Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan hasil kajian Kementerian Perindustrian dan Lembaga Penyelidikan Ekonomi Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) menyimpulkan bahwa penurunan harga gas di sektor industri akan berdampak pada kenaikan penerimaan negara.
“Semakin kecil harga gas, semakin besar benefit yang diterima oleh negara. Hal ini bisa dilihat dari simulasi dampak fiskal penurunan harga gas bumi yang telah kami buat bersama LPEM UI,” kata Menperin di Jakarta, Senin.
Agus memaparkan berdasarkan simulasi jika harga gas bumi empat dolar AS per juta British thermal units (MMBTU), maka memang menurunkan bagian pemerintah sebesar Rp53,86 triliun, namun akan meningkatkan penerimaan negara berbagai pajak dari industri turunannya sebesar Rp85,84 triliun.
Kemudian, simulasi untuk harga gas lima dolar AS per MMBTU, maka akan menurunkan bagi hasil pemerintah Rp44,88 triliun, namun akan meningkatkan penerimaan berbagai pajak dari industri turunannya Rp71,53 triliun.
Sedangkan, untuk harga gas enam dolar AS per MMBTU, maka menurunkan penerimaan pemerintah Rp35,91 triliun, namun akan meningkatkan penerimaan negara berbagai pajak dari industri turunannya sebesar Rp57,23 triliun.
Dengan demikian, lanjut Agus, simulasi menunjukkan bahwa bagian dari pemerintah akan turun apabila harga gas bumi diturunkan dari harga saat ini sebesar rata-rata 9,5 dolar AS per MMBTU.
Namun, pemerintah akan mendapatkan benefit melalui penambahan PPN, PPh badan, PPh orang, dan bea masuk, yang jauh lebih besar.
Selain itu, penurunan harga gas juga akan mempengaruhi daya saing industri dalam negeri.
Kemenperin juga menyimulasikan penurunan harga gas terhadap daya saing industri yang dihitung sebagai selisih antara harga produk impor terhadap harga produk pada kisaran harga gas tertentu.
“Misalnya pada industri kaca. Dengan harga gas tujuh dolar AS per MMBTU, maka produk kaca nasional dijual seharga 241 atau lebih tinggi dibandingkan produk kaca impor yakni sebesar 235,” papar Menperin.
Sedangkan, dengan harga gas lima dolar AS per MMBTU, maka industri kaca nasional mampu menjual produk dengan harga 227, yang lebih rendah dari harga kaca impor sebesar 235.
“Dari sini terlihat bahwa daya saing positif menandakan harga produk lokal lebih murah daripada harga produk impor apabila harga gasnya diturunkan,” ujar Menperin.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2020