Kuasa Hukum Pipit Haryanti (PH) meminta Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, mengembalikan jabatan Kepala Desa Lambangsari, Kecamatan Tambun Selatan kepada kliennya usai dinyatakan tidak bersalah dalam sidang putusan Pengadilan Tinggi Bandung hari ini.

"Sesuai perintah pengadilan, kami berharap segera dipulihkan harkat dan martabat saudari Pipit Haryanti, mengembalikan posisi selaku kepala desa," kata kuasa hukum PH Andi Syafrani di Cikarang, Senin petang.

Ia mengatakan akan berkirim surat kepada Pemerintah Kabupaten Bekasi segera setelah menerima salinan resmi putusan utuh untuk dapat memulihkan kembali harkat dan martabat PH.

"Saat ini yang kami terima baru petikan, ada dua mekanisme, pertama salinan petikan ini amar putusan yang dikeluarkan pengadilan, setelah nanti kami terima barulah kami meminta pemulihan kepada pemerintah daerah," katanya.

Andi menjelaskan permintaan tersebut menindaklanjuti hasil putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Bandung nomor 88/PIDSUS/TPK2022/PN Bandung yang dibacakan Senin (6/2) dengan amar menyatakan PH terbukti tidak melakukan tindak pidana dan dilepaskan dari perbuatan dimaksud.

"Putusan dibacakan siang tadi. Majelis Hakim bahkan memerintahkan untuk segera dibebaskan seketika setelah sidang selesai. Alhamdulillah makanya sekarang sudah bersama-sama kita," ucapnya.

Menurut dia hasil putusan sidang hari ini merupakan sebuah ikhtiar bersama yang merefleksikan bahwa suara keadilan masih ada. Majelis hakim mempertimbangkan fakta-fakta dan kondisi yang berkembang di dalam persidangan.

Dari fakta-fakta tersebut, lanjut Andi, setidaknya ada tiga hal penting yang menjadi alasan putusan sidang. Pertama, PH tidak mendapatkan keuntungan pribadi dari tuduhan yang disampaikan.

Kemudian tidak ada kerugian negara dalam kasus ini karena uang yang dikumpulkan adalah uang dari masyarakat yang secara hukum administratif dan menurut pertimbangan Majelis Hakim PN Bandung dikumpulkan dengan sukarela oleh masyarakat.

"Masyarakat mengumpulkan dengan sukarela, tidak ada paksaan dari pihak manapun, bahkan masyarakat menambahkan biaya untuk target 100 persen program PTSL," katanya.

Alasan ketiga adalah program PTSL terlaksana sesuai dengan tujuan bahkan masyarakat merasakan manfaat dari program yang sebelumnya tidak mampu terlaksana secara penuh di desa itu.

"Dari dua pasal yang didakwakan oleh jaksa secara tegas disebutkan di pasal 12 sedangkan di pasal 11 tidak terbukti unsur pidana, itu alasan yang disebutkan hakim," kata dia.

Konstruksi kasus ini berawal dari pengusutan kasus dugaan tindak pidana korupsi pada program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Lambangsari tahun 2021 oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi.

Kepala Desa Lambangsari Pipit Haryanti diduga menyalahgunakan wewenang dengan memungut uang sebesar Rp400.000 kepada warga untuk mengurus sertifikat tanah.

Dari hasil penyelidikan diketahui jumlah pemohon program Presiden Joko Widodo di Desa Lambangsari itu mencapai 1.165 warga dari tiga dusun dengan total uang hasil pungutan sebesar Rp466 juta.

Baca juga: Pemkab Bekasi perintahkan kades lakukan percepatan perbaikan infrastruktur

Baca juga: Komisi II DPR: Perpanjangan masa jabatan kepala desa harus disertai kualitas SDM

Pewarta: Pradita Kurniawan Syah

Editor : Budi Setiawanto


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023