Anggota DPR RI Dedi Mulyadi siap membayar utang dana bagi hasil (DBH) Rp28 miliar yang tidak sempat dibayarkan selama menjabat Bupati Purwakarta, Jawa Barat, meski dalam ketentuan merupakan kewajiban Pemerintah Kabupaten Purwakarta.
Dedi Mulyadi melalui sambungan telepon, di Purwakarta, Jumat, menyampaikan kalau dirinya siap bertanggung jawab secara finansial jika memang diperlukan untuk melunasi utang pemerintah kabupaten itu.
“Tetapi andaikata utang itu harus dibayar secara pribadi, walaupun itu tidak boleh karena itu uang negara, saya siap seluruh aset yang saya miliki saya berikan ke pemerintah daerah. Tak apa saya miskin, yang penting hidup saya tidak merugi,” ungkapnya.
Hal tersebut diungkapkan setelah dalam beberapa hari terakhir beredar video viral Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika yang menyebut mantan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi memiliki utang sebesar Rp28 miliar.
Baca juga: Dedi Mulyadi berharap pemerintah jaga stok dan harga sembako jelang libur Natal
Anne menyebut utang tersebut merupakan DBH yang tidak dibayarkan oleh Dedi Mulyadi selama dua tahun.
Dalam video yang beredar di sejumlah platform media sosial itu, Anne mengaku sempat membayarkan utang tersebut pada tahun pertama menjabat. Namun setelah rumah tangganya retak ia tak mau lagi meneruskan sisa pembayaran.
Terkait hal tersebut, Dedi Mulyadi sempat bertemu dan meminta penjelasan pihak berkompeten untuk menjelaskannya agar lebih objektif.
“Ini bukan urusan rumah tangga, tapi aspek yang menyangkut tata kelola keuangan daerah. Karena yang muncul ke permukaan bukan suami, tapi mantan bupati,” katanya.
Dedi menemui Sekda Purwakarta Norman Nugraha untuk menjelaskan terkait utang Rp28 miliar tersebut.
“Kebetulan waktu saya jadi bupati, Norman ini menjabat sebagai Kabid Perencanaan Keuangan Daerah," kata Dedi.
Baca juga: Dedi Mulyadi: Gempa di Cianjur harus jadi dasar evaluasi tata ruang
Norman menjelaskan terkait utang DBH sudah melalui mekanisme neraca dan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Hal tersebut sudah tercatat sebagai laporan keuangan daerah tahun 2017 yang menyebutkan bahwa Pemkab Purwakarta mempunyai kewajiban terhadap desa kaitan dengan DBH.
“Ketika sudah masuk neraca keuangan, tentunya itu jadi kewajiban pemerintah daerah untuk menyelesaikannya,” kata Norman.
Saat ini dari total Rp28 miliar tersisa utang sebesar Rp19,7 miliar setelah dilakukan pembayaran oleh pemerintah daerah, ujarnya.
“Mudah-mudahan tahun 2024 bisa dibayarkan karena itu kewajiban pemerintah daerah,” kata dia.
Dedi Mulyadi menceritakan tahun terakhir menjabat sebagai Bupati Purwakarta pada tahun 2017.
Baca juga: Dedi Mulyadi susuri lokasi terpencil yang terdampak gempa di Cianjur
Saat itu, ia menyadari bahwa tahun selanjutnya kepemimpinan akan dilanjutkan pejabat sementara yang secara otomatis anggaran tidak akan digunakan optimal karena keterbatasan wewenang.
Menurut Dedi, saat itu ia terus menggenjot pembangunan di Purwakarta agar tak ada lagi sisa utang pembangunan sehingga produk saat dirinya masih menjabat bisa dinikmati publik, seperti jalan dan berbagai bangunan.
“Memang meninggalkan utang pemerintah daerah, tetapi dari sisi kalkulasi ekonomi itu negara diuntungkan. Karena kalau pembangunan dilakukan sekarang maka harganya menggunakan 2017, kemudian dibayarkan 2018-2019 negara untung karena kalau pembangunan digeser ke tahun itu pasti harganya sudah beda,” katanya.
