Asosiasi Roll Former Indonesia (ARFI) mengharapkan keberpihakan regulasi yang mendukung sektor konstruksi di tanah air agar bisa segera pulih dari dampak pandemi COVID-19.

Ketua ARFI, Stephanus Koeswandi, dalam keterangannya, Selasa, mengatakan guna meningkatkan kemampuan usaha di sektor industri baja ringan ini, pihaknya berharap pemerintah merevisi beberapa peraturan konstruksi.

“Khususnya untuk pembangunan Rumah Sehat Sederhana yang dinilai menghambat inovasi penggunaan baja ringan,” kata Stephanus.

Salah satu peraturan itu tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 403/KPTS/M/2002.

Baca juga: Kemenperin sebut produksi baja ringan di Indonesia masih kurang

Pada pasal 4 yang berisi tentang Ketentuan Rumah Sederhana Sehat pasal 3 yang mengatur tentang kerangka bangunan disyaratkan bahwa rangka dinding pada rumah harus dibuat minimal dari kayu atau struktur beton bertulang.

Kemudian di bab yang sama juga disebutkan, Rumah Sederhana Sehat harus menggunakan atap pelana dengan kuda-kuda kerangka kayu dengan kelas kuat dan awet II berukuran 5/10 dan yang banyak beredar di pasaran dengan ukuran sepadan.

Stephanus Koeswandi menilai, dengan teknologi baru yang ada pada saat ini, struktur bangunan bisa dibuat dari material beton pracetak, dan baja solid maupun baja ringan dengan spesifikasi yang menyerupai bahkan melebihi spesifikasi yang telah ditentukan beberapa tahun silam itu.

Untuk kuda-kuda baja ringan kata dia, memiliki kelebihan tambahan. Selain cepat dalam pemasangan serta presisi, kuda-kuda baja baja ringan juga tidak membebani struktur rumah sehingga dampak buruk akibat bencana alam seperti gempa bumi bisa diminimalkan.

“Dengan pemanfaatan perkembangan teknologi ini, khususnya yang menggunakan baja ringan, tentunya bisa menghemat waktu, biaya pembangunan, aman, serta lebih ramah lingkungan karena penggunaan kayu bisa diminimalisir,” katanya,

Baca juga: PUPR siapkan big data industri 4.0 konstruksi nasional

Menurut dia, kelebihan khusus penggunaan baja ringan lainnya juga terletak pada segi keamanan.

Pasalnya rumah dengan konstruksi baja ringan juga merupakan rumah tahan gempa, karena sistem ”interlocking” di baja ringan memastikan antar sambungan saling mengikat.

“Sehingga aman ketika gempa terjadi. Selain itu, dengan pemanfaatan teknologi baja ringan ini, masalah kebutuhan rakyat akan rumah layak huni yang terus meningkat juga dapat teratasi,” kata Stephanus.

Seperti diketahui, di beberapa wilayah di Indonesia, kebutuhan Rumah Sederhana Sehat yang dikhususkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah masih belum seimbang dengan pasokannya.

Baca juga: Jambore Mahasiswa Konstruksi Kenalkan Rumah Pra Cetak

Berdasarkan data Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Disperakim) Provinsi Jawa Tengah, misalnya, saat ini masih ada 720.000 backlog (timbunan yang belum dikerjakan) dari sisi kepemilikan dan 530.000 backlog dari sisi kepenghunian. Jumlah itu tersebar di sejumlah kabupaten/kota di Jawa Tengah.

“Penggunaan baja ringan, khususnya yang sudah mengantongi Standar Nasional Indonesia (SNI) sebenarnya masih bisa ditingkatkan lagi. Dengan dipasang oleh tukang bersertifikat keahlian, keamanannya pun jadi lebih terjamin. Dengan begitu, banyak hal positif yang bisa diraih dengan meningkatkan penggunaannya sehingga roda ekonomi dapat kembali berputar,” kata Stephanus.

Pewarta: Hanni Sofia

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020