Dosen Universitas Djuanda (Unida) Aep Saepudin Muhtar alias Gus Udin menyoroti implikasi politik identitas terhadap demokrasi Indonesia dalam Ujian Promosi Doktor di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Selasa.

Pada ujian yang dilaksanakan secara tatap muka itu, Gus Udin berhasil meraih predikat "Sangat Memuaskan".

Gus Udin yang juga merupakan Ketua Bidang Pendidikan dan Pengkaderan MUI Kabupaten Bogor berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul "Gerakan Populisme Islam pada Pilpres 2019 dan Implikasinya Terhadap Demokrasi Indonesia".

Mengenai disertasinya, Gus Udin menyebut bahwa gerakan populisme Islam sering digunakan dalam kontestasi politik yang tumbuh berkembang menjadi gerakan asimetris lintas kelas atas nama umat Islam.

Baca juga: Gus Udin ajak peserta PKU angkatan XVII menyelami sejarah Bogor

"Hal ini terlihat pada kedua kontestan pada Pilpres 2019 lalu, keduanya melakukan gerakan populisme Islam sebagai upaya untuk menarik simpati dan meningkatkan elektabilitas," kata Gus Udin.

Ia menyampaikan, Gerakan populisme Islam Prabowo tergambar dari langkahnya merangkul gerbong Islam fundamentalis, dan sebagian kalangan moderat. Menggunakan isu Islam untuk berkoalisi dengan basis massa Islam seperti PA 212, GNPF-MUI dan FPI. 

"Mengindoktrinisasi kelemahan capres nomor 1 dalam konteks Islam terhadap loyalisnya dan masyarakat luas. Dengan kata lain gerakan Populisme Islam Prabowo bersifat fundamentalis dan institusional," paparnya.

Baca juga: Alumnus SSEAYP harap KTT ASEAN dorong pemuda berwawasan global

Sedangkan gerakan populisme Jokowi, kata dia, tercermin dari langkahnya merangkul gerbong Islam moderat, dan sebagian kecil kelompok konservatif. Safari Politik ke Pondok Pesantren, Menetapkan 22 Oktober sebagai hari Santri Nasional, Memilih KH. Ma'ruf Amin sebagai Cawapres yang merupakan simbol ulama moderat, sehingga Populisme Islam Jokowi bersifat moderat dan individual. 

Menurut dia, anggapan gerakan populisme Islam sebagai ancaman (destruktif) semata terhadap demokrasi Indonesia merupakan pandangan kurang tepat. Populisme Islam, kata dia, harus pula dipandang sebagai gerakan konstruktif yang merupakan bentuk tuntutan masyarakat terhadap keadilan dan kesejahteraan penduduk mayoritas.

"Idealnya setiap gerakan politik yang memberikan sikap kritis harus dimaknai sebagai bagian dari dinamika demokrasi," tutur Gus Udin.

Baca juga: Gus Udin ajak pemuda Bogor Barat lanjutkan budaya kritis para pendahulu

Diketahui, Ujian Promosi Doktor Gus Udin dilaksanakan di bawah bimbingan Alm. Prof Azyumardi Azra, Prof. Dr. Jajat Burhanuddin, MA, Prof. Ali Munhanif, MA., Ph.D, dan Dr. Gun Gun Heryanto, M.Si. Serta, diuji oleh Prof. Dr. Hamid Nasuhi, MA, Prof. Dr. Sukron Kamil, MA, Dr. A. Bakir Ihsan, M.Si.

Gus Udin dikenal sebagai sosok muda di Jawa Barat. Alumni Pertukaran Pemuda Asia Tenggara-Jepang (SSEAYP) tahun 2009 ini, lahir pada 4 November 1981 di Bogor dan merupakan salah satu anggota Tim Percepatan Pembangunan Strategis Kabupaten Bogor.

Ia merupakan seorang akademisi/Dosen pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Djuanda Bogor dan Pimpinan Pondok Pesantren Darul Mizan Bogor.

Saat mengenyam pendidikan Magister di IIUM, ia juga aktif di organisasi kemasyarakat dan pernah menjabat sebagai Sekjen Ikatan Komunitas Merah Putih (IKMP) Malaysia tahun 2015 – 2017 dan Sekretaris PCINU Malaysia tahun 2015 – 2017.

Baca juga: Milenial Bogor dukung pencalonan Gus Udin jadi senator DPD RI

Saat ini ia diberikan amanah sebagai Wakil Ketua PCNU Kabupaten Bogor tahun 2020 – 2025 dan Ketua Bidang Pendidikan dan Kaderisasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor tahun 2020 – 2025.

Kini, Gus Udin tengah maju menjadi Calon Anggota Legislatif (Caleg) DPD RI dari perwakilan Provinsi Jawa Barat.

Pewarta: ANTARA

Editor : M Fikri Setiawan


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023