Bogor (Antara Megapolitan) - Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat, berkomitmen untuk menekan emisi gas rumah kaca (GRK) dengan menyiapkan strategi mitigasi, sehingga pada tahun 2030 peningkatan emisi GRK hanya sebesar 18 persen atau 2,3 juta tCO2e.

"Jika Kota Bogor melaksanakan strategi mitigasi ini, Pemkot hanya akan mengalami peningkatan emisi GRK 18 persen pada tahun 2030, dibandingkan dengan kondisi 2010 tanpa ada strategi akan mengalami peningkatan 123 persen (4,4 juta tCO2e)," kata Sekretaris Daerah Kota Bogor, Ade Sarip Hidayat, dalam diskusi tentang Rencana Aksi Energi dan Iklim Kota Bogor, di Bogor, Kamis.

Ade mengatakan, Pemerintah Kota Bogor mendapat pendampingan dan bantuan dana dari Lembaga Pembangunan Prancis atau Agence Francaise de Developpment (AFD) melalui Kementerian PUPR yang membentuk konsorsium dengan sejumlah lembaga konsultan seperti Factor CO2, untuk menyusun beberapa strategi mitigas yang akan berkontribusi mengurangi emisi GRK sekaligus mencegah dampak bencana yang lebih besar dan tak terduga dari perubahan iklim.

Pemerintah Kota Bogor, lanjut Ade, menerima pertimbangan strategi tersebut yang dijadikan sebagai Rencana Aksi Perubahan Iklim dan Energi atau `Energy and Climate Action Plan` (ECAP).

"Tujuan utamanya adalah untuk mencapai masa depan kota yang rendah karbon dan tahan terhadap perubahan iklim bagi warga Kota Bogor," katanya.

Ia mengatakan, target pencapaian dari stratei tersebut adalah tahun 2030 dengan 10 tindakan prioritas mitigasi pada sektor yang berbeda yakni energi, transportasi, limbah, industri, pertanian dan kehutanan, serta tata guna lahan (AFOLU).

Beberapa tindakan mitigasi potensial tersebut yakni, sektor energi; mempromosikan penggunaan peralatan dan perkakas yang lebih efisien di lingkungan perkantoran, perniagaan, permukiman dan industri.

Sektor transportasi, mengembangkan sistem angkutan umum yang rendah karbon dan berkelanjutan (bus Trans Pakuan) dan menggiatkan pengendara sepeda, penjalan kaki dan angkutan umum.

"Sektor limbah dengan mempromosikan 3M, yakni mengurangi, menggunakan kembali dan mendaur ulang sampah," katanya.

Sedangkan sektor AFOLU yakni melakukan penghijauan atau penanaman hutan dan tata ruang kota yang asri.

Ade menambahkan, Pemerintah Kota Bogor juga berinisiatif untuk membangun kesadaran dan mengembangkan strategi perubahan perilaku yang mengajak warga untuk menyadari bahwa tindakan dan perilaku sehari-hari membawa dampak yang besar dalam pengurangan emisi GRK.

"Kampanye penyadaran dimaksudkan untuk mempromosikan tindakan sederhana seperti mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, lebih gunakan angkutan umum, mematikan lampu dan peralatan lain jika tidak digunakan, membeli perkakas hemas energi, hemat air, dan menggunakan kembali barang yang kita miliki," kata Ade.

Kepala Bidang Fisik dan Prasarana Bappeda Kota Bogor, Lorina Darmastuti mengatakan, kebijakan dan implementasi rendah karbon telah dijalankan oleh Kota Bogor yang dirintis sejak 1995. Sesuai dengan visi sebagai kota dalam taman.

"Pemerintah Kota Bogor telah menjalin kerjasama dengan lembaga internasional dalam upaya implementasi rendah karbon, seperti dengan GIZ dalam penataan transportasi ramah lingkungan dan berkelanjutan, serta ICLEI dalam penggunaan penerangan hemat energi dan ramah lingkungan," katanya.

Lorin menambahkan, untuk memperkuat strategi mitigasi perubahan iklim, Pemerintah Kota Bogor akan mengeluarkan regulasi berupa peraturan wali kota yang mecakup empat sektor tersebut yakni energi, transportasi, limbah dan AFOLU.

"Perwali sedang kita kaji, bisa apa saja, misalnya perwali untuk `green building` yakni menerapkan kebijakan gedung ramah lingkungan, misalnya hotel harus menggunakan peralatan, perkakas yang hemat energi, atau mengurangi penggunaan pendingin udara di gedung pemerintah, atau bisa mendorong penggunaan kendaraan angkutan umum dan bersepeda," katanya.

***3***

T.KR-LR



Nurul H

(T.KR-LR/B/N005/N005) 27-10-2016 18:48:22

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016