Stunting kini tengah menjadi isyu global. Ini adalah masalah gizi kronis pada anak-anak akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang. Terutama pada 1.000 hari pertama kehidupan seorang anak. Akibatnya, proses tumbuh kembang anak terganggu.
Perkembangan otaknya terhambat. Pertumbuhan tinggi badannya, juga tersendat. Badan anak jadi lebih pendek dibanding anak-anak seusianya. Kendatipun belum tentu anak yang pendek mengalami stunting.
Data Global Nutrition tahun 2019 menyebutkan, saat ini jumlah stunting global mencapai 149 juta anak. Dari jumlah tersebut sebanyak 34,4% berada di Asia. Di Indonesia, berdasarkan hasil survey Status Gizi Balita Indonesia, sebetulnya telah terjadi penurunan jumlah anak stunting.
Baca juga: Bima Arya ingatkan saat ini persoalan kesehatan bukan hanya COVID-19
Pada tahun 2019 tercatat kasus stunting di Indonesia mencapai 27,67 %. Tetapi WHO menilai jumlah itu masih tinggi. Harus turun sampai di bawah 20%. Oleh karena itu pemerintah mentargetkan, di tahun 2024 jumlah balita stunting diusahakan tinggal 14%.
Kepala BKKBN, Dr .(HC) dr Hasto Wardoyo, Sp OG mengungkapkan, saat ini diantara 5 juta kelahiran bayi, 1,2 juta bayi lahir dengan kondisi stunting. Sebanyak 23% bayi lahir sudah prevalensi stunting. Ditambah banyak yang lahirnya terbilang normal, kemudian menjadi stunting karena kurang asupan gizi, sehingga angkanya menjadi 27%.
Baca juga: Pencegahan dan penanganan stunting di Kota Bogor melalui puskesmas dan posyandu
Bayi yang lahir dengan kategori gizi kurang, terukur dari panjang badan tidak mencapai 48 cm dan berat tubuh di bawah 2,5 kg.
Untuk Kota Bogor, catatan Dinas Kesehatan Kota Bogor menyebutkan, jumlah balita saat ini mencapai 84.729. Status gizinya beragam. Bayi dengan Berat Badan Sangat Kurang jumlahnya 674 dan Berat Badan Kurang 3.262. Balita dengan status gizi buruk 614 dan gizi kurang 2.376. Sedangkan yang terkategorikan stunting berjumlah 5.392 anak atau 7,44%. Terdiri dari 1.590 tergolong sangat pendek dan 3.802 tergolong pendek.
Di 12 kelurahan di Kota Bogor, jumlah anak stunting dalam setahun terakhir ini cenderung menurun. Kecuali di Kelurahan Bondongan dan Kelurahan Rangga Mekar, jumlahnya masih di atas 10%. Supaya jumlah anak stunting tidak bertambah, Dinas Kesehatan Kota Bogor melakukan berbagai upaya, dengan sejumlah program dan kegiatan yang dilaksanakan sesuai kondisi pandemi Covid-19.
“Ada kegiatan yang disesuaikan, seperti distribusi tablet tambah darah untuk ibu hamil dan remaja putri dengan cara pembagian door to door oleh para kader Posyandu, karena remaja putri kan sekolahnya tutup,” ungkap Woro Rachtiyah Amadewi, SKM.MM, Nutrisionis Ahli Madya, pada Dinas Kesehatan Kota Bogor.
Baca juga: Bunda Stunting Bogor janji lebih peduli kepada warga gizi buruk
Kegiatan ini dilakukan dengan program Moyan Sehat – Mobile Posyandu Kesehatan- untuk mengatasi kegiatan Posyandu yang ditutup.
“Tapi selama pandemi ini justru kami juga berhasil mendirikan 15 unit Posyandu Remaja,” lanjutnya.
Baca juga: Cegah stunting, ribuan warga makan telur dan ayam
Penanganan kondisi kesehatan para remaja puteri merupakan pencegahan dini. Mereka para calon ibu yang akan mengalami proses kehamilan. Oleh karenanya kondisi kesehatan dan gizi mereka penting dipantau. Termasuk mencegah mereka mengalami anemia atau kurang darah. Sebab kondisi itu akan sangat berpengaruh pada janin yang dikandung.
Pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) bayi adalah masa penting bagi pertumbuhannya. “Pemenuhan gizi di dalam kurun waktu tersebut sangat penting, karena apabila asupan nutrisi sejak 1000 HPK tidak terpenuhi, maka dampaknya pada perkembangan anak akan bersifat permanen,” lanjut Woro.
Selain kegiatan tadi, juga dilakukan pemantauan pertumbuhan balita dan pemberian makanan tambahan untuk para ibu hamil dan balita gizi buruk dan gizi kurang. Selain itu tetap dilaksanakan penimbangan balita di rumah, konseling gizi secara online dan penyuluhan terhadap calon pengantin.
Baca juga: Dinkes sosialisasikan cuci tangan dapat cegah stunting
Namun secara strategis, upaya menekan peningkatan jumlah anak stunting, dilakukan dengan melaksanakan 8 Aksi Kovergensi atau Integrasi Penurunan Stunting.
Kedelapan aksi itu adalah, Analisa Situasi, Rencana Kegiatan, Rembug Stunting, Penyusunan Perwali tentang Peran Kelurahan, Kader Pembangunan Manusia, Manajemen Data, Penyusunan dan Publikasi serta Reviu Kinerja Tahunan.
