Amurwani Dwi Lestariningsih berhasil mendapat gelar Doktor di Departemen Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia (FIB UI) dengan predikat cumlaude. 

Amurwani berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul "Adaptasi dan Perlawanan: Studi Memori Kolektif Mantan Tahanan Politik Perempuan G30S–1956 dalam Kehidupan Masyarakat 1968–2019", Amurwani Dwi Lestariningsih melihat sebab para mantan tahanan politik perempuan mempertahankan identitas mereka melalui narasi tandingan dalam tiga organisasi. 

"Rekonstruksi identitas dilakukan untuk menanggalkan stigma negatif yang diterima para mantan tahanan politik perempuan," Amurwani dalam keterangannya, Rabu.

Artikulasi identitas yang dilakukan oleh para mantan tahanan ini telah menghasilkan suatu trajektori baru dalam sejarah ‘orang-orang yang terlupakan dan tersisihkan’. Bahwa telah muncul narasi baru tentang eksistensi mereka dalam bentuk artikulasi identitas, citra diri, ataupun memori yang baru.

Menurut Amurwani, ingatan kolektif dapat digunakan sebagai metode untuk menggali sumber sejarah yang tidak terdapat dalam arsip dan dokumen. Menggali ingatan kolektif bisa membawa pada pandangan baru karena emosi, perasaan, dan pandangan individu para mantan tahanan politik dapat terlihat.

Setelah Reformasi 1998, mantan tahanan politik perempuan mulai membuka diri dan berbaur dengan masyakarat. Mereka membangun jaringan dan kelompok sebagai organisasi perlawanan serta membangun positioning baru untuk mengubah stigma negatif yang selama ini melekat. Sejak saat itu, para mantan tahanan politik mulai aktif memperjuangkan hak-hak sipilnya.

Pada masa reformasi, Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (UU-KKR) yang digagas pemerintah ditolak para mantan tahanan karena mengandung pasal yang dianggap merugikan. 

Pada tahun 2000, Presiden Abdurrahman Wahid menyatakan permohonan maaf kepada para mantan tahanan politik, serta menyampaikan perlunya rekonsiliasi nasional, namun upaya ini gagal. Para mantan tahanan politik kemudian mengajukan class action agar mereka mendapatkan rehabilitasi nama baik dan kompensasi ganti rugi, tetapi upaya ini kembali gagal.

Para mantan tahanan politik perempuan kemudian membentuk tiga organisasi untuk membangun identitas diri melalui narasi tandingan. Narasi tandingan ini didasarkan pada memori kolektif dan pengalaman bersama. Ketiga organisasi tersebut adalah Wanodja Binangkit (WB) dan Paduan Suara Dialita di Jakarta, serta Kiprah Perempuan (Kipper) di Yogyakarta. 

Melalui lagu dan pertunjukan seni, mereka menyampaikan narasi baru kepada generasi muda dan masyarakat tentang peristiwa G30S 1965 dari sudut pandang yang berbeda. Mereka melakukan perlawanan tidak dengan kemarahan, tetapi dengan kelembutan dan kasih sayang.

Turut hadir dalam sidang tersebut, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (PMK RI), Prof. Dr. Muhadjir Effendy, M.A.P.; Rektor UI, Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D.; serta segenap jajaran dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Kemenko PMK, Arsip Nasional Republik Indonesia, Lembaga Administrasi Negara RI, dan Perpustakaan Nasional RI.

Sidang Promosi Doktor yang dilaksanakan di Gedung I FIB UI, pada Senin (9/1), diketuai oleh Prof. Dr. Agus Aris Munandar dengan Promotor Prof. Dr. Susanto Zuhdi dan Ko-Promotor Dr. Linda Sunarti. Adapun Tim Penguji dalam sidang meliputi Dr. Abdurakhman; Prof. Melani Budianta, Ph.D.; Dr. Bondan Kanumoyoso, M.Hum.; Prof. Dr. Clemens Six; dan Prof. Iwan Gardono Sudjatmiko, Ph.D.

Pewarta: Feru Lantara

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2023