Jakarta (Antara Megapolitan) - Ahli penyakit syaraf dr Andreas Harry Sp. S (K) menyatakan bahwa jumlah penderita penyakit alzheimer's di Indonesia sebanyak 18,1 juta adalah bersifat kemungkinan.

"Pendapat saya 18,1 juta penderita itu adalah 'Probable Alzheimer's Disease' (kemungkinan penyakit Alzheimer) yang ditegakkan berdasarkan klinis dan neuropsikologi test," katanya, di Jakarta, Jumat.

Ia memberikan tanggapan itu atas berita yang dilansir dalam sebuah "running text" televisi swasta (Berita Satu) pada Rabu (2/9), di mana Menkes Nila F Moeloek menyatakan saat ini 18,1 juta penderita alzheimer's.

Sedangkan dalam laman ttp://www.beritasatu.com/kesehatan/303873-18-juta-orang-indonesia-derita-demensia-alzheimer.html, Menkes menyebut jumlah itu merupakan 7,6 persen dari total populasi.    

Menurut Andreas, berdasarkan studi epidemiologi prevalensi negara maju diperkirakan tiga persen dari kelompok populasi usia >65 tahun dan akan berlipat ganda dalam lima tahun kelompok umur, sehingga diperkirakan prevalensi kelompok umur 85 tahun adalah 30-40 persen.

Ia mengatakan, yang saat ini harus ditegakkan secara definitif adalah sesuai konsensus Konferensi Internasional Alzheimer's Disease 2013, dengan alasan oleh karena penyakit Alzheimer's adalah merupakan penyakit neurodegeneratif yang sangat progresif (neuronal loss) dengan klinis progresif gangguan kognitif memori, bahasa, visuospatial, fungsi eksekutif dan berakhir kematian dalam 6-8 tahun kemudian.

Keadaan ini, kata anggota "International Advance Research" Asosiasi Alzheimer Internasional (AAICAD) itu, memberikan dampak besar dalam psiko-sosio-ekonomi pada penderita dan keluarga.

Fenomena dan kondisi itu telah disampaikannya saat menjadi pembicara pada Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Spesialis Syaraf Indonesia (Perdossi) VIII pada 7 Agustus 2015 di Makassar, Sulsel.

Ia menegaskan, penentuan definitif ini berdasarkan ditemukannya tanda khas patologi (hallmark) yaitu "ß amyloid" (Aß) plaque extra-seluler otak yang unsoluble (tidak larut), aggregate (menggumpal), "Aß 42" (long form) dan "neurofibrillary tangles tau protein intraseluler" otak (hiperphosphorylasi tau).

Tanda khas ini, katanya, dapat dideteksi dini melalui biomarker-biomarker antara lain kadar "Aß42" liquor/plasma, "Aß42" pembuluh darah, pankreas, usus, otot (sistemik 'Aß'), "voxel morphometry hippocampus", "AD endophenotype", "FDG PETScan Brain", "Radioligan specific ß amyloid imaging/tau imaging PiB PETScan Brain", "ApoE4", "pretangles test".

Di Amerika Serikat (AS), katanya, saat ini, definitif penyakit Alzheimer's terdapat pada 5,5 juta penderita, lebih dari 90 persen terjadinya secara sporadik (akibat disfungsi mitochondria neuron yang berlanjut terjadinya failure mitochondria (mitochondria cascade)) yang berakibat terjadinya "Aß plaque", penurunan pembentukan ATP, terganggunya "axonal transport electron", "sinaptic loss", "death neuron".

Sedangkan yang "familial" hanya lima persen akibat mutasi protein gen "AßPP" atau mutasi protein gen presenilin 1, dan atau mutasi protein gen presenilin 2.

Ia juga menjelaskan bahwa biaya penanganan 5,5 juta penderita tersebut di AS mencapai satu miliar dolar AS.

Faktor resiko terjadinya penyakit Alzheimer's, katanya, adalah "Advancing age", "Mild cognitive impairment" (MCI), "Dementia Syndrome", dan dari sisi jender kaum wanita lebih banyak dari pria.

Lainnya adalah "Family history AD", "Diabetes Mellitus", "Cerebrovascular Disease", "Significant Brain Injury", "Hypertension", "Elevated homocysteine", "Elevated fat in the diet".

Untuk terapi, kata dia, saat ini hanya meliputi perbaikan kognitif tanpa dapat menghentikan proses patologi.

Pengobatan masa depan (future treatment) adalah pengikatan "ß amyloid" yang terbentuk (immunisasi pasif) dan immunisasi aktif penghentian proses pembentukan "Aß plaque" (studi phase III), demikian Andreas Harry.

Pewarta: Andi Jauhari

Editor : M.Ali Khumaini


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015