Air merupakan sumber kehidupan, namun untuk mendapatkan air baku bukan lagi hal mudah. Sebagai negara tropis, Indonesia cukup berkelimpahan dengan curah hujan. Imbasnya, banyak lubang bekas berbagai galian tergenangi air.
"Embung" mini bekas galian itu sebenarnya bisa dimanfaatkan sebagai kolam untuk budi daya ikan, seperti halnya yang dilakukan oleh beberapa perusahaan tambang.
Namun, untuk memanfaatkannya harus ada semacam "rekayasa" guna memastikan bahwa air di embung mini itu layak untuk jadi lahan budi daya ikan, sumber air baku, dan lainnya.
Di sejumlah tempat penambangan memang banyak dijumpai lubang bekas penggalian, mulai dari batuan andesit, batu bara, nikel, hingga emas. Industri penambangan ini meninggalkan banyak lubang dengan ukuran lapangan sepak bola berkedalaman 4 hingga 6 meter atau bahkan lebih dalam hingga 20 meter.
Lubang-lubang bekas galian itu sebagian ada yang direklamasi atau diuruk dan diratakan kembali. Namun, ada yang merehabilitasi dan memanfaatkan air di area-area bekas lubang galian, antara lain, dengan budi daya ikan dan semacamnya. Langkah ini merupakan keharusan. Air di kubangan-kubangan itu juga bisa dimanfaatkan menjadi sumber air baku melalui proses pengolahan hingga bisa menjadi sumber pendapatan.
Baca juga: SEAMEO Biotrop lakukan simulasi keasaman air waduk yang pengaruhi ekonomi
Untuk keperluan tersebut, SEAMEO Biotrop mengambil sampel uji air di Waduk Cirata, untuk mengetahui kadar asam, logam berat, dan zat lainnya.
Air di bekas galian tambang--setelah melalui proses pengolahan--bisa dimanfaatkan untuk membuat keramba jaring ikan air tawar, taman terapung, hingga pertanian terapung seperti tanaman cabai dan tomat yang umurnya pendek.
"Sumber daya alam kita terus berkurang dan tidak mungkin bertambah tanpa usaha keberlanjutan pengelolaan lingkungan," ucap Direktur SEAMEO Biotrop Dr. Zulhamsyah Imran kepadaANTARA di sela peninjauan Waduk Cirata di sisi Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada awal November 2023.
Air di dalam lubang galian bekas tambang batu bara, misalnya, berkadar asam dan membahayakan bagi manusia. Oleh karena itu, agar dapat diubah menjadi sumber air yang melimpah bagi masyarakat harus diolah dengan teknik tertentu, di antaranya, membuat lahan basah buatan untuk menyerap logam berat dan zat lain yang tidak baik untuk kondisi air dan lingkungan sebelum dialirkan ke saluran air.
Namun demikian, tidak semua orang dapat dengan mudah mengakses penelitian di area-area tersebut. Untuk itu, Biotrop lebih awal membawa kepedulian siswa, mahasiswa, guru, dosen, ahli perairan dan perikanan dengan menggelar simulasi uji sampel kadar keasaman air di Waduk Cirata akses wilayah Kabupaten Cianjur.
Ketua rombongan simulasi uji sampel keasaman air di Waduk Cirata yang juga Kepala Bagian Teknologi dan Keamanan Lingkungan Hidup SEAMEO Biotrop Risa Rosita mengatakan waduk Cirata sebagai tempat untuk mensimulasikan danau buatan yang terjadi karena aktivitas alam atau manusia.
Pengelolaan lubang bekas galian
Mendayung bersama enam perahu, rombongan mengikuti kegiatan akhir dari rangkaian program International Training Course on "Artificial Lake Management, Acid Mine Drainage yang digelar pada 30 Oktober hingga 2 November. Adapun jumlah pesertanya sebanyak 23 orang, hasil seleksi dari 60 orang pendaftar. Rombongan menyusuri waduk yang dipenuhi tambak ikan air tawar terapung di sisi kiri, kanan, dan tengah dengan jarak tertentu yang diatur.
Peserta yang berperahu di atas perairan waduk Cirata itu diajak membayangkan seperti mereka berada di embung mini bekas tambang.
Karena di Kota Bogor belum banyak tambang yang menerapkan pengelolaan air di lubang bekas galian tambang, maka dalam sesi itu menghadirkan perwakilan dari PT BA dan PT Adaro. Dua perusahaan tambang ini sudah melakukan pengolahan dan pengelolaan pada lubang bekas galian. Kedua tambang tersebut beroperasi di luar Jawa.
