Bogor (ANTARA) - KIM (Komunitas Informasi Masyarakat) adalah komunitas yang dibentuk oleh masyarakat, dari masyarakat dan untuk masyarakat serta secara mandiri dan kreatif melakukan aktivitas pengelolaan informasi dan pemberdayaan guna memberikan nilai tambah bagi masyarakat itu sendiri.
KIM ini berdasarkan Permenkominfo Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Konkuren Bidang Komunikasi dan Informatika, bahwa Dinas melaksanakan kemitraan dengan pemangku kepentingan, salah satunya adalah Komunitas Informasi Masyarakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a. Di Kota Bogor, KIM ada di 68 kelurahan. Salah satu tugasnya adalah mendayagunakan informasi dan komunikasi guna meningkatkan potensi di wilayah.
Dodongkal Pak Godeg Muarasari
Dodongkal, salah satu kudapan tradisional yang kini jarang dijumpai tapi masih tetap ada. Dodongkal yang memiliki cita rasa manis ini terbuat dari bahan dasar tepung beras yang dicampur parutan kelapa, garam, daun pandan dan gula merah, kemudian dikukus.
Salah seorang produsen yang masih bertahan di Kota Bogor ialah Wawan Kusbianto atau yang dikenal Dodongkal Pak Godeg.
Usaha rumahan ini merupakan turun temurun dari keluarganya sejak 20 tahunan lalu. Lokasinya di RT 5, RW 4, Kelurahan Muarasari, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Baginya usaha ini mesti dipertahankan, sama halnya dengan seni tradisional.
“Alhamdulillah saya sudah punya NIB, sertifikat halal dan usaha ini sudah puluhan tahun. Saya juga sudah generasi ketiga sejak tahun 2014 meneruskan orang tua,” katanya.
Sehari ia mengaku bisa menghabiskan bahan baku beras sebanyak 30 liter yang dihaluskan dengan alat penggiling menjadi tepung beras. Yang menjadi ciri khas dari Dodongkal yaitu wadah atau tempat untuk mengukus yang berupa anyaman bambu berbentuk kerucut seperti tumpeng atau disebut Aseupan. Nantinya kukusan berbentuk kerucut tersebut dimasukkan ke dalam alat pengukus yang disebut seeng.
“Untuk daunnya kita menggunakan daun pisang batu. Kita benar-benar menggunakan bahan tradisional dan bebas bahan pengawet,” tuturnya.
Di daerahnya ada 30 pedagang dodongkal. Wawan secara pribadi memiliki 5 pedagang keliling yang menggunakan sepeda motor.
“Pemasarannya menggunakan motoris atau keliling, karena saat ini tidak ada tempat untuk berjualan dan memasarkannya,” katanya.
Untuk prosesnya pembuatannya mulai dari pukul 11.00 WIB hingga waktu subuh. Harganya bervariasi, tergantung ukuran dan pemesanan, mulai dari Rp 3.000 hingga Rp 100.000.
“Kalau yang motoris Rp 3.000 - Rp 5.000 satu porsinya,” katanya.
Wawan menginginkan adanya penelitian dari Pemkot Bogor atau IPB University mengenai tepung beras agar kuat lama dan kualitasnya tidak menurun, agar ke depan dodongkal bisa dibuat secara praktis dimanapun dan kapanpun. Sebab, saat ini belum ada tepung instan dodongkal di pasaran.
Menambahkan, Ketua KIM Muarasari, Aris Setyo Sudarmo menyampaikan, pasca Covid-19 belum ada pergerakan lagi dari dinas atau instansi terkait. Sebelumnya sering ada pelatihan, seperti pengemasan. Din berharap usaha ini bisa tetap eksis karena ini merupakan makanan tradisional tanpa bahan pengawet dan ada inovasi dodongkal instan.
Bagi yang ingin memesan Dodongkal Pak Godeg bisa langsung menghubungi pemiliknya, Wawan Kusbianto, 08568213244. Ada rasa original, Stroberi, coklat, nanas dan keju.
Cooxers, Brand Sepatu Lokal Produk Asli Mulyaharja
Kehadiran brand sepatu lokal semakin berkembang pesat dalam beberapa tahun belakang ini.
Dari sekian banyak merek sepatu lokal yang ada di Kota Bogor, ada satu yang diciptakan oleh warga Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, yaitu sepatu merek Cooxers. Tepatnya di Pabuaran Pasir RT. 001/010.
Kata Cooxers sendiri diambil dari kata plesetan kaki dalam bahasa sunda kasar (cokor) yang dikemas dalam tulisan kebarat-baratan. Sepatu yang desain dan kualitasnya menawan ini kini makin banyak digunakan oleh banyak orang. Kualitasnya berani di adu dengan merek-merek ternama yang sudah malang melintang di pasar internasional.
“Yang membedakan sepatu Cooxers dengan brand lainnya adalah dalam segi desain, dimana Cooxers dapat menciptakan desain berupa corak dan gambar sesuai keinginan pemesan,” kata Ketua KIM Mulyaharja, Hedi Maulana.
Tardi, satu dari tiga orang pendiri sepatu merek Cooxers mengungkapkan bahwa asal muasal terciptanya Cooxers terinspirasi dari buka usaha jasa digital printing produk sepatu yang telah digelutinya jauh sebelum Pandemi Covid-19.
“Pandemi Covid-19 waktu itu cukup berdampak bagi usaha digital printing kami, sehingga harus memutar otak mencari jalan keluar agar usaha tidak bangkrut dan harus berinovasi,” kata Tardi.
Kehadiran Cooxers diharapkan mampu merespon dan menjawab keinginan pasar yang merasa bosan dengan desain sepatu yang itu-itu saja dan pastinya dengan harga yang terjangkau di konsumen.
“Selain kami telah menciptakan desain pada sepatu Cooxers, namun bisa juga lho memesan sepatu dengan corak atau gambar dari si pemesan, namun saat ini kami menerima pembuatannya minimal 20 pasang, “ kata Tardi
Saat ini Cooxers telah menampung pekerja lokal sebanyak 15 orang dan menghasilkan produk pesanan sekurangnya 2.000 pasang sepatu setiap bulannya yang dikirim ke berbagai kota/kabupaten yang ada di pelosok tanah air.
Nah, buat kalian yang merasa bosan dengan corak sepatu yang itu-itu saja dan ingin tampil lebih percaya diri dengan desain buatan sendiri, Cooxers-lah jawabannya atau mungkin mau tanya-tanya dahulu, silahkan menghubungi Tardi dengan nomor kontak 0813-8094-5219.
Apa itu KIM?
Rabu, 29 Mei 2024 16:16 WIB