Bogor (Antara Megapolitan) - Persaudaraan Muslimin Indonesia mendesak pemerintah pusat membatalkan rencana pencabutan peraturan daerah tentang larangan minuman beralkohol yang masuk dalam 3.266 perda yang dianggap menghambat investasi dan pembangunan.

"Parmusi telah menginstruksikan seluruh pimpinan pusat, wilayah, dan daerah, termasuk para kader yang menjabat sebagai anggota legislatif dan eksekutif untuk menolak rencana pencabutan perda larangan miras di daerah masing-masing," kata Ketua Umum Parmusi Usamah Hisyam dalam acara "Workshop Da`wah" diselenggarakan DPP Parmusi di Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu.

Ia mengemukakan keprihatinan tentang rusaknya moral bangsa dengan munculnya berbagai fenomena, mulai dari pemerkosaan dan kekerasan seksual di kalangan pelajar, ayah memperkosa anaknya, ibu mencabuli putranya sendiri, pembunuhan anak kandung karena kesulitan ekonomi, praktik aborsi, merebaknya lokasi prostitusi baru di sejumlah daerah, gerakan propaganda LGBT, darurat narkoba, korupsi, dan upaya untuk menghapus perda minuman beralkohol yang dilakukan pemerintah.

Terlihat di sejumlah media sosial, katanya, kegalauan umat Islam Indonesia, terutama ibu-ibu yang membaca rencana kebijakan pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri yang akan mencabut 3.266 peraturan daerah yang dianggap menghambat investasi dan pembangunan.

"Saya menerima pesan `whatsapp` di jaringan pribadi saya, dari seorang ibu yang menebarkan konten keprihatinannya. Kesedihannya terhadap pemerintah, karena tugas yang akan dihadapinya sebagai orang tua untuk membina putra-putrinya semakin berat," katanya.

Ia menyebutkan salah satu kerusakan bangsa karena adanya minuman beralkohol. Kasus pemerkosaan terhadap Yuyun di Provinsi Bengkulu juga diawali oleh pemuda yang mabuk-mabukan.

Undang-undang tentang perlindungan anak yang dibuat pemerintah, katanya, tidak akan optimal ditegakan jika tidak ada upaya untuk membentengi umat melalui peraturan yang melarang peredaran minuman beralkohol.

"Di Papua saja, pemerintah daerahnya memberlakukan perda minuman beralkohol, karena ingin rakyatnya produktif tidak malas-malasan karena sering minum-minum. Kenapa pemerintah pusat malah mencabut perda ini. Rencana pencabutan ini benar-benar harus dikaji," katanya.

Ia mengatakan untuk mempercepat kemajuan investasi dan pembangunan tidak boleh menghalalkan secara cara.

Indonesia sebagai negara yang mayoritas berpenduduk muslim, katanya, tidak boleh dibangun dengan uang yang haram (peredaran minuman beralkohol, red.).

"Kita adalah negara Berketuhanan Yang Maha Esa, nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama tidak boleh ditabrakan atas nama investasi dan pembangunan," katanya.

Usmah mengatakan jika pemerintah tidak membatalkan rencananya dan mengabaikan imbauan Parmusi tersebut, dengan tetap mengambil kebijakan mencabut perda larangan minuman beralkohol, maka Parmusi akan mengambil sikap tegas dengan mencabut dukungan kepada Pemerintahan Jokowi-JK.

"Sebagai Ketua Umum Parmusi, saya menginstruksikan agar dalam mukernas akhir September 2016 nanti, Parmusi harus mengambil keputusan tegas, menggalang ormas Islam di seluruh Indonesia untuk mencabut dukungan terhadap Pemerintahan Jokowi-JK," katanya.

Sejumlah media memberitakan Kementerian Dalam Negeri akan mencabut 3.266 peraturan daerah yang dianggap menghambat investasi dan pembangunan. Di antara perda tersebut ada perda berisi pelarangan terhadap minuman beralkohol.

Namun pemberitaan tersebut diluruskan oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dengan mengatakan bahwa setiap daerah harus memiliki peraturan daerah berisi pelarangan minuman beralkohol karena membahayakan generasi muda.

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2016