Bogor (Antara Megapolitan) - Pertengahan September 2016 Kota Bogor, Jawa Barat kembali menjadi `trending topic` setelah aplikasi pemandu navigasi Waze merilis indeks pengalaman terburuk berkendaraan di sejumlah kota besar di dunia.

Hasil survei cukup mencengangkan, Kota Bogor mendapat predikat kedua terburuk setelah Kota Cebu, Filipina. Dari indeks kepuasan tertinggi pada angka 10, Bogor mendapat penilaian 2,1 dengan peringkat 185 kota di dunia. Sedangkan indeks kemacetan tercatat 3,2 dan kualitas jalan hanya 2,6.

Ada enam indikator yang digunakan oleh Waze untuk menilai yakni kepadatan lalu lintas, keselamatan perjalanan, kualitas dan infrastruktur jalan, kemudahan akses menuju SPBU, perparkiran, analisis dampak sosial ekonomi, dan perasaan pengguna Waze.

Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menanggapi positif hasil survei yang menjadi perbincangan hangat masyarakat kota, setelah sebelumnya warga dibuat tercengang-cengang dengan kebijakan Sistem Satu Arah (SSA) seputar Kebun Raya Bogor yang diberlakukan 1 April 2016.

"Survei Waze harus kita perhatikan. Bagaimanapun itu datanya, jangan disangkal," kata Bima kala itu menanggapi survei Waze 16 September 2016.

Ini bukan kali pertama Kota Bogor `dicap` sebagai kota termacet. Oktober 2014, Direktorat Bina Sistem Transportasi Perkotaan (BSTP) Ditjen Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan mengeluarkan data Kota Bogor memiliki `volume to capacity` (VC) ratio tertinggi yakni sebesar 0,86 persen.

Artinya, volume kendaraan di kota berjulukan Kota Hujan itu mendekati kapasitas jalan yang ada. Angka tersebut menempatkan Bogor sebagai pemuncak kota termacet di Indonesia.

Karena, kondisi VC ratio di atas 0,70 persen merupakan kondisi krusial atau makin padat atau macet (Puslitbang Perhubungan Darat dan Perkeretaapian Kemenhub). Besarnya VC ratio disertai dengan rendahnya kecepatan kendaraan yang melintas di jalan yang ada di Bogor. Kecepatan kendaraan rata-rata di Kota Bogor mencapai 15,32 km per jam.

Lagi-lagi Wali Kota Bogor dibuat tercengang dengan predikat yang disematkan ke kotanya. Walau akhirnya Kementerian Perhubungan menyiarkan secara resmi bantahan terkait pemberitaan yang membuat Bogor sebagai kota termacet.

Alasanya, pemberitaan pemeringkatan kota macet di Indonesia tidak sesuai dengan subtansi yang disampaikan Pusat Penelitian dan Pengembangan Pehubungan Darat dan Perkeretaapian, Kemenhub.



Enam Skala Prioritas

Pengentasan persoalan kemacetan masuk dalam enam skala prioritas Pemerintah Kota Bogor yang menjadi target utama kepemimpinan Bima Arya dalam menjalankan roda pemerintahan, setelah kemiskinan, perisinan, persampanan, PKL dan reformasi birokrasi.

Bima mengatakan, Pemerintah Kota Bogor telah berupaya melakukan penanganan-penanganan dalam mengurai kemacetan di kota tersebut. Konsep penataan transportasi sudah disusun dalam peta jalan Bogor Transortation (B-TOP) untuk 20 tahun ke depan. Penyusunan peta jalan ini, melibatkan ahli, pakar transportasi dan instansi terkait, dibantu konsultan asing (GIZ).

"Konsep sudah ada, tinggal konsistensi dan akselerasi di lapangan," katanya.

Upaya-upaya yang telah disiapkan oleh Pemerintah Kota Bogor disusun dalam program jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.

Program jangka pendek yang dimaksud yakni penempatan pengawasan, pengaturan lalu lintas, penertiban, penegakan hukum, dan penertiban PKL.

"Dalam waktu dekat akan dimulai pembangunan jalan layang di perlintasan kereta api Jl RE Marthadinata, dan percepatan pembangunan tol BORR tahun 2017," katanya.

Penyediaan lahan parkir juga menjadi program jangka pendek yang tengah disiapkan oleh Pemerintah Kota Bogor. Keterbatasan lahan parkir membuat pengunjung Kebun Raya Bogor kesulitan untuk memarkirkan kendaraannya.

