Berdasarkan laporan dari WHO pada peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2020, disebutkan bahwa sebanyak 225.700 orang meninggal di Indonesia akibat merokok atau penyakit lain yang berkaitan dengan tembakau. Survei yang dilakukan pada tahun 2013 dan 2018 menunjukkan bahwa pengguna tembakau di Indonesia masih tergolong tinggi di kalangan dewasa maupun remaja.
Prevalensi perokok dewasa masih belum menunjukkan penurunan selama 5 tahun ke belakang dan prevalensi perokok remaja usia 10-19 tahun meningkat dari 7,2% pada tahun 2013 menjadi 9,1% pada tahun 2018. Data yang dirilis oleh Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada tahun 2019 menunjukkan bahwa dari keseluruhan pelajar usia 13-15 tahun di Indonesia sebanyak 2 dari 3 anak laki-laki dan hampir 1 dari 5 anak perempuan sudah pernah menggunakan produk tembakau.
Sebanyak 19,2% pelajar saat ini merokok dan 60,6% nya tidak dicegah untuk membelinya. Lalu, waktu memulai pengonsumsian rokok terbanyak berada di rentang usia 15-19 tahun yang berarti sejak usia SD dan SMP sudah banyak remaja yang mulai merokok.
Angka-angka tersebut sangatlah mengkhawatirkan karena sebagaimana yang kita tahu perilaku merokok dapat menyebabkan banyak sekali permasalahan kesehatan seperti dapat meningkatkan risiko terjangkitnya Penyakit Tidak Menular (PTM), berkontribusi terhadap kejadian stunting, dan dapat menghambat pertumbuhan anak.
Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia yang faktor risiko nya adalah kebiasaan merokok. PTM yang dapat terjadi akibat kebiasaan merokok antara lain penyakit jantung, penyakit saluran pernapasan kronis, diabetes, dan kanker.
Selain penyakit-penyakit di atas, rokok juga berdampak buruk di masa pandemi seperti saat ini. Dr. N. Paranietharan, perwakilan WHO untuk Indonesia mengatakan, “Perokok berisiko tinggi untuk penyakit jantung dan penyakit pernapasan yang merupakan faktor risiko tinggi untuk mengembangkan penyakit parah atau kritis dengan COVID-19. Oleh karena itu, perokok di Indonesia berisiko tinggi terkena COVID-19”. Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Dr. dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P (K), FISR, FAPSR mengatakan bahwa ada empat hal yang menjelaskan mengapa merokok dapat meningkatkan risiko terinfeksi COVID-19. Empat hal tersebut yaitu:
1. Merokok menyebabkan gangguan pada sistem imunitas,
2. Merokok meningkatkan regulasi reseptor ACE2,
3. Merokok menyebabkan terjadinya komorbid, dan
4. Aktivitas merokok meningkatkan transmisi virus ketubuh melalui media tangan yang sering memegang area mulut saat merokok.
Lalu pada 6th Indonesian Conference On Tobacco Or Health (ICTOH) 2020 dijelaskan terkait hubungan antara COVID-19 dan rokok. Dalam konferensi tersebut disebutkan bahwa terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa rokok dapat mempengaruhi kejadian COVID-19, seperti memperbesar peluang seseorang terkena COVID-19, memperparah penyakit, serta meningkatkan peluang kematian.
Lalu dijelaskan juga terkait perilaku merokok dan infeksi TBC yang dapat meningkatkan resiko infeksi COVID-19, dijelaskan bahwa perilaku merokok akan merusak silia di tenggorokan yang berfungsi sebagai penghalang kuman untuk masuk dan juga merokok meningkatkan jumlah reseptor ACE2 di permukaan sel pernapasan yang nantinya reseptor ini menjadi tempat COVID-19 bereplikasi dan menyebar. Selain itu merokok juga dapat membahayakan imunitas tubuh dan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi TBC maupun COVID-19.
Oleh karena itu, sudah seharusnya kita mulai melakukan langkah konkret untuk mengurangi angka perokok di Indonesia dari kalangan manapun.
Untuk menyukseskan langkah tersebut, diperlukan kolaborasi yang sinergis antara pemerintah selaku pembuat dan penegak kebijakan terkait pendisiplinan produksi dan konsumsi rokok, serta masyarakat yang dapat mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah terkait tembakau atau rokok ini. Hal tersebut sangatlah diperlukan untuk masa depan kesehatan Indonesia yang lebih baik lagi.
