Jakarta (ANTARA) - Semakin hari jumlah korban terinfeksi dan meninggal dunia akibat Virus Corona atau COVID-19 semakian bertambah, situasi ini tentunya menimbulkan tekanan psikologis bagi masyarakat.
Sejak berkembangnya pandemi Virus Corona atau COVID-19, masyarakat diminta di rumah. Semua diminta berdiam diri di rumah, siswa belajar di rumah dan orang tua bekerja di rumah, dan stres itu bermula ketika rumah yang didiami tidak sehat, baik dari segi kebersihan, ventilasi, kelayakan dan tata ruang sehingga berada di rumah bagi sebagian orang adalah sumber tekanan baru.
Pemberitaan di sosial media yang berseliweran, tidak valid, hoax dan pembatasan gerak membuat situasi mencekam dan menimbulkan kecemasan dan panik semua lapisan, sehingga banyak yang bertindak diluar alam sadar seperti memborong barang makanan dan mengurung diri takut tertular, bolak-balik mencuci tangan secara berlebihan dan memutuskan hubungan sosial.
Baca juga: Peringkat Universitas Mercu Buana semakin membaik
Demikian juga orang tua dan siswa yang belajar di rumah karena banyaknya tugas dan tidak terbiasa dengan pembelajaran melalui daring "online" banyak siswa dan orang tua yang stres, karena mereka memiliki pengetahuan yang terbatas, fasilitas yang terbatas ( tidak semua punya HP/ Laptop) dan waktu yang terbatas ( bila anaknya banyak bagaimana mengerjakan secara bersama) dan itu semua dilakukan secara bersama dengan tugas rumah tangga (memasak, mencuci, membersihkan rumah) atau mengerjakan tugas kantor (WFH).
Saat ini banyak guru yang stres menjalankan tugasnya mengoreksi dan memberi kelas online dimana mereka kebanyakan baru belajar dan tidak terbiasa dan ini menjadi sumber stres baru.
Demikian juga dengan penurunan pendapatan ekonomi keluarga yang membuat semua orang mengalami stres, cemas dengan tekanan hidup, mereka memikirkan bagaimana kehidupan mereka ke depan.
Stres dan cemas itu sangat berbahaya, karena berdampak langsung dan tidak langsung kepada kesehatan fisik dan kesehatan mental, bahkan di beberapa Negara pada fase ini korban semakin banyak karena kondisi psikis yang menurun sehingga daya tahan tubuh lemah dan mudah tertular penyakit termasuk covid-19.
Cemas dan stres menyebabkan daya tahan tubuh menurun, gangguan konsentrasi dan emosi, gangguan fisik dan psikosomatis dan bisa menyebabkan depresi.
Baca juga: Universitas Mercu Buana Berpredikat Kampus Unggulan Nasional
Solusi terbaik adalah dengan mengurangi tekanan dan kecemasan salah satu caranya dengan meningkatkan hormon endorfin atau dikenal dengan "hormon kebahagiaan" dengan cara banyak melalukan aktifitas yang positif, berolah raga, berkarya, berdoa dan bersyukur, tersenyum, hiburan, hobi dan minat, optimis dan banyak menerima informasi positif.
Kemendikbud seharusnya membuat kebijakan guru, dosen agar tidak terlalu memberi beban tugas yang berat kepada siswa karena bisa menyebabkan stres kepada siswa dan orang tuanya, bagi siswa yang tidak punya fasilitas yang baik juga harus diberi kesempatan untuk belajar yang sama.
Untuk pemerintah diharapkan memberikan kepastian, baik dari data, kepastian subsidi ekonomi bagi keluarga yang berdampak langsung serta memberikan informasi yang jelas sehingga dapat menurunkan tekanan dan kecemasan.
Untuk itu Orang tua juga harus bisa memberikan ketenangan di rumah, karena kecemasan pada orang tua akan berdampak kepada anak yang juga akan cemas.
*Penulis adalah Dekan Psikologi Universitas Mercu Buana/CEO Rumah Konseling
Kurangi Stres, Guru Jangan Kasih Tugas Berat
Sabtu, 4 April 2020 18:54 WIB
Perlu banyak melalukan aktifitas yang positif, berolah raga, berkarya, berdoa dan bersyukur, tersenyum, hiburan, hobi dan minat, optimis dan banyak menerima informasi positif.