Simulasi tersebut ingin menunjukkan kepada perwakilan internasional, siswa, guru, mahasiswa, dosen, dan para ahli bidang perairan dan perikanan bahwa pengelolaan air, termasuk keramba ikan, di Waduk Cirata juga bisa diterapkan di area bekas tambang. Ikan dan biota air lain disebutkan bisa hidup dan tumbuh di genang air bekas galian untuk mendukung ekonomi sirkular masyarakat. Namun, tentu ada proses pengolahan lebih dulu.
Ikan hasil tambak terapung di Waduk Cirata kala itu menjadi lauk santap siang bagi rombongan pelatihan internasional itu.
Biotrop pun mengajak perwakilan perusahaan PT Adaro dan PT Bukit Asam untuk membagikan pengalaman mereka dalam mengelola area bekas tambang maupun area aktif penambangan yang tetap memerhatikan keberlanjutan lingkungan.
Warna hijau keruh khas danau pun nampak di Cirata. Tepi waduk masih dialas bambu untuk mencegah lumpur terinjak kaki rombongan tersebut.
Panas terik Matahari siang itu tidak membuat para nelayan berhenti mengayuh perahu ke tengah untuk mengontrol ikan dan membawa pakan. Terlihat pula eceng gondok yang berkelompok namun tidak sampai menghalangi sinar Matahari menembus kedalaman air waduk. Sinar Matahari perlu untuk membantu pertumbuhan ikan.
Pengelolaan lingkungan dan sumber daya alam buatan di waduk inilah yang ingin ditunjukkan Biotrop dengan membawa serta awak media melihat aktivitas mereka di waduk terbesar di Asia Tenggara yang memiliki luas 43.777,6 hektare yang terbagi menjadi wilayah daratan seluas 37.577,6 hektare dan wilayah perairan seluas 6.200 hektare itu.
Dari tambak ikan terapung Waduk Cirata Kabupaten Cianjur dari arah Cikalong Kulon, keberadaan waduk ini telah membangkitkan ekonomi sirkular warga.
Waduk Cirata dapat diakses dari tiga sisi, yakni dari Kabupaten Purwakarta, Cianjur, dan Bandung. Waduk ini sebetulnya dibuat Pemerintah dengan fungsi utamanya sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
Simulasi membuat sampel uji terkait tingkat keasaman air di Waduk Cirata tersebut untuk mengajak perusahaan-perusahaan pengelola tambang batu bara, para peneliti, dosen, mahasiswa dan siswa dari seluruh Indonesia dan internasional bergerak memanfaatkan area bekas tambang yang memiliki volume air melimpah untuk keberlanjutan lingkungan dan ekonomi sirkular.
Taman dan pertanian terapung, termasuk tambak ikan air tawar, dapat dikembangkan untuk menjadi tumpuan baru masyarakat di sekitar area tambang.
Zulhamsyah Imran menegaskan betapa penting pembuatan taman atau pertanian terapung pada area bekas tambang dengan volume air yang melimpah untuk kehidupan ekonomi masyarakat sekitar dan kemanfaatan bagi lingkungan.
SEAMEO Biotrop menggandeng PT Adaro dan PT Bukit Asam untuk mengolaborasikan usaha menetralkan air asam tambang agar tidak mencemari lingkungan.
PT Bukit Asam, misalnya, melakukan teknik lahan basah buatan (constructed wetland) untuk menyerap logam berat dan kandungan lain yang mencemari lingkungan oleh tumbuhan di sekitarnya.
Perusahaan yang beroperasi di wilayah Palembang, Sumatera Selatan, itu memanfaatkan alam untuk meregenerasi dirinya sendiri dengan memanfaatkan tumbuhan-tumbuhan. Jadi, ada hutan rawa yang dibuat dan tanaman-tanaman air seperti eceng gondok, melati air, kiambang, dan lain-lain. Tanaman ini berfungsi untuk menurunkan kadar logam berat, dan menjernihkan air. Namun demikian, sinar Matahari--yang sangat penting bagi biota--masih tetap bisa menembus kedalaman air.
Area-area bekas tambang dan tambang aktif yang sudah dipenuhi air dikelola untuk penjernihan melalui teknik lahan basah buatan untuk menjadi taman atau pertanian terapung.
Begitupun dengan area bekas tambang Pit Paringin, Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan, oleh PT Adaro, memiliki kriteria lingkungan, baku mutu, aspek sosial dan ekonomi yang sudah terpenuhi.
Perwakilan PT Adaro menyampaikan area bekas tambang di Pit Paringin seluas 20 hektare sudah tidak mengandung logam berat selama 10 tahun menjalankan ekoriparian dengan budi daya 18 jenis ikan sebagai tumpuan ekonomi masyarakat sekitar.
Oleh karena itu, taman atau keramba terapung bisa diwujudkan di kawasan bekas galian tambang setelah melalui proses pengelolaan untuk menjamin keamanan lingkungan.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023