Penulis: Farhan Rafif Hanafi dan Isna Mutiara Salsabila
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020
Prevalensi perokok dewasa masih belum menunjukkan penurunan selama 5 tahun ke belakang dan prevalensi perokok remaja usia 10-19 tahun meningkat dari 7,2% pada tahun 2013 menjadi 9,1% pada tahun 2018. Data yang dirilis oleh Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada tahun 2019 menunjukkan bahwa dari keseluruhan pelajar usia 13-15 tahun di Indonesia sebanyak 2 dari 3 anak laki-laki dan hampir 1 dari 5 anak perempuan sudah pernah menggunakan produk tembakau.
Sebanyak 19,2% pelajar saat ini merokok dan 60,6% nya tidak dicegah untuk membelinya. Lalu, waktu memulai pengonsumsian rokok terbanyak berada di rentang usia 15-19 tahun yang berarti sejak usia SD dan SMP sudah banyak remaja yang mulai merokok.
Angka-angka tersebut sangatlah mengkhawatirkan karena sebagaimana yang kita tahu perilaku merokok dapat menyebabkan banyak sekali permasalahan kesehatan seperti dapat meningkatkan risiko terjangkitnya Penyakit Tidak Menular (PTM), berkontribusi terhadap kejadian stunting, dan dapat menghambat pertumbuhan anak.
Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia yang faktor risiko nya adalah kebiasaan merokok. PTM yang dapat terjadi akibat kebiasaan merokok antara lain penyakit jantung, penyakit saluran pernapasan kronis, diabetes, dan kanker.
Selain penyakit-penyakit di atas, rokok juga berdampak buruk di masa pandemi seperti saat ini. Dr. N. Paranietharan, perwakilan WHO untuk Indonesia mengatakan, “Perokok berisiko tinggi untuk penyakit jantung dan penyakit pernapasan yang merupakan faktor risiko tinggi untuk mengembangkan penyakit parah atau kritis dengan COVID-19. Oleh karena itu, perokok di Indonesia berisiko tinggi terkena COVID-19”. Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Dr. dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P (K), FISR, FAPSR mengatakan bahwa ada empat hal yang menjelaskan mengapa merokok dapat meningkatkan risiko terinfeksi COVID-19. Empat hal tersebut yaitu:
1. Merokok menyebabkan gangguan pada sistem imunitas,
2. Merokok meningkatkan regulasi reseptor ACE2,
3. Merokok menyebabkan terjadinya komorbid, dan
4. Aktivitas merokok meningkatkan transmisi virus ketubuh melalui media tangan yang sering memegang area mulut saat merokok.
Lalu pada 6th Indonesian Conference On Tobacco Or Health (ICTOH) 2020 dijelaskan terkait hubungan antara COVID-19 dan rokok. Dalam konferensi tersebut disebutkan bahwa terdapat beberapa penelitian yang menyatakan bahwa rokok dapat mempengaruhi kejadian COVID-19, seperti memperbesar peluang seseorang terkena COVID-19, memperparah penyakit, serta meningkatkan peluang kematian.
Lalu dijelaskan juga terkait perilaku merokok dan infeksi TBC yang dapat meningkatkan resiko infeksi COVID-19, dijelaskan bahwa perilaku merokok akan merusak silia di tenggorokan yang berfungsi sebagai penghalang kuman untuk masuk dan juga merokok meningkatkan jumlah reseptor ACE2 di permukaan sel pernapasan yang nantinya reseptor ini menjadi tempat COVID-19 bereplikasi dan menyebar. Selain itu merokok juga dapat membahayakan imunitas tubuh dan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi TBC maupun COVID-19.
Oleh karena itu, sudah seharusnya kita mulai melakukan langkah konkret untuk mengurangi angka perokok di Indonesia dari kalangan manapun.
Untuk menyukseskan langkah tersebut, diperlukan kolaborasi yang sinergis antara pemerintah selaku pembuat dan penegak kebijakan terkait pendisiplinan produksi dan konsumsi rokok, serta masyarakat yang dapat mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah terkait tembakau atau rokok ini. Hal tersebut sangatlah diperlukan untuk masa depan kesehatan Indonesia yang lebih baik lagi.
Penulis: Farhan Rafif Hanafi dan Isna Mutiara Salsabila
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020