Bogor (Antara Megapolitan) - Tahun 2016 Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, mendapat penghargaan atas upayanya memperjuangkan kesehatan masyarakat dari bahaya rokok.

Penghargaan tersebut diraih melalui penerapan Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2015 tentang Reklame yang mengatur larangan iklan produk tembakau.

Pada tanggal 3 Juni 2016, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto didapuk sebagai salah satu penerima penghargaan dari Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) untuk tokoh masyarakat yang dianggap berpengaruh dalam mengendalikan tembakau dan mengurangi bahaya konsumsi rokok di daerah maupun nasional.

Komnas PT menilai Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto telah mendukung penerapan dan penegakan Perda KTR dan Perda larangan iklan, promosi, dan sponsor produk tembakau di kotanya.

Penghargaan itu dinilai tepat diberikan pada acara peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) yang mengangkat tema "Selamatkan Generasi Muda".

"Saya optimistis rokok akan menjadi tren jadul (ketinggalan zaman), olah raga mulai muncul, ada hobi, ada pengikut, ada pendukung," kata Bima Arya.

Tanggal 27 dan 28 Oktober, Pemerintah Kota Bogor kembali mendapat kehormatan menjadi salah satu pembicara dalam pertemuan tingkat dunia pada "Th 47th Union World Conference on Lung Health" yang digelar di Liverpool, Inggris.

"The 47th Union World Conference on Lung Health" merupakan pertemuan internasional terbesar yang dihadiri lebih dari 5.000 peserta dari berbagai negara dan lembaga internasional.

Para peserta berasal dari berbagai keahlian, seperti dokter, tenaga kesehatan masyarakat, manajer program kesehatan, peneliti, advokat, dan wali kota ataupun pembuat kebijakan.

Lagi-lagi Wali Kota Bogor tampil membahas kebijakan dan isu strategis terkait pengawasan dan pengendalian tembakau di tingkat internasional.

Tampilnya, Kota Bogor sebagai bentuk penghargaan atas komitmen dan keberhasilannya mengendalikan tembakau melalui dua peraturan daerah tersebut.

Dunia mengakui dan mengapresiasi, walau bukan satu-satunya daerah yang menerapkan Perda KTR, tetapi Kota Bogor dianggap tegas dalam pengawasan penerapan Perda KTR dan iklan rokok, melalui pelaksanaan Tindak Pidana Ringan (Tipiring) Perda KTR.

"Kota Bogor mendapat apresiasi sebagai kota paling terdepan dalam menerapkan KTR. Memang untuk Perda KTR tidak hanya Kota Bogor yang memiliki, tetapi Bogor dianggap sebagai kota yang berkomitmen menjalankannya melalui penerapan Tipiring," kata Bima.


Kemunculan Perda

Dinas Kesehatan Kota Bogor, menjadi penggerak utama kemunculan Perda KTR. Berpijak pada salah satu misi Kota Bogor yakni "Menjadikan Bogor, kota yang sehat dan makmur" sebagai amunisi perjuangan mewujudkan Kota Tanpa Asap Rokok.

Hasil Penyusunan Data Sosial Ekonomi Daerah (Suseda) Jawa Barat tahun 2002, Kota Bogor memiliki konsumsi rokok relatif tinggi, yakni 22,51 persen perokok berusia di atas 10 tahun. Dari 22,51 persen tersebut, 68,5 persen nya mengisap rokok 7 sampai 12 batang per hari.

Hal yang paling mencengangkan, sebanyak 7,22 persen usia pertama kali merokok kurang dari 10 tahun. Angka tersebut tertinggi dibanding kota dan kabupaten lain di Jawa Barat.

Hasil Survei Kesehatan Daerah (Surkesda) tahun 2004 di Kota Bogor terdapat perokok pria sebanyak 57 persen dan wanita 4,7 persen. Sedangkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kota Bogor pada Tahun t007, perokok Kota Bogor 29,6 persen, rerata jumlah batang yang dihisap per hari 8,89 persen.

Pada pola belanja rumah tangga per bulan untuk kelompok 20 persen termiskin di Kota Bogor ternyata didapatkan hal-hal yang memprihatinkan bahwa untuk belanja rokok atau alkohol melebihi belanja pendidikan dan kesehatan, yakni untuk belanja rokok/alkohol 6,9 persen, sementara belanja pendidikan 6,4 persen dan kesehatan 2 persen.

