Kendari (ANTARA) - Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Tenggara mencatat jumlah desa wisata di wilayah tersebut kini mencapai 325 desa yang tersebar di berbagai daerah se-Sulawesi Tenggara.
Kepala Dispar Provinsi Sultra Belli saat ditemui di Kendari, Jumat, menyampaikan bahwa dari jumlah tersebut, terdapat di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) dan Buton Selatan (Busel) menjadi daerah dengan jumlah desa wisata terbanyak, masing-masing memiliki 37 desa.
Ia menyampaikan bahwa dalam lima tahun terakhir jumlah desa wisata di Sultra terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada 2019, jumlahnya masih 87 desa, lalu bertambah menjadi 139 desa pada 2020.
“Tren kenaikan ini terus berlanjut hingga 182 desa pada 2021, 258 desa pada 2022, 298 desa pada 2023, dan akhirnya mencapai 325 desa di tahun 2024,” kata Belli.
Selain Konsel dan Busel, beberapa daerah lain juga memiliki jumlah desa wisata yang cukup banyak. Kabupaten Buton tercatat memiliki 35 desa wisata, disusul Kolaka Timur dengan 27 desa dan Muna Barat sebanyak 25 desa. Potensi wisata di daerah-daerah ini terus dikembangkan untuk menarik lebih banyak wisatawan.
Wilayah lain yang juga memiliki desa wisata antara lain Buton Tengah dengan 23 desa, Kolaka Utara 21 desa, Muna 20 desa, Kolaka 18 desa, dan Kota Baubau dengan 17 desa.
Sementara itu, Buton Utara memiliki 14 desa, Kota Kendari 13 desa, Konawe Utara 12 desa, serta Konawe 10 desa. Adapun Konawe Kepulauan dan Wakatobi masing-masing memiliki 7 desa, sedangkan Bombana memiliki 2 desa wisata.
Menurut Belli, setiap desa wisata di Sultra memiliki daya tarik yang unik dan beragam. Beberapa di antaranya menawarkan keindahan alam seperti gua, air terjun, pantai, dan pegunungan. Hal ini menjadikan Sultra sebagai salah satu daerah dengan potensi wisata alam yang lengkap di Indonesia.
Sejumlah desa wisata di Sultra bahkan berhasil masuk dalam daftar 50 desa wisata terbaik versi Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI). Beberapa desa yang telah meraih penghargaan tersebut adalah Desa Sumber Sari yang terkenal dengan Air Terjun Moramo, Desa Labengki, serta Desa Wisata Limbo Wolio.
Pada tahun ini, beberapa desa lain juga menunjukkan perkembangan positif dan berpotensi masuk dalam nominasi ADWI. Di antara desa-desa tersebut adalah Desa Namu (Konawe Selatan) dan Desa Wasuemba (Buton), yang terus berbenah untuk meningkatkan daya tarik wisata mereka.
“Peningkatan jumlah desa wisata ini menunjukkan potensi besar Sultra dalam sektor pariwisata. Kami akan terus mendorong pengembangan desa wisata agar semakin menarik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara,” kata Belli.
Seluruh desa wisata
Kementerian Pariwisata berupaya mendorong seluruh desa wisata mendapat lebih banyak penghargaan dunia agar wisatawan semakin tertarik pada keindahan alam, budaya serta destinasi wisata Indonesia.
“Destinasi wisata yang berskala dunia, kami mendorong ke sana juga. Salah satunya dengan desa wisata kita jadi desa terbaik versi UN Tourism,” kata Ketua Tim Kerja Koordinasi Manajemen Krisis Destinasi Kemenpar Danesta Febianto Nugroho dalam temu media di Jakarta, Selasa.
Menanggapi adanya warta soal Bangkok dan Kuala Lumpur yang masuk dalam 10 kota pariwisata terbaik dunia, Danesta menyatakan Kementerian Pariwisata selalu memikirkan cara agar desa wisata dapat menjadi destinasi yang bermanfaat bagi seluruh pihak dalam jangka panjang.
Salah satunya adalah dengan meningkatkan prestasi yang diraih oleh desa wisata. Saat ini, penghargaan terbaru yang patut diapresiasi adalah empat desa wisata di Indonesia berhasil meraih penghargaan sebagai Best Tourism Village oleh United Nation (UN) Tourism.
Keempat desa wisata tersebut adalah Desa Wisata Nglanggeran di Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta; Desa Penglipuran dari Kabupaten Bangli, Bali; Desa Jatiluwih di kaki gunung Batukaru, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali; serta Desa Wukirsari yang berada di kabupaten Bantul, DI Yogyakarta.
“Keempat desa itu sudah mendapat sertifikasi desa wisata berkelanjutan, dari itulah kami mendorong menjadi best tourism village UN Tourism, jadi harapan kami memang atraksi atau destinasi wisata di Indonesia bisa ke arah sana,” kata dia.
Danesta melanjutkan Kemenpar sudah memiliki pedoman dalam mengelola destinasi pariwisata menjadi berkelanjutan. Pedoman tersebut ada dalam Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 9 Tahun 2021 yang mencakup empat pilar utama.
Ia menyebut empat pilar itu terkait dengan tata kelola, keberlanjutan ekonomi, keberlanjutan sosial dan budaya, dan lingkungan. Semua pilar tersebut diharapkan dapat membawa manfaat yang baik bagi masyarakat lokal maupun wisatawan yang berkunjung ke desa wisata.
“Ini lebih ke jangka panjang, bukan jangka pendek. Jadi harapannya wisata itu berkelanjutan, tidak hanya pariwisatanya, tapi juga ekonomi, sosial, budaya yang tidak hilang dan lingkungannya tidak rusak,” kata Danesta.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Chusnunia Chalim meminta pemerintah melalui Kementerian Pariwisata (Kemenpar) berbenah diri dalam meningkatkan kualitas pariwisata di Indonesia.
Ia menyoroti kebijakan bebas visa di Thailand yang mendorong keberhasilan negara gajah putih tersebut didatangi oleh satu juta wisatawan mancanegara per bulan. Kebijakan itu diketahui telah memberikan akses bebas visa untuk kunjungan pendek kepada warga negara dari 64 negara.
Sedangkan di Indonesia, melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 Tahun 2024 tentang Bebas Visa Kunjungan (Perpres 95/2024), disebutkan Indonesia resiprokal (timbal-balik) bebas visa kunjungan diberlakukan baru pada 13 negara.
Apalagi kondisi anggaran Kementerian Pariwisata, sehingga ia menilai akan sulit bagi pemerintah mengejar target devisa pada tahun 2024.
“Anggaran Kemenpar sangat kecil, bagaimana bisa kerja maksimal dengan target devisa sebesar Rp 30 triliun dan juga target wisatawan 7,4 juta orang pada tahun ini. Kita tentu harus berbenah memikirkan solusi terbaik untuk pariwisata Indonesia,” katanya.
Perusahaan riset pasar global, Euromonitor International, sebelumnya telah merilis 10 kota teratas terbaik di dunia berdasarkan kedatangan pariwisata. Dalam rilisan tersebut Bangkok memuncaki peringkat pertama sebagai juara dunia kota pariwisata terbaik dunia.
Negara Asia Tenggara lainnya yang ikut masuk dalam rilis tersebut adalah Kuala Lumpur sebagai peringkat ke-10.
Baca juga: Warga Ogan Ilir Sumsel kembangkan desa wisata untuk tarik lebih banyak wisatawan
Baca juga: Pengamat harapkan Kemenpar buat cetak biru desa peraih penghargaan dunia
Baca juga: Desa wisata munculkan pahlawan lokal