Pemerintah Kabupaten Karawang, Jawa Barat, masih melakukan berbagai langkah untuk mengantisipasi ancaman kekeringan sebagai dampak fenomena El Nino terhadap sektor pertanian antara lain dengan menggulirkan gerakan percepatan masa tanam.

"Kami masih melakukan pembahasan sambil terus bergerak dalam mengantisipasi dampak El Nino," kata Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Karawang, Nani Dwiastuti dihubungi di Karawang, Kamis.

Ia menyebutkan, pihaknya mendorong percepatan masa tanam dengan memanfaatkan sumber air yang masih tersedia.

Selain percepatan masa tanam, menurut dia, langkah antisipasi lain adalah dengan peningkatan indeks pertanaman, mekanisasi, serta optimalisasi pompa dan embung.

Upaya lain yang dilakukan ialah menggunakan varietas padi unggul yang yang tahan terhadap kondisi kering. Namun untuk upaya ini diakuinya perlu sosialisasi kepada para petani.

Baca juga: Petani Karawang Diimbau Percepat Masa Tanam

Bentuk antisipasi lainnya dengan melakukan gerakan pembuatan biosaka (ramuan penyubur tanaman yang membuat masa panen menjadi lebih cepat).

"Kebetulan ini masih rapat. Jadi melakukan pembahasan (antisipasi El Nino) sambil terus bergerak," kata Nani.

Sementara itu, sejumlah petani di wilayah Karawang kini telah merasakan kekeringan sebagai dampak El Nino terhadap sektor pertanian.

Petani di Kampung Borontok Barat, Desa Sindangsari, Karawang, kini harus mengeluarkan biaya produksi lebih besar untuk kebutuhan sewa pompa air, karena saluran irigasi yang mengering pada musim kemarau.

Ujang, salah seorang petani di Kampung Borontok Barat, menyampaikan mengeringnya saluran irigasi terjadi karena kondisinya yang rusak, mengalami pendangkalan yang cukup parah. Ditambah lagi sekarang ini kondisinya musim kemarau.

Baca juga: Petani Karawang keluarkan biaya produksi lebih besar karena dampak kekeringan

Ujang dan petani lainnya terpaksa harus mengeluarkan biaya produksi lebih besar dari biasanya, karena ada tambahan modal, yakni untuk sewa pompa air beserta bahan bakarnya.

"Biasanya, dengan modal Rp10 juta, kami bisa menanam untuk 1 hektare. Biaya itu bersih hingga panen, termasuk untuk pembelian obat," katanya.

Namun, karena kondisi saluran irigasi mengering, para petani di Desa Sindangsari harus mengeluarkan modal lebih banyak, minimal harus mengeluarkan uang Rp15 juta untuk kebutuhan menanam per 1 hektare.

"Kami harus menambah paling sedikit Rp5 juta untuk sewa mesin pompa air dan beli bahan bakar minyak. Karena sedot air itu dilakukan lima sampai enam kali selama proses tanam sampai panen," kata dia.

Di Desa Sindangsari, Karawang ada sekitar 200 hektare areal sawah yang saat ini kekeringan.

Baca juga: Kabupaten Karawang koordinasi dengan Jasa Tirta antisipasi El Nino

Sedangkan di titik lain, yakni di Desa Pasir Awi dan Desa Sekar Sari, Kecamatan Rawamerta, terjadi gagal panen.

Para petani di dua desa sekitar Kecamatan Rawamerta itu mengalami kerugian besar akibat areal sawahnya gagal panen.

"Kami hanya bisa memanen 10 kilogram gabah per hektare padahal biasanya sampai 7 ton gabah per hektare," kata Agus, salah seorang petani di Dusun Krajan, Desa Pasir Awi.

Ia menyampaikan areal persawahan yang gagal panen di daerahnya terjadi di dua desa, yakni di Desa Pasir Awi dan Desa Sekar Sari, Kecamatan Rawamerta.

Di dua desa tersebut terdapat 50 hektare areal persawahan yang mengalami gagal panen.

Pewarta: M.Ali Khumaini

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023