Jakarta (ANTARA) - Perkembangan teknologi informasi telah merubah landscape dunia dengan sangat cepat. Pola transmisi informasi berkembang dari a few speak to many, menjadi many speak to many. Semua individu sekarang adalah produsen dan sekaligus konsumen informasi. Melalui kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi, media sosial menjadi platform komunikasi massa yang efektif dengan skala jangkauan hampir tidak terbatas. Riset GlobalWebIndex menunjukkan terjadinya peningkatan waktu rata-rata pemanfaatan media sosial dari 90 menit/hari pada tahun 2012 menjadi 143 menit/hari pada tahun 2019 atau sekitar sepertiga dari waktu yang digunakan untuk berselancar di dunia maya perhari.
Merujuk data Wearesosial Hootsuite (2019), pengguna media sosial di Indonesia mencapai 150 juta atau sebesar 56% dari total populasi. Pengguna internet di Indonesia diperkirakan memanfaatkan waktu 195 menit/hari untuk menggunakan medsos. Sementara itu, pengguna internet di Philipina mengalokasikan waktu di media sosial hingga 241 menit/hari lebih tinggi dibandingkan Jepang yang hanya sekitar 45 menit/hari. Hasil riset tersebut memperlihatkan bahwa medsos telah mengambil peranan penting dalam kehidupan setiap manusia dan berpengaruh besar terhadap mindset dan perilaku manusia.
Aturan Penggunaan Medsos
Alvin Toffler (1970) dalam Future Shock memprediksikan terjadinya apa yang disebut sebagai information overload (kelimpahan informasi) di masa depan. Teknologi informasi dan komunikasi yang berkembang cepat sejak ditemukannya teknologi semikonduktor telah mengakselerasi transmisi data dan menciptakan hyperconnected reality. Setiap individu terintegrasi dalam jaringan data dan informasi yang bergerak cepat. Dampaknya adalah, setiap individu mengalami keretakan dan disorientasi dalam pikiran dan keputusan atas pilihan tindakannya akibat overstimulasi lingkungan data yang demikian besar.
Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe (2019) mengatakan bahwa revolusi 5.0 adalah human centered technology. Konsep ini menempatkan kedaulatan setiap manusia atas tehnologi, termasuk penggunaan medsos. Setiap individu harus harus cerdas dan bijak agar tidak mengalami disorientasi dalam pikiran dan tindakan akibat “information overload”. Disorientasi terjadi ketika struktur kognitif setiap individu tidak mampu mengelola informasi akibat kelebihan beban sehingga menyerahkan pada intuisi dan perasaan untuk mengambil keputusan atas setiap informasi. Bagaimana perasaan mengambil alih telah dibuktikan dalam penelitian Ashley Williams (2017) bahwa individu yang lebih banyak menggunakan medsos pada umumnya menjadi sangat perasa dan kurang bahagia, bahkan berpotensi depresi, kecelakaan dan bahkan kematian.
Situasi inilah yang sering dimanfaatkan para pembuat opini, termasuk penyebar hoaks, untuk mentransmisikan informasi yang provokatif melalui medsos dengan maksud mensugestikan perasaan tertentu seperti rasa amarah, kecemasan, kebencian, kesukaan, ketakutan, dan sebagainya.
Migrasi menjadi manusia yang lebih cerdas dalam penggunaan medsos dapat diawali dengan memahami aturan-aturan dan etika dalam bermedsos. Medsos sebagai transmisi informasi elektronik tunduk pada aturan yang dinyatakan dalam UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 yang merupakan perubahan dari UU Nomor 11 Tahun 2008.
Enam poin penting meliputi larangan pelanggaran kesusilaan (pasal 45 ayat 1), perjudian (pasal 45 ayat 2), penghinaan dan/atau pencemaran nama baik (pasal 45 ayat 3), pemerasan dan/atau pengancaman (pasal 45 ayat 4), penyebaran berita bohong dan menyesatkan (pasal 45A ayat 1), serta penyebaran kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) (pasal 45A ayat 2). Pelanggaran aturan tersebut berpotensi menimbulkan sangsi pidana dan denda yang cukup besar. Pemahaman aturan ini akan menghindarkan individu dari terjerat pidana akibat memproduksi dan mentransmisikan informasi hoaks.
Standar Perilaku Individu
Selain memahami aturan hukum, pengguna medsos cerdas perlu memiliki standar perilaku individual yang kini telah populer menjadi semacam etika sosial dalam bermedsos. Etika memiliki dimensi yang kuat bagi setiap manusia karena menyangkut nilai yang diyakini sebagai individu dan akan ditaati meski hukum positif belum mengatur.
Standar perilaku individu yang perlu dikembangkan dalam bermedsos antara lain adalah check and recheck informasi, terutama yang diperoleh dari ruang interaksi publik dan bersifat provokatif sebelum ditransmisikan; pilih kalimat yang lebih konstruktif sebagai sarana mengartikulasikan pandangan maupun perasaan terhadap suatu objek sehingga dapat secara jelas membedakan antara kritikan dan hinaan; membatasi transmisi konten sehingga tidak berlebihan dan menjadi spam/sampah; menghindari atau tidak mentransmisikan informasi yang bersifat pribadi dan masuk dalam domain privacy rights; menghilangkan bahwa pola pikir anonymity yang biasanya membuat pengguna medsos sering sembrono untuk mentransmisikan informasi yang tidak kredibel dengan asumsi tidak akan terlacak.
Sikap cerdas dalam bermedsos sangat penting untuk ditumbuhkan dalam kerangka mengembangkan manfaat positif dari medsos sebagai sarana informasi publik, terlebih dalam suasana menghadapi pandemi Covid-19. Masyarakat perlu mendapat informasi yang kredibel dan tidak memicu keresahan. Indentifikasi Kominfo tentang 57 informasi hoaks pandemi Covid-19 yang menyebar melalui medsos terutama group whatsapp harus dilawan karena dapat menyesatkan dan meresahkan masyarakat. Mengutip pernyataan Robert A.Dahl (1987), bahwa kebebasan hanya akan dapat dinikmati manfaatnya bagi masyarakat yang cerdas dan dewasa saja. Oleh karena itu, agar era kebebasan dan kelimpahan informasi ini harus diikuti dengan pendewasaan masyarakat dalam bermedsos dan bersatu melawan hoaks. (35/*).
*) Penulis adalah, Alumnus pasca sarjana Universitas Indonesia (UI). Sebelumnya meraih gelar sarjana di Fisipol Universitas Jember (Unej).
Pengguna Medsos Cerdas Anti Hoaks
Selasa, 31 Maret 2020 21:28 WIB
Sikap cerdas dalam bermedsos sangat penting untuk ditumbuhkan dalam kerangka mengembangkan manfaat positif dari medsos sebagai sarana informasi publik, terlebih dalam suasana menghadapi pandemi Covid-19.