Prevalensi penyakit tidak menular di Kota Bogor berdasarkan hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, hipertensi menempati prevalensi tetinggi yakni 28,4 persen, jatung 12,1 persen, stroke 1,1 persen, tumor/kanker persen, diabets 2,5 persen, dan asma 5,1 persen.

Berdasarkan hasil penelitian Pusat Kajian Jaminan Sosial, Universitas Indonesia, 12,7 persen kematian akibat penyakit terkait dengan kebiasaan merokok.

"Karena tidak ada batas aman untuk setiap paparan asap rokok orang lain, oleh sebab itu 100 persen KTR merupakan upaya yang efektif untuk melindungi masyarakat," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor, Rubaeah.

Kemunculan Perda KTR melalui proses yang tidak mudah, dimulai dari tahun 2002, melalui program bantuan dana dari Province Health Project,yang disiapkan oleh Kepala Bidang Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat (PKM) Dinas Kesehatan Kota Bogor, melalui Promosi Kesehatan Masyarakat.

Arah program tersebut melindungi generasi muda dari sisi kesehatan dan sosial, menjauhkan remaha dari bahaya rokok, narkoba dan seks bebas jadi fokus utama. Target dari program tersebut lahirnya sebuah kebijakan yang dapat melindungi kesehatan masyarakat.

Kebijakan KTR berhasil masuk dalam Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2006 tentang ketertiban umum atau Tibum. Berjalan selama satu tahun, KTR diusulkan menjadi Perda sendiri. Alasannya, karena sanksi Perda Tibum tidak bisa diimplementasinya, untuk KTR.

Dalam Perda Tibum, sanksi bagi pelanggar adalah denda maksimal Rp50 juta, dan kurungan selama satu bulan. Tahun 2009, KTR disahkan sebagai Perda, sanksi yang berlaku, denda maksimal Rp1 juta dan kuruang selama satu pekan bagi pelanggar peraturan daerah.

"Perda KTR bukan melarang orang merokok, tetapi mengatur perokok untuk beretika merokok di delapan kawasan tanpa rokok. Memberikan hak bagi yang tidak merokok untuk mendapatkan udara sehat, dan mencegah perokok baru," kata Kasi Promosi Kesehatan, Dinas Kesehatan, Nia Nurkania.

Kedelapan kawasan tanpa rokok tersebut yakni tempat umum, tempat kerja, tempat ibadah, tempat bermain dan atau berkumpul anak-anak, kendaraan angkutan umum, lingkungan tempat proses belajar mengajar, sarana kesehatan, dan sarana olahraga.
Tantangan Perda KTR

Tujuh tahun sudah Kota Bogor menerapkan Perda KTR, komitmen tegas pemimpin menjadi kunci utama dalam langkah keberlangsungan peraturan daerah tersebut terhadap kepatuhan Perda KTR. Di akhir monitoring dan evaluasi menjadi fungsi pengawasan.

Sejak tahun 2010 sampai dengan September 2016, sudah dilakukan sebanyak 45 kali Tipiring dengan jumlah terjaring perorangan dari delapan kawasan tanpa rokok sebanyak 907 orang dan jumlah denda yang sudah disetorkan ke kas negara kurang lebih sebesar Rp19.381.000.

Lembaga atau badan yang sudah mendapatkan teguran tertulis sebanyak 257, terdiri atas teguran tertulis pertama sebanyak 208 institusi, teguran tertulis kedua sebanyak 36 institusi, dan teguran tertulis ketiga sebanyak 13 institusi.

Tempat kerja pemerintah menjadi institusi terbanyak yang mendapatkan surat teguran I, II dan III, disusul sekolah, tempat kerja swasta, sarana kesehatan, sarana olah raga dan tempat ibadah.

"Wali Kota Bogor tidak merokok, beliau sangat mendukung KTR dan berkomitmen mewujudkan KTR dan bebas iklan atau reklame promosi rokok di Kota Bogor sejak 2004," kata Kepala Dinas Kesehatan, Rubaeah.

Hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan hingga 2015 dukungan terhadap Perda KTR mencapai 77 persen. Dari delapan kawasan tanpa rokok, tingkat kepatuhan KTR sebesar 64 persen dan 36 persen tidak patuh.

Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menilai, keberhasilan Kota Bogor menjalankan Perda KTR tidak terlepas dari dukungan semua pihak. Peran LSM yang bergerak secara sistematif, terstruktur dan masif, menjadi penguatan implementasi KTR.

"Dinas Kota Bogor bersama LSM memiliki semangat luar biasa dalam mengawal Perda KTR, mereka bergerak sistematis, terstruktur dan masif," kata Bima.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016