Setiap hari Kebun Raya Bogor dikunjungi 1.000 orang pengunjung, jumlah tersebut meningkat setiap akhir pekan dan libur panjang, bisa mencapai 5.000 lebih dengan jumlah pengendara roda empat mencapai 200 unit.

Sebelum ada fasilitas pedestrian seputar Kebun Raya dan Istana Bogor, pengunjung masih dipersilahkan memarkirkan kendaraannya di bahu jalan sepanjang Jl Juanda dan Otista. Namun, sejak ada pelebaran trotoar ruas jalan menyempit dan tidak ada lagi ruang untuk parkir.

Untuk program jangka menengah atau panjang, Bima memaparkan penanganan yang dilakukan dengan percepatan jalan R3 untuk distribusi jalan menuju Tajur, pemecah kemacetan di pusat kota.

"Jalan layang di perlintasan Kebon Pedes dan MA Salmun upaya jangka panjang yang kita siapkan, termasuk percepatan re-routing angkot dan pengembangan koridor Transpakuan dengan konversi angkot perbanding tiga angkot jadi satu bus Transprakuan," kata Bima.

Dalam setiap kesempatan pertemuan, maupun forum, Bima mengakui penataan transportasi di Kota Bogor tidaklah mudah. Kota yang memiliki jumlah penduduk 1.030.720 jiwa (2014), dengan luas wilayah 11.850 hektare terdiri dari enam kecamatan, 68 kelurahan.

Kota Bogor yang dijuluki Kota Sejuta Angkot ini, memiliki panjang jalan 757.593 kilo meter. Pertumbuhan jumlah kendaraan pada tahun 2008 sebanyak 206.287 unit, angka ini meningkat 17,7 persen di tahun 2013 menjadi 357.412 unit.

Menurut Bima, pertumbuhan kendaraan bermotor roda dua setiap tahun 800 unit, dan mobil 200 unit. Sementara, pertumbuhan infrastruktur jalan tidak seimbang kurang dari satu persen.

Setiap hari Bogor dilintasi 3.412 unit angkutan kota, belum lagi 4.000 unit angkot dari Kabupaten Bogor yang beroperasi di wilayah perbatasan. Belum lagi, setiap akhir pekan, 300 ribu kendaraan masuk memadati pusat-pusat wisata di kota tersebut.

Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Pengairan, Chusnul Rozaqi menyebutkan, jalan di Kota Bogor terbagi tiga kewenangan/kepemilikan yakni jalan provinsi, jalan nasional dan jalan kota.

Jumlah jalan nasional ada enam titik, berada di luar ruas Kota Bogor yakni Jl Abdul Bin Nuh, Jl R satu, Jl Sholis Iskandar, Jl KS Tubun dan Jl Raya Tajur. Untuk jalan provinsi, mulai dari Jl Kebon Pedes, Pemuda, Sudirman, Juanda, Empang, Pahlawan, Bondongan, Batu Tulis, Siliwangi.

Total panjang jalan 346 kilo meter jalan kota, 21 kilo meter jalan nasional dan 10 kilo meter jalan provinsi.

"Ada beberapa pembangunan dan perbaikan jalan yang dilakukan untuk mengurai kemacetan seperti di Sukaresmi menuju Sholis Iskanar, dari Sholis menuju Dadali untuk mengurangi beban di Jl KS Tubun, dengan membuat jalan tembusan," katanya.

Untuk menghilangkan penyempitan jalan di Sistem Satu Arah (SSA) juga dilakukan pembongkaran markah jalan di depan pintu satu Kebun Raya, dan BTM. Sekaligus menyangkut kebutuhan ruang untuk BRT.

Penyumbatan di JL KS Tubun dari keluar Tol BORR menuju Jambu Dua, akan dilakukan bertahap. Karena lebar kedua jalan tidak seimbang. Sehingga kerab terjadi kepadatan di depan Informa.



Redistribusi Wilayah

Bima Arya meyakini, salah satu persoalan utama kemacetan terjadi karena semua pergerakan terpusat di seputar Kebun Raya dan Istana Bogor. Demikian pula 12 dari 23 rute angkot berputar dan mengelilingi pusat kota.

"Macet karena tata ruang yang selama ini terpusat di pusat kota. Pusat pemerintahan, pusat wisata, pusat ekonomi, pedagangan, agama dan menjadi lintasan kendaraan Kabupaten Bogor menuju ibu kota Jakarta," katanya.

Tata ruang perlu diperbaiki, kata Bima. Mengurangi beban kota yang sudah sangat berat untuk menampung segala aktivitas warga. Pusat kota disiapkan sebagai kawasan cagar budaya, dan perkantoran akan digeser ke pinggir tepatnya di Kecamatan Tanah Sareal.

