Dewan Guru Besar (DGB) bekerja sama dengan Dewan Pakar Himpunan Alumni (HA) IPB University berikan rekomendasi kebijakan untuk antisipasi lonjakan harga pangan. Dalam rekomendasi tersebut, DGB IPB University menyoroti pada tiga komoditas yaitu minyak goreng, kedelai dan daging sapi.

“Terkait minyak goreng, rekomendasi dari kami adalah menghimbau agar pemerintah memberikan respon cepat untuk memastikan masyarakat dapat menjangkau harga minyak goreng,” ujar Ketua DGB IPB University, Prof Evi Damayanti.

Rekomendasi ini, lanjutnya, juga menyebutkan bahwa mekanisme subsidi masih bisa menjadi salah satu upaya. Akan tetapi memerlukan perhitungan yang cermat.

Baca juga: Indonesia Bebas Mafia Pangan

“Pelaksanaan subsidi dapat dilaksanakan langsung oleh pemerintah melalui Badan Pangan Nasional dan operatornya adalah Badan Urusan Logistik (Bulog). Data dasar terkait produsen, volume produksi dan jaringan distribusi minyak goreng harus akurat untuk memetakan potensi dan distribusi produksi minyak goreng secara nasional,” ujarnya.

Selain itu, DGB IPB University menilai lonjakan harga yang terjadi pada komoditas kedelai disebabkan adanya penurunan produksi dalam negeri. Penurunan produksi pada dua dekade terakhir ini menjadi pemberat situasi ketidakstabilan pasar.

“Hal ini menyebabkan kenaikan proporsi impor mencapai 80 persen dari kebutuhan nasional. Ini menandakan bahwa harga kedelai di Indonesia sangat bergantung pada harga di pasar internasional. Mengikuti kaidah food price transmission, maka perubahan harga di pasar internasional akan ditransmisi di pasar domestik, walaupun akan ada time lag sekitar 2-3 bulan,” jelasnya.

Baca juga: Empat milenial kreatif menangkan lomba olahan pangan Kementan

Sementara itu, imbuhnya, pada kasus daging sapi, situasi kritis bersumber dari ketergantungan pada satu negara pemasok yang dominan yaitu Australia. Fluktuasi produksi dan harga di negara pemasok secara langsung mengganggu pasar dalam negeri.

Selain itu, biaya logistik yang tinggi sebagai akibat dari rantai pasok yang panjang serta nilai tukar, berpengaruh juga dalam pembentukan harga. Di lain sisi, penyediaan sapi lokal masih sulit diharapkan karena peternak berbisnis secara subsisten dan tidak responsif terhadap insentif dan sinyal pasar.

“Peran aktif pemerintah baik pusat maupun daerah diperlukan untuk mendukung efisiensi biaya logistik,” ujarnya.  Sehingga dalam jangka pendek, katanya, kebijakan yang direkomendasikan meliputi mewajibkan importir untuk menyerap sebagian kedelai produksi domestik, yang diberlakukan secara temporer.

Baca juga: Peranan Ilmu Pangan dalam menjawab tantangan pembangunan di Indonesia

“Prasyarat implementasi kebijakan ini adalah akurasi data petani secara spasial. Pemerintah harus menentukan target rasio impor terhadap produksi kedelai domestik yang kemudian disusun dalam peta alur untuk pencapaian peningkatan produksi. Melakukan relaksasi impor dengan melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai wakil pemerintah dan melakukan kerjasama bilateral dan Business to Business untuk meningkatkan efisiensi logistik,” jelasnya.

Ia menambahkan, DGB IPB University dan Dewan Pakar Himpunan Alumni IPB University juga menghimbau agar kebijakan jangka menengah/panjang perlu diimplementasikan lebih serius lagi dan secara kontinyu dijalankan untuk tiga komoditas tersebut.

Pewarta: Prof Evi Damayanti

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2022