Jakarta (Antara Megapolitan) - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi menegaskan kasus layanan pesan singkat ancaman yang dikirimkan oknum pegawai honorer bernama Mashudi kepada dirinya telah selesai.
"Kasus ini sudah selesai karena saya sudah memaafkan perbuatan Mashudi dan mencabut laporan dari Polda Metro Jaya begitu mengetahui ternyata pelaku adalah seorang guru honorer di salah satu SMA di Brebes, Jawa Tengah," ujar Yuddy, di Jakarta, Minggu.
Pernyataan Yuddy ini menyikapi pemberitaan salah satu media edisi Minggu, 13 Maret 2016 berjudul "Kasus Penangkapan Guru Honorer: Menteri PANRB Sudah Semena-mena".
Yuddy menekankan bahwa dasar dirinya melaporkan Mashudi kepada pihak kepolisian karena yang bersangkutan sudah mengancam keselamatan jiwa dirinya dan keluarga.
Selain itu Mashudi juga dinilainya telah menghina Presiden dan beberapa Menteri Kabinet Kerja dengan kata-kata yang tidak pantas.
"Dia melakukan ini sudah berbulan-bulan lewat SMS ke nomor HP pribadi saya. Namun dia sendiri tidak pernah menyebutkan identitas ataupun pekerjaannya," jelas Yuddy.
Yuddy menjelaskan bahwa kala melaporkan Mashudi kepada pihak terkait, dirinya sama sekali tidak pernah berpikir bahwa Mashudi adalah seorang guru. Sebab isi SMS ancaman yang dikirimkan tidak mencerminkan perilaku seorang insan pendidikan yang sepatutnya menjadi tauladan.
"Teman-teman pers silakan saja baca SMS yang dikirimkan Mashudi kepada saya. Saya sudah bersabar, bahkan saya me-'reply' SMS tersebut agar ia banyak istighfar dan berdzikir. Sebagai umat muslim yang beriman, saya ingin menjalin silahturami yang baik dengan siapapun, bahkan ketika orang tersebut membenci saya. Saya tahu ini adalah risiko jabatan saya sebagai Menteri PANRB," tutur Yuddy.
Oleh karena itu, Yuddy menegaskan bahwa kasus pelaporan oknum tenaga honorer yang meneror dirinya tidak ada hubungannya dengan persoalan penyelesaian tenaga honorer kategori 2.
Di sisi lain Yuddy mengapresiasi Tim Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya yang telah berhasil mengidentifikasi pelaku dan segera melakukan tindakan atas laporannya tersebut.
Menurut Yuddy, kasus ini adalah pelajaran bahwa UU ITE di Indonesia tidak membenarkan siapapun menghina atau mengancam orang lain melalui media elektronik ataupun media sosial.
"Kalau pelaku memang orang benar, jelas, dan bertanggung jawab, dia tidak akan membiarkan dirinya untuk melakukan hal yang melanggar hukum. Masyarakat sebaiknya tahu ancaman pelanggaran UU ITE untuk hal ini mencapai 12 tahun penjara," ujar Yuddy.
Sementara itu terkait pengangkatan honorer kategori 2 sebagai pegawai negeri sipil, Yuddy mengimbau seluruh honorer K2 untuk bersabar dan mengikuti mekanisme seleksi CPNS sesuai dengan UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
"Bagi para honorer yang berusia di bawah 35 tahun dipersilakan mengikuti ujian seleksi CPNS. Sedangkan bagi yang berusia di atas 35 tahun diperkenankan mengikuti ujian seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK)," kata dia.