Bima bahkan telah membicarakan rencana ini dengan Presiden Joko Widodo yang secara `the facto` telah menetap di Istana Bogor. Memindahkan pusat pemerintahan dari pusat kota ke wilayah pinggiran.

Karena selama ini yang beraktivitas ke kota adalan masyarakat wilayah pinggir yang datang berbelanja ke Pasar Bogor maupun tempat perbelanjaan lainnya. Sehingga Kota Bogor hanya kebagian sampan dan macetnya.

Penyebab lain kemacetan di Kota Bogor lanjut Bima, adanya pembiaran oleh aparat di lapangan. Warga menyeberang tidak pada tempatnya, parkir sembarangan, dan angkot acap kali ngetem sembarangan, menaikkan dan menurunkan penumpang tidak pada tempat yang diharuskan.

"Trayek angkot harus ditata, diatur, Organda tidak bisa tutup mata dengan pembiaran ini," kata politisi PAN tersebut.

Beberapa langkah pembenahan telah dilakukan Pemkot Bogor, terutama persoalan internal pemerintahan melalui revolusi internal. Perombakan pejabat di teras DLLAJ pun dilakukan. Berharap, para reng-rengan dapat berlari kencang bersama program pemerintah yang telah disiapkan.

Terkait tata ruang pun tidak ketinggalan, memperketat izin pembangunan. Termasuk revitalisasi Terminal Baranangsiang yang belum jua terealisasi karena ketatnya syarat yang harus dipenuni, salah satunya pembangan tidak boleh menjadi persoalan baru seperti kebangkitan arus di pusat kota.

Demikian pula izin supermarker di pusat kota ditolak, dikordinasikan untuk membangun ke pinggir, sehingga wilayah pinggir Kota Bogor akan menjadi pusat perekonomian baru.

"Yang perlu kita lakukan adalah redistribusi tata ruang, dan sarana transportasi masal," kata Bima.

Untuk transportasi masal, ada beberapa strategi yang dilakukan Pemerintah Kota Bogor yakni merger angkot menjadi Transpakuan. Dengan pola dua angkot menjadi satu bus Transpakuan. Akan tetapi, langkah ini terbentur beberapa hal, salah satunya modal pengadaan bus.

Salah satu syarat untuk merger angkot sudah terpenuhi yakni pengusaha angkot sudah berbadan hukum. Tercatat ada 25 angkot berbadan hukum yang sudah terbentuk di Kota Bogor. Jumlah tersebut tergolong tertinggi dari kota lain di Indonesia.

Kendala pengadaan bus untuk Transpakuan sedang diupayakan, Pemkot Bogor pun mendorong badan hukum angkot dapat membeli sendiri bus dan mengoperasikannya di bawah manajemen PD Pasar Pakuan Jaya.

Persoalan lain yang belum terselesaikan terkait merger angkot adanya subsidi untuk tarif angkutan umum yang dikelola oleh BUMD. Dalam aturannya, untuk mendorong masyarakat menggunakan transportasi umum, pemerintah memberikan dana PSO sebagai subsidi bagi BUMD menjalan bisnis yang `non provit`.

"Dana subsidi juga harus diupayakan pemerintah, karena bisnis transportasi adalah sunsidi. Untuk subsidi perlu landasan hukum dalam menyalurkannya. Dan angkot harus punya landasan lahanan formal," katanya.

Kapolresta Bogor Kota, Polda Jawa Barat AKBP Suyudi Ario Seto mengatakan, permasalahan krusial kemacetan yang harus dibenahi adalah pembenahan ke dalam. Melakukan koreksi, instrospeksi, dan melakukan tindakan tegas bagi aparat yang bermain dan melakukan pembiaran atas ketidaktertiban berlalu lintas.

"Kepolisian siap menindak siapa yang terlibat, kita lakukan pemetaan, tidak mungkin jumlah angkot begitunbanyak kalau tidak ada oknumnya. Jika pembenahan ke dalam sudah dilakukan, dan jika ada tindakan pidana, siap kita tegakkan," kata Suyudi.

Menurut Suyudi, persoalan angkot bisa banyak, terutama di pasar. Prinsipnya seperti segitiga ada simbiosis saling bergantung, dan biasanya ada oknum, ada preman yang bermain.

"Ada permasalahan yang mungkin sengaja atau tidak sengaja diciptakan, akhirnya lalu lintas menjadi ruwet," katanya.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016