Bogor, (Antara Megapolitan) - Sejumlah peneliti dari Asia berkumpul di Kota Bogor, Jawa Barat dalam workshop dan konferensi internasional penanganan dan pengolahan pascapanen pertanian guna mengurangi kehilangan hasil pangan (food losses) dan pangan bersisa (food waste).
"Ada sekitar 200 peserta worskhop yang terdiri dari para peneliti dari lembaga penelitian nasional maupun internasional, pengambil kebijakan," kata Evi Safitri selaku panitia, di sela-sela workshop, Rabu.
Selain itu katanya ada juga pemerintah daerah baik dari Indonesia maupun negara-negara Asia seperti Thailand, Vietnam, dan Korea Selatan yang akan bertukar pikiran tentang mengendalikan kehilangan hasil pangan.
Evi mengatakan, tujuan dari penyelenggaraan workshop dan konferensi ini adalah mendengarkan pengalaman serta hasil penelitian para peserta dari berbagai negara terkait persoalan kehilangan hasil pangan dan pangan bersisa.
Ia mengatakan, masalah kehilangan hasil pangan dan pangan bersisa beberapa tahun ini menjadi topik penting karena dampaknya yang besar baik terhadap perekonomian, lingkungan hidup dan juga ketahanan pangan suatu negara.
"Secara ekonomi, kehilangan hasil pangan menggambarkan investasi yang terbuang percuma sehingga dapat mengurangi pendapatan petani karena biaya saprodi seperti bibit, pupuk dan pestisida yang sudah dikeluarkan tidak menghasilkan pendapatan," katanya.
Selain itu, lanjutnya, dampak dari kehilangan hasil pangan dan pangan bersisa juga berpengaruh pada lingkungan yakni timbulkan emisi rumah kaca yang terbuang percuma, penggunaan air dan tanah yang tidak efektif dan efisien yang pada gilirannya dapat menyebabkan kerusakan ekosistem.
"Wokrshop ini menghadirkan pembicara dari FAO, peneliti dari Itali, Prancis, Korea Selatan, Bangkok, Vietnam, dan juga Indonesia. Hasil dari pertemuan ini akan menjadi rekomendasi untuk Kementerian Pertanian dalam upaya mengurangi food losses dan waste," katanya.
Perwakilan dari FAO Asia Pasific, Rosa Rolle menyebutkan, bahwa sekitar 1,3 miliar ton per tahun makanan yang diproduksi tidak dapat dikonsumsi karena hilang, rusak, tidak memenuhi standar kualitas atau bahkan terbuang karena kadaluarsa ataupun tidak dapat dikonsumsi walaupun sudah dibeli.
"Jumlah ini sangat besar, cukup untuk memberi makan penduduk dunia saat ini yang mencapai 7 miliar orang," katanya.
Rosa mengatakan, data FAO lainnya, food losses pada tanaman serealia, daging dan sayuran merupakan kontributor utama emisi karbon khususnya di kawasan Asia. Food losses dan food waste juga dapat berpengaruh pada melemahnya ketahanan pangan suatu bangsa yang memang menjadi perhatian utama sebagian besar negara berkembang.
Sebelumnya ia menjelaskan, food losses kerap terjadi di negara-negara berkembang, sedangkan food waste didominasi oleh negara-negara maju.
"Kondisi ini menjadi tantangan yang sangat besar, bagaimana mencukupi kebutuhan pangan untuk populasi dunia yang diperkirakan mencapai 9,1 miliar pada 2050," katanya.
Para peneliti baik dari perguruan tinggi, badan litbang, dan pemerintah daerah yang hadir akan mengikuti kegiatan workshop dan konferensi internasional selama dua hari 18-19 November di Kota Bogor.