Kesemua aksi dikoordinir Bapeda Kota Bogor. Di luar kedelapan aksi itu, tentu yang tak kalah penting adalah aksi masyarakat. Mencegah kelahiran bayi stunting dengan menjaga kesehatan dan gizi ibu hamil dan bayi serta anak-anak. (Advertorial).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021
Perkembangan otaknya terhambat. Pertumbuhan tinggi badannya, juga tersendat. Badan anak jadi lebih pendek dibanding anak-anak seusianya. Kendatipun belum tentu anak yang pendek mengalami stunting.
Data Global Nutrition tahun 2019 menyebutkan, saat ini jumlah stunting global mencapai 149 juta anak. Dari jumlah tersebut sebanyak 34,4% berada di Asia. Di Indonesia, berdasarkan hasil survey Status Gizi Balita Indonesia, sebetulnya telah terjadi penurunan jumlah anak stunting.
Baca juga: Bima Arya ingatkan saat ini persoalan kesehatan bukan hanya COVID-19
Pada tahun 2019 tercatat kasus stunting di Indonesia mencapai 27,67 %. Tetapi WHO menilai jumlah itu masih tinggi. Harus turun sampai di bawah 20%. Oleh karena itu pemerintah mentargetkan, di tahun 2024 jumlah balita stunting diusahakan tinggal 14%.
Kepala BKKBN, Dr .(HC) dr Hasto Wardoyo, Sp OG mengungkapkan, saat ini diantara 5 juta kelahiran bayi, 1,2 juta bayi lahir dengan kondisi stunting. Sebanyak 23% bayi lahir sudah prevalensi stunting. Ditambah banyak yang lahirnya terbilang normal, kemudian menjadi stunting karena kurang asupan gizi, sehingga angkanya menjadi 27%.
Baca juga: Pencegahan dan penanganan stunting di Kota Bogor melalui puskesmas dan posyandu
Bayi yang lahir dengan kategori gizi kurang, terukur dari panjang badan tidak mencapai 48 cm dan berat tubuh di bawah 2,5 kg.
Untuk Kota Bogor, catatan Dinas Kesehatan Kota Bogor menyebutkan, jumlah balita saat ini mencapai 84.729. Status gizinya beragam. Bayi dengan Berat Badan Sangat Kurang jumlahnya 674 dan Berat Badan Kurang 3.262. Balita dengan status gizi buruk 614 dan gizi kurang 2.376. Sedangkan yang terkategorikan stunting berjumlah 5.392 anak atau 7,44%. Terdiri dari 1.590 tergolong sangat pendek dan 3.802 tergolong pendek.
Di 12 kelurahan di Kota Bogor, jumlah anak stunting dalam setahun terakhir ini cenderung menurun. Kecuali di Kelurahan Bondongan dan Kelurahan Rangga Mekar, jumlahnya masih di atas 10%. Supaya jumlah anak stunting tidak bertambah, Dinas Kesehatan Kota Bogor melakukan berbagai upaya, dengan sejumlah program dan kegiatan yang dilaksanakan sesuai kondisi pandemi Covid-19.
“Ada kegiatan yang disesuaikan, seperti distribusi tablet tambah darah untuk ibu hamil dan remaja putri dengan cara pembagian door to door oleh para kader Posyandu, karena remaja putri kan sekolahnya tutup,” ungkap Woro Rachtiyah Amadewi, SKM.MM, Nutrisionis Ahli Madya, pada Dinas Kesehatan Kota Bogor.
Baca juga: Bunda Stunting Bogor janji lebih peduli kepada warga gizi buruk
Kegiatan ini dilakukan dengan program Moyan Sehat – Mobile Posyandu Kesehatan- untuk mengatasi kegiatan Posyandu yang ditutup.
“Tapi selama pandemi ini justru kami juga berhasil mendirikan 15 unit Posyandu Remaja,” lanjutnya.
Baca juga: Cegah stunting, ribuan warga makan telur dan ayam
Penanganan kondisi kesehatan para remaja puteri merupakan pencegahan dini. Mereka para calon ibu yang akan mengalami proses kehamilan. Oleh karenanya kondisi kesehatan dan gizi mereka penting dipantau. Termasuk mencegah mereka mengalami anemia atau kurang darah. Sebab kondisi itu akan sangat berpengaruh pada janin yang dikandung.
Pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) bayi adalah masa penting bagi pertumbuhannya. “Pemenuhan gizi di dalam kurun waktu tersebut sangat penting, karena apabila asupan nutrisi sejak 1000 HPK tidak terpenuhi, maka dampaknya pada perkembangan anak akan bersifat permanen,” lanjut Woro.
Selain kegiatan tadi, juga dilakukan pemantauan pertumbuhan balita dan pemberian makanan tambahan untuk para ibu hamil dan balita gizi buruk dan gizi kurang. Selain itu tetap dilaksanakan penimbangan balita di rumah, konseling gizi secara online dan penyuluhan terhadap calon pengantin.
Baca juga: Dinkes sosialisasikan cuci tangan dapat cegah stunting
Namun secara strategis, upaya menekan peningkatan jumlah anak stunting, dilakukan dengan melaksanakan 8 Aksi Kovergensi atau Integrasi Penurunan Stunting.
Kedelapan aksi itu adalah, Analisa Situasi, Rencana Kegiatan, Rembug Stunting, Penyusunan Perwali tentang Peran Kelurahan, Kader Pembangunan Manusia, Manajemen Data, Penyusunan dan Publikasi serta Reviu Kinerja Tahunan.
Kesemua aksi dikoordinir Bapeda Kota Bogor. Di luar kedelapan aksi itu, tentu yang tak kalah penting adalah aksi masyarakat. Mencegah kelahiran bayi stunting dengan menjaga kesehatan dan gizi ibu hamil dan bayi serta anak-anak. (Advertorial).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2021