Pemerintah Indonesia yang diwakili Menteri Investasi/ Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dan Swiss Head of Economic Affairs, Education and Research (EAER) Swiss Federal Councillor Guy Parmelin menandatangani perpanjangan perjanjian kerja sama perdagangan dan investasi bilateral.
“Kami tanda tangan perpanjangan perjanjian kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Swiss yang dilakukan sejak 1974 dan berakhir tahun 2006,” kata Menteri Bahlil usai penandatanganan di Davos, Swiss, Selasa malam waktu setempat.
Poin yang disepakati diantaranya menyangkut perdagangan dan investasi. Bahlil mengatakan bahwa Swiss merupakan salah satu negara yag masuk 10 besar di dunia tujuan investasi dan capaian tersebut sebelumnya belum pernah terjadi.
Swiss juga terkenal dengan teknologinya yang maju dengan pasar dunia cukup baik.
“Di dalam isinya, salah satunya menyangkut kepastian dan keamanan bagi para investor, baik dari Indonesia ke Swiss maupun dari Swiss ke Indonesia,” ujarnya.
Baca juga: Promosikan forum B20, KADIN Indonesia lakukan tur Eropa dua pekan
Bahlil juga mengapresiasi Duta Besar Indonesia untuk Swiss Muliaman Hadad yang begitu intens mengawal proses negosiasi yang juga didampingi oleh Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Perdagangan.
Lebih lanjut ia menyampaikan, perjanjian tersebut tak langsung diperpanjang karena ada sejumlah permasalahan yang cukup alot dan perlu dinegosiasikan dan dibahas secara menyeluruh.
“Pertama, katakanlah jika terjadi peperangan, siapa yg akan bertanggung jawab terkait investasi itu. Poin kedua, terkait force major yang tidak pernah terpikirkan, siapa yang akan bertanggung jawab,” tuturnya.
Sedangkan poin ketiga, pertimbangan ketika investor Indonesia akan masuk ke Swiss dan Indonesia meminta perlakukan yang adil dan rata.
Selain itu, Menteri Bahlil juga bertemu dengan salah satu perusahaan Swiss yang ingin bekerja sama terkait teknologi gasifikasi seperti air product sebagai bentuk antisipasi jika terjadi perang antara Ukraina dan Rusia.
“Mereka sedang mencari dimana negara yang bisa menghasilkan gas dan kita mendorong hilirisasi baru bara dan ini yang kita diskusikan,” kata Bahlil menjelaskan.
Menurut dia, dengan adanya perusahaan Swiss yang bekerja sama dengan Indonesia merupakan sebuah langkah baik agar Indonesia ke depan bisa lebih terbuka pada beberapa negara Eropa agar investasi Indonesia tidak hanya dikuasi oleh satu negara.
“Kalau politik ada bebas aktif, ekonomi juga ada bebas aktif, kita tidak boleh mau dikuasi oleh suatu negara tertentu. Kita terbuka selama mereka mau mengikuti aturan yang ada di negara kita dan mereka harus mau berkolaborasi dengan pengusaha yg ada di daerah, pusat, maupun UMKM,” kata Bahlil.
Baca juga: Kadin Indonesia bentuk "Carbon Market Hub" dukung transisi energi
Baca juga: BKPM-Hipmi tandatangani kerja sama fasilitasi UMKM naik kelas
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022