Bekasi (Antaranews Bogor) - Himpunan Industri Pengrajin Boneka dan Jasa Bordir Kota Bekasi, Jawa Barat, meminta pemerintah mengkaji ulang kewajiban pemenuhan Standar Nasional Indonesia untuk produk mainan berskala kecil dan rumahan.
"Meskipun tujuan dari kewajiban produk ber-SNI baik, tapi persyaratannya dirasa sangat memberatkan kami," kata Ketua Himpunan Industri Pengrajin Boneka dan Jasa Bordir (Hibas) Kota Bekasi Soleman di Bekasi, Jumat.
Menurutnya, hal yang memberatkan tersebut antara lain kewajiban menjamin semua bahan baku pembuatan boneka terpenuhi SNI-nya.
Bahan baku yang sesuai SNI itu antara lain harus aman, tidak mudah terbakar, tidak mudah luntur, dan lain-lain.
"Untuk produksi boneka, banyak bahan baku yang digunakan. Mulai dari kain, bahan pengisi, juga aksesoris seperti mata. Semestinya bahan baku itu tidak dibebankan pada kami keharusan pemenuhan standarnya, melainkan pada produsennya langsung," katanya.
Soleman beralasan, tidak ada perubahan fisik yang dilakukan produsen boneka terhadap bahan-bahan tersebut, selain merakitnya menjadi barang baru.
Hal lain yang juga dirasa memberatkan ialah biaya pengurusan pelabelan SNI yang berkisar Rp 20 juta - Rp 50 juta per produk.
Belum lagi, tiap enam bulan sekali harus dilakukan pengajian ulang, sehingga biaya yang harus dikeluarkan menjadi bertambah.
"Kalau komponen biaya produksi tinggi, ujung-ujungnya harga jual bisa meningkat. Sementara jika harga produk kami tinggi dan semahal buatan pabrik, konsumen bisa-bisa tidak berminat," katanya.
Ia menilai, kebijakan tersebut lebih cocok diterapkan kepada produsen berskala besar. Sementara bagi produsen rumahan, kebijakan itu baiknya direvisi lagi.
Pengusaha boneka Bekasi keberatan terapkan SNI
Sabtu, 4 Januari 2014 13:05 WIB
Boneka (Foto Antara/ Mohammad Ayudha)
