Bogor (Antara Megapolitan) - Wakil Wali Kota Bogor Usmar Hariman menyebutkan, sudah saatnya ada langkah komprehensif dalam penanggulangan bencana alam di wilayah Kota Bogor.

"Perlu segera dikeluarkan aturan atau Raperda tentang kawasan konservasi Kota Bogor atau satu tingkat di bawahnya berupa Perwali," kata Usmar di Bogor, Rabu.

Menurut Usmar, Perwali yang dibuat mengacu pada Peraturan Daerah Nomor. 8 tahun 2011 tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) 2011/2013 untuk menyikapi dan menindaklanjuti situasi kondisi Kota Bogor yang banyak terjadi bencana alam terutama longsor di hampir semua wilayah di enam kecamatan dan sebagai kelurahan.

"Kondisi ini dipandang sudah sangat mendesak darurat mengingat dalam musibah yang tidak dapat diprediksi kadang menelan korban jiwa warga," katanya.

Ia menjelaskan, Raperda kawasan konservasi ataupun Perwali akan dapat digunakan nantinya untuk melakukan pencegahan dini akan bahaya longsor dimaksud dengan mengalokasikan anggaran membebaskan kawasan konservasi dengan merelokasi penindakan awal dengan langkah sebagai berikut.

Pertama, sosialisasikan aturan yang ada dan terus menerus melibatkan semua unsur kaitan kawasan konservasi dan sanksi-sanksi sesuai aturan yang ada, dan menjelaskan apa itu kawasan konservasi (wilayah lereng dengan kemiringan di atas 40 persen tidak boleh dibangun, kawasan tebingan, kawasan pinggiran kali atau sungai dan lainnya) karena akan melemahkan daya dukung lingkungan itu sendiri.

"Kedua, meniadakan pungutan pungutan PBB-P2 bagi seluruh bangunan yang tidak sesuai peruntukannya khususnya kawasan dimaksud," kata Usmar.

Yang ketiga, lanjut Usmar, menyiapkan peraturan lebih ditail terkait pengawasan dan implementasi Perda yang ada dapat berupa Perda khusus atau perwali.

"Yang keempat, menganggarkan belanja modal berupa "landbanking" guna memberikan ganti rugi untung atau kerohiman bagi masyarakat yang terdampak di kawasan konservasi," katanya.

Selanjutnya, yang kelima, lanjut Usmar, memberikan batasan perizinan dan sanksi yang melanggar.

"Dinas teknis harus mulai mengidentifikasi sesuai masukan dari berbagai pemangku kepentingan, misal menggunakan peta rawan bencana yang disiapkan oleh BPBD," katanya.

Menurut Usmar, anggaran sudah dicoba dalam "landbanking" yakni mengalokasikan senilai Rp10 miliar, tetap tidak terserap, terkendala aturan dan regulasi.

Saat ini, lanjutnya, penanggulangan bencana dilakukan Pemkot Bogor dengan memperbesar anggaran di pos Biaya Tidak Terduga (BTT) yakni senilai Rp12 miliar, yang penyalurannya dengan prosedural.

"Alhamdulillah sudah bisa dipangkas, dengan terbitnya Perwali tata cara penggunaan BTT," katanya.

Selain itu, lanjut Usmar, aturan detail tata ruang juga masih terhambat pembahasan di DPRD karena menunggu revisi Perda RTRW No 8/2011 tentang RTRW 2011/2013.

Revisi RTRW baru diusulkan 2017 oleh Bappeda.

"Maka perlu terobosan Raperda khusus kawasan kebencian akan atau kawasan konservasi," katanya.

Rabu dini hari sekitar pukul 02.00 WIB, longsor terjadi Kelurahan Cibogo, Kecamatan Bogor Tengah, berlokasi di pembangunan TPT atau talud yang sedang dalam pengerjaan.

Akibat peristiwa longsor tersebut, tiga pekerja bangunan tertimbun, dua korban berhasil selamat dalam kondisi luka berat dan luka ringan. Sedangkan satu pekerja tewas setelah berhasil dievakuasi sekitar pukul 03.50 WIB.

Korban tewas diketahui bernama Azhari usia 50 tahun asal Cirebon. Dua korban luka-luka lainnya Junaedi (40) dan Dion (22).

Longsor melanda Kota Bogor akibat hujan deras dan durasi lama terjadi Selasa (6/9) malam dari pukul 19.00 sampai 21.00 WIB. Tercatat ada empat lokasi longsor yang terjadi di saat bersamaan. Namun, tiga lokasi lainnya tidak terdapat korban jiwa. Hanya sejumlah warga terdampak oleh bencana tersebut.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016