor I1 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menegaskan kembali kewajiban pemerintah untuk melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sebagaimana diatur dalam 40 ayat (2).
Prof Reda Manthovani lahir di Medan, 20 Juni 1969, putra pasangan Syafren Manthovani (alm) dan Suryati Manthovani (alm).
Ia merupakan alumni Universitas Pancasila dan yang pertama kali menduduki jabatan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) di Kejaksaan Agung RI. Ia tercatat sebagai guru besar kedua UP.
Baca juga: Universitas Pancasila kukuhkan lima guru besar hari ini
Di Universitas Pancasila, Prof Reda mengampu mata kuliah Perbandingan hukum pidana, Hukum Pidana Internasional dan transnasional. Saat ini, ia dipercaya sebagai Ketua Pusat Kajian Kejaksaan FHUP.
Prof Reda meraih gelar Sarjana di Fakultas Hukum Universitas Pancasila. Kemudian, ia melanjutkan studi magisternya di AIX Maresille, Prancis dan meraih gelar doktor di Universitas Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024
Prof Dr Reda Manthovani saat ini menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Kejaksaan Agung RI.
Dalam orasi ilmiah pengukuhan yang berjudul "Relasi Literasi Digital dengan Pencegahan Tindak Pidana Hoax dan Tindak Pidana Ujaran Kebencian di Tahun Politik 2024", Prof Reda Manthovani menjelaskan faktor-faktor yang melatarbelakangi kejahatan hoaks dan ujaran kebencian di tahun politik 2024, antara lain faktor internal akibat rendahnya literasi digital dan faktor eksternal akibat faktor ekonomi dan lingkungan.
Ia mengatakan upaya penindakan melalui pidana tidak cukup untuk menanggulangi kejahatan ujaran kebencian dan hoaks di tahun politik 2024. Oleh karenanya, diperlukan upaya pencegahan oleh penegak hukum dan instansi terkait dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat untuk mengidentifikasi berita-berita hoaks dan ujaran kebencian di media sosial melalui literasi digital.
"Efektifnya literasi digital di masyarakat akan terbentuk lingkungan digital yang kritis dalam menanggapi isu-isu yang mengarah kepada pemberitaan bohong dan ujaran kebencian," katanya.
Baca juga: Universitas Pancasila Jakarta kukuhkan enam guru besar
Keterlibatan peranan masyarakat menjadi kunci efektifnya penanggulangan kejahatan, penegak hukum dapat melibatkan masyarakat untuk mencegah hoaks dan ujaran kebencian.
Partisipasi masyarakat dalam usaha pencegahan kejahatan hoaks dan ujaran kebencian adalah suatu keterlibatan komunitas dalam mengidentifikasi masalah, menyelesaikan masalah dan mempergunakan kontrol sosial informal yang menggambarkan bahwa perasaan komunitas terjadi, sehingga konsensus dapat muncul tentang apa yang diinginkan dan bagaimana merealisasikan.
Kejahatan dianggap sebagai konsekuensi dari ketidakmampuan dari komunitas untuk mengintegrasikan anggota individu dan institusi primer mereka secara baik. Partisipasi tidak tumbuh dengan sendirinya, pada umumnya partisipasi menggambarkan suatu proses kerja sama antara dua orang atau lebih.
Oleh karenanya, lanjut dia, jika masyarakat Indonesia memiliki literasi digital yang baik, penanggulangan kejahatan hoaks dan ujaran kebencian akan jauh berkurang pada tahun politik 2024.
Ia mengatakan literasi digital berpengaruh terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan terjadinya hoaks dan ujaran kebencian dalam tahun politik 2024, literasi digital tersebut salah satu upaya non-penal dalam rangka penanggulangan kejahatan hoaks dan ujaran kebencian melalui digital.
Baca juga: Guru Besar UP: BPOM sejauh ini lakukan tugas dan fungsi dengan baik
Langkah-langkah yang bisa dilakukan, pertama, mengoptimalkan peran pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi, Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung dengan melibatkan kelompok masyarakat digital untuk melakukan sosialisasi peningkatan literasi digital terhadap masyarakat Indonesia.
Literasi digital memberi titik tekan pada kemampuan kritis individu dalam menggunakan media digital, termasuk media sosial, berpijak pada pemprosesan informasi dan melibatkan kompetensi teknologi, kognitif, dan sosial.
Kedua, dengan disahkannya Undang-Undang No 1/2004 Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor I1 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menegaskan kembali kewajiban pemerintah untuk melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sebagaimana diatur dalam 40 ayat (2).
Prof Reda Manthovani lahir di Medan, 20 Juni 1969, putra pasangan Syafren Manthovani (alm) dan Suryati Manthovani (alm).
Ia merupakan alumni Universitas Pancasila dan yang pertama kali menduduki jabatan Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) di Kejaksaan Agung RI. Ia tercatat sebagai guru besar kedua UP.
Baca juga: Universitas Pancasila kukuhkan lima guru besar hari ini
Di Universitas Pancasila, Prof Reda mengampu mata kuliah Perbandingan hukum pidana, Hukum Pidana Internasional dan transnasional. Saat ini, ia dipercaya sebagai Ketua Pusat Kajian Kejaksaan FHUP.
Prof Reda meraih gelar Sarjana di Fakultas Hukum Universitas Pancasila. Kemudian, ia melanjutkan studi magisternya di AIX Maresille, Prancis dan meraih gelar doktor di Universitas Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2024