Washington (ANTARA) - Amerika Serikat membatasi pergerakan delegasi Iran yang menghadiri Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNGA) hanya di sekitar markas besar PBB dan melarang akses mereka ke toko grosir besar serta barang-barang mewah, kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Tommy Pigott, Senin (23/9).
“AS mengambil langkah untuk memberikan tekanan maksimum pada rezim Iran dengan membatasi gerak delegasi UNGA mereka serta akses ke toko grosir dan barang mewah,” kata Pigott dalam pernyataan resmi, sebagaiman dikutip dari Sputnik-OANA.
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio juga menetapkan bahwa delegasi Iran hanya boleh berada di area yang diperlukan untuk perjalanan dari dan ke markas PBB di New York.
"Keamanan warga Amerika selalu menjadi prioritas utama kami. AS tidak akan membiarkan rezim Iran menggunakan UNGA sebagai alasan untuk bergerak bebas di New York guna menyebarkan agenda terorisnya," lanjut pernyataan itu.
Langkah ini diambil di tengah meningkatnya ketegangan antara Washington dan Teheran, terutama terkait program nuklir Iran dan dukungannya terhadap kelompok militan di Timur Tengah.
Sementara itu, pemerintah China mengaku memberikan perhatian khusus terhadap pernyataan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un untuk bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump tapi tanpa pembahasan denuklirisasi.
"China memperhatikan perkembangan di Semenanjung Korea. Semenanjung Korea yang damai dan stabil serta penyelesaian politik atas masalah di sana merupakan kepentingan semua pihak," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun dalam konferensi pers di Beijing pada Senin (22/9).Sebelumnya Pemimpin besar Korea Utara Kim Jong Un menyatakan siap melanjutkan pembicaraan dengan Washington jika AS tidak membahas denuklirisasi, terlebih Kim juga mengaku memiliki kenangan menyenangkan mengenai Presiden Donald Trump.
Hal itu disampaikan Kim Jong Un dalam pidatonya di hadapan sidang Majelis Rakyat Tertinggi, badan legislatif negara tersebut pada Minggu (21/9).
"Kami berharap pihak-pihak terkait akan menghadapi akar penyebab dan inti permasalahan, tetap berpegang pada tujuan penyelesaian politik, dan berupaya untuk meredakan ketegangan serta menegakkan perdamaian dan stabilitas regional," ungkap Guo Jiakun.
Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) melaporkan Kim Jong Un mengatakan "tidak ada alasan" bagi Korea Utara dan Amerika Serikat untuk menghindari dialog jika Washington menginginkan hidup berdampingan dengan damai.
Pemimpin Korea Utara itu juga menekankan bahwa Pyongyang tidak akan pernah meninggalkan senjata nuklirnya dan menolak gagasan bahwa negara itu dapat menukar program nuklirnya dengan pencabutan sanksi PBB.
Kim menegaskan denuklirisasi Korut sudah menjadi konsep masa lalu. "Kami tidak akan pernah meletakkan senjata nuklir kami," tegasnya. "Dunia tahu betul apa yang dilakukan AS setelah memaksa pihak lain meninggalkan program nuklirnya dan melucuti diri."
Ini pertama kalinya Kim berbicara langsung mengenai hubungannya dengan Trump sejak presiden AS itu menjabat kembali untuk kedua kalinya pada Januari. Trump pun mengindikasikan keinginannya untuk bertemu Kim secepatnya tahun ini.
Pada Juli 2025, saudari Kim, Kim Yo Jong, mengeluarkan pernyataan bahwa AS harus mengakui Korea Utara sebagai negara bersenjata nuklir jika ingin melanjutkan hubungan bilateral.
Kim dan Trump sebelumnya sudah tiga kali bertemu langsung yaitu ketika masa jabatan pertama Trump.
Namun, pertemuan itu gagal membujuk Kim menghentikan pengembangan senjata nuklir dan sejak itu, Korut menolak duduk satu meja dengan AS dan justru muncul sebagai sekutu utama Presiden Rusia Vladimir Putin sekaligus mendukung Rusia dalam perang di Ukraina.
Baca juga: Prabowo "standing ovation" saat Macron akui Palestina
Baca juga: Menilik Prancis di Sidang Umum PBB bagi Palestina
