Jakarta (ANTARA) - Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mengatakan kolaborasi dengan Wakil Menteri Kehutanan (Wamenhut) baru, Rohmat Marzuki, dapat memperkuat berbagai program untuk menjaga dan melestarikan hutan Indonesia.
“Insya Allah, dengan punya wamen yang baru, kehutanan akan lebih baik dan semakin kuat dalam menjaga dan melestarikan hutan kita,” kata Menhut Raja Antoni di sela-sela acara Serah Terima Jabatan Wamenhut di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Kamis.
Lebih lanjut, ia mengatakan Rohmat Marzuki memiliki latar dan kiprah yang baik serta sesuai dalam bidang kehutanan.
“Beliau mempunyai CV yang baik, track record yang baik. Beliau juga memiliki background akademis yang linier dengan amanat posisi yang diemban sekarang, yaitu di bidang kehutanan,” ujar dia.
Menhut pun mengajak Rohmat agar menjadi mitra yang ia gambarkan sebagai “co-pilot” yang dapat bekerja sama dengan seluruh jajaran di Kementerian Kehutanan.
“Saya mengajak Mas Rohmat untuk menjadi co-pilot yang harus bekerja pada satu kokpit yang sama, bersama dengan eselon 1 dan 2,” kata Menhut.
“Sehingga tidak hanya menunggu pilot bergerak, tapi co-pilot juga sama-sama bergerak untuk memastikan Kementerian Kehutanan ini menjadi kementerian yang menyokong Asta Cita Presiden Prabowo Subianto,” imbuhnya.
Selain itu, Menhut Raja Antoni juga mengucapkan terima kasih kepada Sulaiman Umar Shiddiq yang telah memberikan kontribusinya dalam menjaga dan melestarikan hutan sebagai wamenhut selama hampir satu tahun.
“Saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Sulaiman Umar yang sekitar kurang lebih 11 bulan ini membantu saya secara serius dengan dedikasi tinggi, sehingga beban kerja saya dapat dibagi secara proposional,” ujar Raja Antoni.
Sementara itu, pelantikan Rohmat Marzuki sebagai wamenhut adalah berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Menteri dan Wakil Negeri Negara Tahun 2024-2029 pada Rabu (17/9).
Sebagai wamenhut, kini Rohmat memiliki tugas membantu Menhut Raja Antoni dalam menjaga dan melestarikan hutan di Tanah Air.
Beberapa tugasnya antara lain membantu penyusunan peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan, pengelolaan, dan pemanfaatan hutan secara berkelanjutan, mengatur tata guna lahan, dan memberikan izin pemanfaatan hutan.
Lebih jauh, memastikan adanya perlindungan flora dan fauna yang hidup di kawasan hutan, serta mengelola taman nasional dan suaka margasatwa.
Selain itu, ia juga harus memastikan adanya rasa keadilan masyarakat adat dalam mengelola hutan secara lestari lewat hutan adat.
Wakil Menteri Kehutanan (Wamenhut) Rohmat Marzuki mengungkapkan sejumlah tantangan sektor kehutanan nasional saat ini terutama yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
“Terdapat sejumlah tantangan kehutanan saat ini. Mulai dari penguatan perhutanan sosial, penertiban kawasan hutan, pengendalian kebakaran hutan, percepatan FOLU Net Sink 2030, hingga pemanfaatan potensi hasil hutan bukan kayu,” kata Rohmat dalam acara Serah Terima Jabatan Wamenhut di Jakarta, Kamis.
Lebih lanjut, pria yang menggantikan posisi Sulaiman Umar Shiddiq di Kabinet Merah Putih itu mengaku siap untuk berkontribusi sebagai wamenhut.
Dengan latar belakang lulusan Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Rohmat mengatakan akan berupaya mengimplementasikan pengetahuan dan pengalamannya di sektor kehutanan.
“Sejak lama saya miliki kedekatan batin dengan kehutanan dan lingkungan, karena latar belakang saya adalah sarjana kehutanan dari UGM. Saya memiliki keyakinan bahwa hutan adalah ruang hidup, sumber pengetahuan dan penyangga kehidupan masyarakat,” ujar dia.
“Penugasan ini bukan sekadar jabatan, tapi pengabdian agar hutan lestari dan memberi manfaat yang adil bagi masyarakat. Saya ingin berkontribusi dengan segenap kemampuan, hati dan tenaga,” katanya.
Adapun pelantikan Rohmat sebagai wamenhut, berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Menteri dan Wakil Negeri Negara Tahun 2024-2029 pada Rabu (17/9).
