Bogor, (Antaranews-Bogor) - Delapan fraksi di DPRD Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat menyampaikan pemandangan umum terhadap empat rancangan peraturan daerah (repeda) yang disampaikan oleh pemerintah kota dalam rapat paripurna DPRD di Bogor, Rabu.

Rapat paripurna anggota dewan tersebut dipimpin Ketua DPRD Kota Bogor Untung W Maryono dan seluruh wakil ketua serta Wali Kota Bima Arya Sugiarto dan Wakil Wali Kota Usmar Hariman.

Empat Raperda yang diajukan Pemerintah Kota Bogor itu adalah Raperda tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan yakni perubahan terhadap Perda Kota Bogor Nomor 13 Tahun 2012, Raperda penyelenggaraan administrasi kependudukan merupakan perubahan dari Perda Kota Bogor Nomor 16 Tahun 2008, bantuan hukum bagi masyarakat miskin, dan Raperda tentang pembentukan produk hukum daerah.

Delapan juru bicara fraksi DPRD menyampaikan pemandangan umumnya terhadap empat raperda tersebut yang hampir seluruhnya menyetujui rancangan peraturan daerah tersebut dan mengharapkan segera diproses untuk menjadi Perda.

Fraksi PDI-Perjuangan yang tampil pertama menyampaikan pandangan oleh juru bicara fraksi Atty Soemardikarya mengapresiasi empat rapeda yang diajukan oleh Pemerintah Kota Bogor terutama terkait Rapeda penyelenggaraan pendidikan menurutnya perlu ada perlu ada penambahan pendidikan informal kepada anak-anak yang berada di lingkungannya.

"Tujuan pendidikan informal ini agar para orang tua atau warga ikut terlibat mengawasi anak-anak agar tidak terjerat kegiatan seperti tawuran, dan kegiatan lainnya. Selain itu perlu ada rambu-rambu atau sanksi-sanksi tegas bagi yang melanggar aturan," katanya.

Sedangkan untuk perda administrasi kepedudukan, Fraksi PDI-P menyampaikan masukannya terkait masih banyak warga yang belum tercatat dalam pencatatan sipil, warga juga tidak mendapatkan pelayanan baik hingga harus mengantri untuk mengurus KTP, ada perlakuan khusus bagi golongan masyarakat tertentu, serta tidak sinkronnya data kependudukan terutama pada saat pemilu.

"Terkait Rapeda bantuan hukum juga menjadi penting, karena masih ada warga yang tidak mampu, dan mereka kerap terjerat persoalan hukum, baik salah tangkap, atau mendapat perlakuan yang tidak adil. Jadi Rapeda ini kami harap segera diproses untuk diperdakan," katanya.

Selanjutnya Fraksi Partai Golkar juga menyambut baik empat raperda yang disampaikan oleh Pemerintah Kota Bogor, karena Perda merupakan instrumen hukum daerah, menjadi peraturan pelaksana dan sebagai alat pengorganisasian meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Empat raperda ini merupakan kebutuhan, pelayanan masyarakat, produk hukum yang kita harapkan segera cepat dibahas," kata Eka Wardhana.

Fraksi berikutnya dari Gerindra menyampaikan apresiasi terhadap pengajuan empat raperda tersebut. Begitu juga dengan Fraksi PKS yang mengusulkan sejumlah poin diantaranya raperda mengenai penyelenggaraan pendidikan, agar sekolah bertaraf internasional dan sekolah RSBI dihapuskan.

                                                         Revitalisasi
Sedangkan Fraksi PPP mengusulkan adanya perhatian dan revitalisasi terhadap museum dan perpustakaan yang juga menjadi bagian penting dalam dunia pendidikan. Catatan lainnya terkait raperda administrasi kependudukan, partai berlambang ka`bah ini mengingatkan pentingnya akurasi data jumlah penduduk di Kota Bogor.

Fraksi Demokrat, Hanura dan Fraksi gabungan Amanat Bintang Restorasi Bangsa juga menyampaikan apresiasi atas pengusulan raperda tersebut dan mengharapkan segera dibahas untuk disahkan menjadi Perda.

Usai penyampaian pemandangan umum fraksi-fraksi, agenda Rapat Paripurna selanjutnya mendengarkan tanggapan Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto terhadap masukan dan usulan yang disampaikan oleh seluruh Fraksi di DPRD.

Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat mengajukan empat rancangan peraturan daerah (raperda) kepada DPRD setempat sebagai program legislasi daerah 2015.

Empat raperda ini diserahkan secara resmi oleh Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto dalam Rapat Paripurna yang dimpimpin Ketua DPRD Untung W Maryono, di gedung wakil rakyat tersebut, Selasa kemarin.

Wali Kota Bima Arya Sugiarto menyebutkan empat Raperda yang diajukan tersebut masing-masing tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, penyelenggaraan administrasi kependudukan, bantuan hukum bagi masyarakat miskin, dan Raperda tentang pembentukan produk hukum daerah.

"Diperlukan Raperda pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan sebagai perubahan terhadap Perda Kota Bogor Nomor 13 Tahun 2012 karena perlu disesuaikan dengan perkembangan baru dalam bidang pendidikan," kata Bima.

Ia mengatakan perkembangan tersebut diantaranya perilah wajib belajar 12 tahun yang dipandang perlu diubah menjadi pendidikan menengah universal, dengan pertimbangan wajar 12 tahun mengandung kewajiban pemerintah untuk membantu membiayai masyarakat dalam menempuh pendidikan dasar dan menengah selama 12 tahun.

"Sedangkan dengan pendidikan menengah universal, biaya dimaksud akan menjadi tanggungan pemerintah bersama masyarakat," katanya.

Selanjutnya kata Bima, usulan kedua yakni Raperda penyelenggaraan administrasi kependudukan merupakan perubahan dari Perda Kota Bogor Nomor 16 Tahun 2008. Ketentuan yang ada dalam Perda tersebut harus disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang baru.

"Yakni Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan," katanya.

Menurutnya perubahan yang diatur dalam raperda tersebut antara lain tentang nomenklatur KTP menjadi KTP elektronik dan berlaku seumur hidup. Perubahn terhadap KTP elektronik baru bisa dilakukan apabila perubahan data personal.

Berikutnya usulan Raperda bantuan hukum bagi masyarakat miskin disusun karena perlu ada perda yang mengatur penjabaran amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, khusus bagi masyarakat tidak mampu.

"Penyesuaian Raperda ini telah mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang syarat dan tata cara pemberian bantuan hukum dan penyaluran dana bantuan hukum," kata Bima.

Dijelaskannya, bantuan hukum kepada masyarakat miskin dibutuhkan karena faktanya masih banyak masyarakat tidak mampu yang tidak pahan hukum, terjerat masalah hukum baik pidana maupun perdata serta tata usaha negara yang bersifat litigasi dan non litigasi.

Usulan Raperda keempat yakni pembentukan produk hukum daerah dipandang perlu disusun dan disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, yang selanjutnya diperkuat dengan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang pelaksana Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan perundang-undangan.

Bima mengatakan sebelumnya penyusunan produk hukum daerah Kota Bogor mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 200 sebagaimana diubah dengan Perda Nomor 1 Tahun 2004 tentang tata cara dan tekni perancangan peraturan daerah.

"Raperda ini mengatur aspek perencanaan, persiapan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan sebuah produk hukum daerah," katanya.  

Pewarta: Laily Rahmawati

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2015