Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Veronica Tan, menekankan pentingnya dukungan yang inklusif dan kolaboratif bagi anak-anak berkebutuhan khusus (ABK).
Menurutnya, penanganan dan pemberdayaan ABK tidak bisa dilakukan secara parsial oleh satu pihak saja, melainkan harus dijahit melalui sinergi lintas kementerian dan berbagai elemen masyarakat.
“Anak berkebutuhan khusus beda sekali dengan disabilitas, mereka perlu perhatian ekstra. Hal ini tentu tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja, tugas kami untuk menjahit tata kelolanya melalui kerjasama antara kementerian dengan komunitas seperti SPEKIX,” ujar Veronica dalam sambutannya di acara Special Kids Expo (SPEKIX) 2025, Sabtu.
Baca juga: Anak berkebutuhan khusus di Bukittinggi Sumatera Barat cek gigi gratis
Baca juga: Pemkot Depok siapkan sekolan untuk anak berkebutuhan khusus di eks SDN Pocin 1
Lebih lanjut, Veronica juga menghimbau agar wadah-wadah publik seperti Art Jakarta atau Inacraft memberikan ruang bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk berpartisipasi dan menyalurkan kreativitasnya. Ia menilai, langkah ini dapat membentuk ekosistem yang lebih ramah dan memberdayakan bagi mereka.
“Forum-forum seperti Art Jakarta atau Inacraft yang harusnya bagaimana kita bisa menjahit bersama. Seharusnya diberikan 1% untuk partisipasi anak-anak autism mempunyai wadah. Sehingga mereka bisa berbahagia. Bagaimana kita membentuk sebuah ekosistem ini penting banget,” lanjutnya.
SPEKIX 2025 sendiri menghadirkan berbagai pameran, seminar, hingga kegiatan edukatif yang ditujukan untuk meningkatkan pemahaman publik tentang kebutuhan dan potensi ABK. Acara ini diikuti ratusan peserta, mulai dari orang tua, tenaga pendidik, hingga pegiat komunitas.
Baca juga: Singapura-Indonesia tingkatkan pendidikan anak berkebutuhan khusus
Pendiri Yayasan Spekix Asa Indonesia, dr. Sri Hartati, Sp.Mk, menyampaikan rasa harunya melihat perjalanan SPEKIX yang kini berkembang menjadi gerakan besar yang menyuarakan kesetaraan dan keberanian keluarga anak berkebutuhan khusus. Ia menilai bahwa perjuangan ini bukan hanya soal edukasi atau akses terapi, tetapi juga tentang memastikan adanya sistem perlindungan dan dukungan berkelanjutan bagi anak-anak istimewa tersebut.
“Yang saya pikirkan sekarang bukan hanya bagaimana mereka belajar atau berkreasi, tapi siapa yang akan menjaga mereka ketika orang tua sudah tidak ada. Itu yang harus kita pikirkan bersama,” kata Sri.