Adapun ruang lingkup topik yang dibahas dalam pertemuan tersebut antara lain, status terkini food losses dan waste (FLW), teknologi penurunan FLW, pemanfaatan limbah pertanian, kebijakan dan rekomendasi FLW. Ada sekitar 74 paper yang akan disampaikan selama dua hari penyelenggaraan kegiatan.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015
"Ada sekitar 200 peserta worskhop yang terdiri dari para peneliti dari lembaga penelitian nasional maupun internasional, pengambil kebijakan," kata Evi Safitri selaku panitia, di sela-sela workshop, Rabu.
Selain itu katanya ada juga pemerintah daerah baik dari Indonesia maupun negara-negara Asia seperti Thailand, Vietnam, dan Korea Selatan yang akan bertukar pikiran tentang mengendalikan kehilangan hasil pangan.
Evi mengatakan, tujuan dari penyelenggaraan workshop dan konferensi ini adalah mendengarkan pengalaman serta hasil penelitian para peserta dari berbagai negara terkait persoalan kehilangan hasil pangan dan pangan bersisa.
Ia mengatakan, masalah kehilangan hasil pangan dan pangan bersisa beberapa tahun ini menjadi topik penting karena dampaknya yang besar baik terhadap perekonomian, lingkungan hidup dan juga ketahanan pangan suatu negara.
"Secara ekonomi, kehilangan hasil pangan menggambarkan investasi yang terbuang percuma sehingga dapat mengurangi pendapatan petani karena biaya saprodi seperti bibit, pupuk dan pestisida yang sudah dikeluarkan tidak menghasilkan pendapatan," katanya.
Selain itu, lanjutnya, dampak dari kehilangan hasil pangan dan pangan bersisa juga berpengaruh pada lingkungan yakni timbulkan emisi rumah kaca yang terbuang percuma, penggunaan air dan tanah yang tidak efektif dan efisien yang pada gilirannya dapat menyebabkan kerusakan ekosistem.
"Wokrshop ini menghadirkan pembicara dari FAO, peneliti dari Itali, Prancis, Korea Selatan, Bangkok, Vietnam, dan juga Indonesia. Hasil dari pertemuan ini akan menjadi rekomendasi untuk Kementerian Pertanian dalam upaya mengurangi food losses dan waste," katanya.
Perwakilan dari FAO Asia Pasific, Rosa Rolle menyebutkan, bahwa sekitar 1,3 miliar ton per tahun makanan yang diproduksi tidak dapat dikonsumsi karena hilang, rusak, tidak memenuhi standar kualitas atau bahkan terbuang karena kadaluarsa ataupun tidak dapat dikonsumsi walaupun sudah dibeli.
"Jumlah ini sangat besar, cukup untuk memberi makan penduduk dunia saat ini yang mencapai 7 miliar orang," katanya.
Rosa mengatakan, data FAO lainnya, food losses pada tanaman serealia, daging dan sayuran merupakan kontributor utama emisi karbon khususnya di kawasan Asia. Food losses dan food waste juga dapat berpengaruh pada melemahnya ketahanan pangan suatu bangsa yang memang menjadi perhatian utama sebagian besar negara berkembang.
Sebelumnya ia menjelaskan, food losses kerap terjadi di negara-negara berkembang, sedangkan food waste didominasi oleh negara-negara maju.
"Kondisi ini menjadi tantangan yang sangat besar, bagaimana mencukupi kebutuhan pangan untuk populasi dunia yang diperkirakan mencapai 9,1 miliar pada 2050," katanya.
Para peneliti baik dari perguruan tinggi, badan litbang, dan pemerintah daerah yang hadir akan mengikuti kegiatan workshop dan konferensi internasional selama dua hari 18-19 November di Kota Bogor.
Adapun ruang lingkup topik yang dibahas dalam pertemuan tersebut antara lain, status terkini food losses dan waste (FLW), teknologi penurunan FLW, pemanfaatan limbah pertanian, kebijakan dan rekomendasi FLW. Ada sekitar 74 paper yang akan disampaikan selama dua hari penyelenggaraan kegiatan.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015