Sebagai wamenhut, kini Rohmat memiliki tugas membantu Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni dalam menjaga dan melestarikan hutan di tanah air.
Ia bertugas membantu penyusunan peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan, pengelolaan, dan pemanfaatan hutan secara berkelanjutan, mengatur tata guna lahan, dan memberikan izin pemanfaatan hutan.
Lebih jauh, memastikan adanya perlindungan flora dan fauna yang hidup di kawasan hutan, serta mengelola taman nasional dan suaka margasatwa.
Selain itu, ia juga harus memastikan adanya rasa keadilan masyarakat adat dalam mengelola hutan secara lestari lewat hutan adat.
Kalangan ekonom menilai industri kehutanan dalam negeri saat ini perlu dibenahi untuk mengembalikan kontribusinya terhadap perekonomian nasional.
Menurut ekonom Celios Nailul Huda sektor kehutanan Indonesia kini menghadapi tantangan serius dan dinilai masuk kategori "sunset industry" ditandai dengan kontribusinya terhadap perekonomian semakin menurun, investasi seret, sementara regulasi justru dinilai lebih membebani ketimbang mendukung pelaku usaha.
"Kontribusi industri kehutanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) turun drastis dari 0,7 persen menjadi hanya 0,36 persen," ujar dia dalam keterangannya, di Jakarta, Selasa.
Sementara itu, katanya lagi, kontribusi investasi domestik di sektor kehutanan hanya sekitar 1 persen, sedangkan investasi asing hanya 0,02 persen yang menunjukkan rendahnya minat investasi.
"Padahal kalau dikelola optimal, sektor kayu bisa jadi pengungkit ekonomi,” ujarnya dalam diskusi "Ketelusuran Industri Kayu Indonesia: Tantangan dan Solusi".
Huda mencatat, meskipun produksi kayu tumbuh, industri pengolahan seperti gergajian dan kayu lapis justru menurun. Kinerja ekspor pun melemah dalam empat tahun terakhir, meski sempat naik pada dekade sebelumnya.
Pakar kehutanan dari IPB Prof Sudarsono Sudomo menyoroti aspek regulasi yang dinilai menambah biaya tanpa manfaat signifikan. Ia mencontohkan penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang tidak dirasakan manfaatnya oleh petani maupun pengusaha kecil.
“Setiap aturan hampir pasti menimbulkan cost. Kalau manfaatnya lebih besar dari beban, tentu bisa diterima. Tapi dalam kenyataannya, aturan seringkali lebih mahal daripada manfaatnya," ujarnya lagi.
Rata-rata petani hanya mengurus SVLK kalau ada yang membantu, tambahnya, bahkan banyak yang tidak tahu di mana sertifikatnya.
Data menunjukkan, sejak 1990 hingga 2023, jumlah perusahaan, luas areal, dan produksi kayu terus menurun. Dari sekitar 600 unit usaha di hutan alam, kini hanya tersisa sekitar 250 perusahaan aktif.
Menurut dia, tanpa reformasi regulasi dan dukungan investasi, sektor kehutanan akan terus terpuruk. Industri kayu yang dulu menjadi salah satu penopang ekonomi kini kehilangan daya tarik dan tidak lagi mampu bersaing dengan sektor perkebunan atau perikanan.
"Jika hutan bisa memberi kesejahteraan, maka hutan itu akan dilestarikan. Yang kita butuhkan adalah aturan yang tepat guna, bukan aturan yang justru mematikan industri," ujar Prof Sudarsono.
Sementara itu pengamat kehutanan Petrus Gunarso menyoroti investasi di sektor kehutanan tidak murah karena regulasinya ruwet selain itu tidak ada jaminan keamanan.
Di sisi lain, ujarnya pula, Kementerian Kehutanan lebih menitikberatkan pada kegiatan memanen kayu atau hasil hutan daripada penanaman hutan produksi.
"Saat ini dari 34 juta hektar hutan produksi sudah habis tinggal lahannya," katanya lagi.
Oleh karena itu, menurut Petrus Gunarso, perlu digalakkannya hutan desa dengan memberdayakan masyarakat desa untuk melakukan penanaman berbagai jenis pohon yang berbeda-beda sesuai potensi daerah.
Menurut dia, perlu ada kerja sama antara Kementerian Kehutanan dengan Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal untuk memberdayakan masyarakat desa dalam pengembangan hutan produksi atau social forestry.
"Kalau mau ada investasi di sektor kehutanan harus ada kerjasama. Dalam 20 tahun industri kehutanan bisa bangkit kalau ada yang menanam" katanya pula.
