Masyarakat perbatasan Indonesia-Malaysia di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat pada kondisi pandemi COVID-19 saat ini sangat membutuhkan ketersediaan sembako yang cukup dan harganya normal.
"Ketersediaan sembako di daerah perbatasan saat ini sangat terbatas, sehingga menjadi langka. Kalau ada, harganya naik menjadi lebih mahal," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Perbatasan Indonesia Kalimantan Barat (Asppindo Kalbar) Christo Lomon kepada Antara melalui sambungan telepon seluler, Minggu.
Menurut Christo Lomon, gula pasir yang didatangkan dari ibu kota Kalimantan Barat di Pontianak ke Entikong di tingkat pengecer harganya sekitar Rp35.000 per kg.
Baca juga: Pengusaha sembako di Sukabumi diimbau tidak layani pemborong pangan
Sembako lainnya, seperti tepung beras, tepung terigu, dan minyak goreng, menurut dia, harganya juga naik tinggi di tingkat pengecer, terutama di lima kecamatan di Kabupaten Sanggau, yakni Entikong dan Sekayam, yang berbatasan langsung dengan Sarawak Malaysia, serta tiga kecamatan lainnya, yakni Noyan, Baduai, dan Kembayan.
Menurut Christo, perekonomian masyarakat di perbatasan masih tergantung pada interaksi perdagangan lintas batas kedua negara, Indonesia-Malaysia.
"Karena kebutuhan sembako masih belum bisa dipenuhi sepenuhnya oleh pasokan dari dalam negeri, sehingga sebagian pasokan sembako dan kebutuhan lainnya masih didatangkan dari negara tetangga," katanya.
Baca juga: Kebutuhan bahan pokok di Depok dijamin aman dan cukup
Ketua Presidium Pembentukan Calon Daerah Otonomi Baru Kabupaten Sekayam Raya, pemekaran Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat ini mengatakan situasi di daerah perbatasan saat ini, masyarakat mengalami kesulitan.
"Apalagi, masyarakat yang sehari-hari bekerja dalam sistem perdagangan lintas batas negara, sekarang menjadi kehilangan mata pencaharian, setelah Malaysia memberlakukan kebijakan karantina wilayah dan menutup semua akses perdagangan lintas batas negara," tuturnya.
Christo menerangkan sebelum Malaysia memberlakukan kebijakan karantina wilayah (lock down), mulai pekan ketiga Maret 2020, lebih dari separuh kebutuhan sembako di perbatasan, masih didatangkan dari negara tetangga.
Baca juga: Butuh sembako, enam pasar tradisional Depok layani penjualan online
Sekretaris Organisasi Persatuan Dayak Serumpun ini mengatakan ada bantuan sosial dari pemerintah, tapi jumlahnya terbatas dan distribusinya juga terbatas penerimanya.
Christo juga menyoroti banyak pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang menutup usahanya karena kesulitan mendapatkan bahan baku karena langka dan harganya mahal.
"Masyarakat di perbatasan sangat membutuhkan kehadiran negara dengan menyediakan sembako yang cukup dan harganya normal," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020
"Ketersediaan sembako di daerah perbatasan saat ini sangat terbatas, sehingga menjadi langka. Kalau ada, harganya naik menjadi lebih mahal," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Perbatasan Indonesia Kalimantan Barat (Asppindo Kalbar) Christo Lomon kepada Antara melalui sambungan telepon seluler, Minggu.
Menurut Christo Lomon, gula pasir yang didatangkan dari ibu kota Kalimantan Barat di Pontianak ke Entikong di tingkat pengecer harganya sekitar Rp35.000 per kg.
Baca juga: Pengusaha sembako di Sukabumi diimbau tidak layani pemborong pangan
Sembako lainnya, seperti tepung beras, tepung terigu, dan minyak goreng, menurut dia, harganya juga naik tinggi di tingkat pengecer, terutama di lima kecamatan di Kabupaten Sanggau, yakni Entikong dan Sekayam, yang berbatasan langsung dengan Sarawak Malaysia, serta tiga kecamatan lainnya, yakni Noyan, Baduai, dan Kembayan.
Menurut Christo, perekonomian masyarakat di perbatasan masih tergantung pada interaksi perdagangan lintas batas kedua negara, Indonesia-Malaysia.
"Karena kebutuhan sembako masih belum bisa dipenuhi sepenuhnya oleh pasokan dari dalam negeri, sehingga sebagian pasokan sembako dan kebutuhan lainnya masih didatangkan dari negara tetangga," katanya.
Baca juga: Kebutuhan bahan pokok di Depok dijamin aman dan cukup
Ketua Presidium Pembentukan Calon Daerah Otonomi Baru Kabupaten Sekayam Raya, pemekaran Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat ini mengatakan situasi di daerah perbatasan saat ini, masyarakat mengalami kesulitan.
"Apalagi, masyarakat yang sehari-hari bekerja dalam sistem perdagangan lintas batas negara, sekarang menjadi kehilangan mata pencaharian, setelah Malaysia memberlakukan kebijakan karantina wilayah dan menutup semua akses perdagangan lintas batas negara," tuturnya.
Christo menerangkan sebelum Malaysia memberlakukan kebijakan karantina wilayah (lock down), mulai pekan ketiga Maret 2020, lebih dari separuh kebutuhan sembako di perbatasan, masih didatangkan dari negara tetangga.
Baca juga: Butuh sembako, enam pasar tradisional Depok layani penjualan online
Sekretaris Organisasi Persatuan Dayak Serumpun ini mengatakan ada bantuan sosial dari pemerintah, tapi jumlahnya terbatas dan distribusinya juga terbatas penerimanya.
Christo juga menyoroti banyak pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang menutup usahanya karena kesulitan mendapatkan bahan baku karena langka dan harganya mahal.
"Masyarakat di perbatasan sangat membutuhkan kehadiran negara dengan menyediakan sembako yang cukup dan harganya normal," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020