Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Afriansyah Noor mengatakan bahwa proses penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2023 dan kabupaten/kota (UMK) masih berlangsung hingga saat ini.
"Sementara ini masih digodok. Belum ditetapkan," katanya ketika ditemui saat Festival Pelatihan Vokasi Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) di Jakarta, Jumat.
Menurutnya, para pemangku kepentingan ketenagakerjaan masih menjalani proses yang diperlukan sebelum dilakukan penetapan UMP dan UMK.
Sebelumnya, Dewan Pengupahan Nasional telah mencapai beberapa kesepakatan terkait Upah Minimum 2023, termasuk penetapan untuk UMP dilakukan paling lambat 21 November 2022 dan UMK pada 30 November 2022.
Baca juga: Pemprov DKI: UMP 2022 hasil revisi sudah final
Rekomendasi data dari Badan Pusat Statistik (BPS), sebagai acuan untuk penetapan, juga paling lambat diterima oleh Dewan Pengupahan Nasional pada 7 November 2022.
UMP 2023 juga akan ditetapkan menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang merupakan turunan Undang-Undang Cipta Kerja.
"Segera selesai, sebelum November ini. Pasti ada kenaikan, persentasenya sesuai dengan inflasi," katanya.
Inflasi merupakan salah satu komponen dalam penetapan UMP bersama dengan beragam faktor lain termasuk pertumbuhan ekonomi.
Terkait hal itu, Wamenaker Afriansyah meminta pemahaman dari para pemangku kepentingan ketenagakerjaan mengingat proses penetapan UMP dan UMK yang masih berlangsung sampat saat ini.
Baca juga: Gubernur Jabar berikan solusi terkait upah saat bertemu serikat pekerja
Penetapan UMP dan UMK Menaker Ida Fauziyah mengatakan bahwa aspirasi pekerja serta pengusaha didengar dalam proses penetapan UMP serta UMK 2023 yang akan dilakukan November 2022.
Dalam pernyataan di Jakarta, Kamis (20/10) lalu, Menaker menuturkan telah meminta Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI dan Jamsos) Kemenaker Indah Anggoro Putri untuk menyerap aspirasi para pemangku kepentingan ketenagakerjaan, termasuk pekerja dan pengusaha.