Meski sudah dijelaskan secara rinci oleh Sekda Purwakarta terkait utang yang viral, tapi Dedi siap bertanggung jawab secara finansial jika memang diperlukan untuk melunasi.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022
Dedi Mulyadi melalui sambungan telepon, di Purwakarta, Jumat, menyampaikan kalau dirinya siap bertanggung jawab secara finansial jika memang diperlukan untuk melunasi utang pemerintah kabupaten itu.
“Tetapi andaikata utang itu harus dibayar secara pribadi, walaupun itu tidak boleh karena itu uang negara, saya siap seluruh aset yang saya miliki saya berikan ke pemerintah daerah. Tak apa saya miskin, yang penting hidup saya tidak merugi,” ungkapnya.
Hal tersebut diungkapkan setelah dalam beberapa hari terakhir beredar video viral Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika yang menyebut mantan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi memiliki utang sebesar Rp28 miliar.
Baca juga: Dedi Mulyadi berharap pemerintah jaga stok dan harga sembako jelang libur Natal
Anne menyebut utang tersebut merupakan DBH yang tidak dibayarkan oleh Dedi Mulyadi selama dua tahun.
Dalam video yang beredar di sejumlah platform media sosial itu, Anne mengaku sempat membayarkan utang tersebut pada tahun pertama menjabat. Namun setelah rumah tangganya retak ia tak mau lagi meneruskan sisa pembayaran.
Terkait hal tersebut, Dedi Mulyadi sempat bertemu dan meminta penjelasan pihak berkompeten untuk menjelaskannya agar lebih objektif.
“Ini bukan urusan rumah tangga, tapi aspek yang menyangkut tata kelola keuangan daerah. Karena yang muncul ke permukaan bukan suami, tapi mantan bupati,” katanya.
Dedi menemui Sekda Purwakarta Norman Nugraha untuk menjelaskan terkait utang Rp28 miliar tersebut.
“Kebetulan waktu saya jadi bupati, Norman ini menjabat sebagai Kabid Perencanaan Keuangan Daerah," kata Dedi.
Baca juga: Dedi Mulyadi: Gempa di Cianjur harus jadi dasar evaluasi tata ruang
Norman menjelaskan terkait utang DBH sudah melalui mekanisme neraca dan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Hal tersebut sudah tercatat sebagai laporan keuangan daerah tahun 2017 yang menyebutkan bahwa Pemkab Purwakarta mempunyai kewajiban terhadap desa kaitan dengan DBH.
“Ketika sudah masuk neraca keuangan, tentunya itu jadi kewajiban pemerintah daerah untuk menyelesaikannya,” kata Norman.
Saat ini dari total Rp28 miliar tersisa utang sebesar Rp19,7 miliar setelah dilakukan pembayaran oleh pemerintah daerah, ujarnya.
“Mudah-mudahan tahun 2024 bisa dibayarkan karena itu kewajiban pemerintah daerah,” kata dia.
Dedi Mulyadi menceritakan tahun terakhir menjabat sebagai Bupati Purwakarta pada tahun 2017.
Baca juga: Dedi Mulyadi susuri lokasi terpencil yang terdampak gempa di Cianjur
Saat itu, ia menyadari bahwa tahun selanjutnya kepemimpinan akan dilanjutkan pejabat sementara yang secara otomatis anggaran tidak akan digunakan optimal karena keterbatasan wewenang.
Menurut Dedi, saat itu ia terus menggenjot pembangunan di Purwakarta agar tak ada lagi sisa utang pembangunan sehingga produk saat dirinya masih menjabat bisa dinikmati publik, seperti jalan dan berbagai bangunan.
“Memang meninggalkan utang pemerintah daerah, tetapi dari sisi kalkulasi ekonomi itu negara diuntungkan. Karena kalau pembangunan dilakukan sekarang maka harganya menggunakan 2017, kemudian dibayarkan 2018-2019 negara untung karena kalau pembangunan digeser ke tahun itu pasti harganya sudah beda,” katanya.
Meski sudah dijelaskan secara rinci oleh Sekda Purwakarta terkait utang yang viral, tapi Dedi siap bertanggung jawab secara finansial jika memang diperlukan untuk melunasi.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022