Jakarta (Antaranews Bogor) - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia menyerukan kepada jutaan pekerja di Tanah Air untuk memilih calon anggota legislatif yang pro-buruh pada Pemilu Legislatif 9 April 2014.
"Pada Pemilu kali ini kita semua harus berani menyatakan sikap mengubah strategi dengan memilih calon yang ditunjuk oleh kita dan berasal dari kita, yang dapat dikontrol oleh kita bersama, yakni calon yang visi dan misinya mencerminkan kebutuhan kita," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesi (KSPI) Said Iqbal di Jakarta, Minggu.
Ia menjelaskan bahwa KSPI yang beranggotakan delapan federasi telah memutuskan dalam Rakernas II untuk menyerukan agar buruh "go politics".
Adapun delapan federasi yang tergabung dalam KSPI yaitu Serikat Pekerja Kimia Energi Pertambangan Minyak Gas Bumi dan Umum (SPKEP) Reformasi, Serikat Pekerja Percetakan Penerbitan Mass Media Indonesia (SP PPMI), Serikat Pekerja Pariwisata dan Reformasi (SP PAR Reformasi).
Kemudian, Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan Reformasi (SP FARKES Reformasi), Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia), Serikat Pekerja Industri Semen Indonesia (FSP ISI), dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI)
Dalam konteks "go politics", kata Said Iqbal, melalui keputusan hasil Rakernas KSPI, ditindaklanjuti dengan merekomendasikan para anggota dan pengurus serikat yang tergabung dalam KSPI untuk ikut serta menjadi calon anggota legislatif dari berbagai partai politik.
"KSPI pun telah mendorong dan memperjuangkan para caleg yang telah berkomitmen selama ini terhadap perjuangan buruh dan pekerja, di mana puluhan caleg DPRD I dan II telah kami rekomendasikan di berbagai daerah," katanya.
Ia menjelaskan untuk Caleg DPR RI, dari nama-nama yang direkomendasikan para buruh untuk dapat dipilih dalam Pemilu nanti karena mereka dinilai dapat dipercaya dalam memegang komitmen kepentingan masa depan buruh.
KSPI di antaranya telah merekomendasikan Iswan Abdullah dari PKS untuk Dapil Jabar VII Kabupaten Bekasi, Karawang dan Purwakarta.
Kemudian, Anggawira dari Partai Gerindra untuk Dapil Jabar VI Kota Bekasi-Depok, serta Sahat Butar-Butar Caleg DPRD II Kota Bekasi dari Partai Gerindra.
Dari PDIP direkomendasikan nama Adian Yunus Yusak Napitupulu untuk DPR RI Dapil Jabar V yang meliputi seluruh Kabupaten Bogor, Rustan untuk DPRD Jabar dari Dapil Kabupaten Bekasi, dan Nyumarno untuk DPRD Kabupaten Bekasi.
Sedangkan dari PAN adalah Vera Pujianti untuk DPRD Kota Bekasi dari Dapil Bekasi Barat dan Medan Satria, dan untuk Aceh direkomendasikan Drs Tgk, Syaiful Mar dari PBB.
Untuk Sulawesi Utara, direkomendasikan Rosalie Helena Thomas dari Dapil Manado untuk PPP, serta beberapa anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), seperti Dr Sulisyto, M.Pd (Jateng), Drs. H. Mashuri (Jatim), Drs. HK. Edy Permadi, MPd (Jabar), Drs. M Asmin, MPd (Sulsel), Aidil Fitrisyah (Sumsel), dan Dr. H.M Arief, MM, (DKI Jakarta).
Tidak hanya itu, KSPI juga telah menginstruksikan seluruh anggotanya untuk memilih caleg-caleg tersebut, karena diyakini dengan soliditas yang mampu mengantarkan mereka ke Senayan.
"Kami yakin dengan kualitas dan rekam jejaknya mampu berbuat yang terbaik, tentunya mereka wajib memperjuangkan kesejahteraan buruh dan kemandirian bangsa," katanya.
Said Iqbal menegaskan bahwa dalam bidang ketenagakerjaan misalnya upah, sistem kerja dan hak-hak buruh lain juga produk politik.
"Oleh karena itu, agar produk kebijakan yang ada berpihak kepada kaum buruh/rakyat kecil, kita semua tak boleh apatis terhadap politik," katanya.
Karena itu, katanya, tidak boleh urusan politik hanya diserahkan kepada orang-orang yang tidak dikenal tanpa mandat yang jelas.
Ia memberi rujukan bahwa pada rezim Orde Lama gerakan buruh dekat dengan politik, sehingga pada periode itu aturan undang-undang yang dibuat sangat bagus, karena ada peran serta buruh di dalam merumuskan aturan tersebut.
Pada periode rezim Orde Baru gerakan buruh dijauhkan dari politik praktis. "Kita semua disibukkan dengan persoalan di pabrik, padahal persoalan kita di pabrik, kesejahteraan yang kita dapat, semua akibat kebijakan politik," katanya.
"Sehingga asumsi yang melekat (saat itu) adalah bahwa politik itu jahat, politik itu kotor, politik itu sumber perpecahan dan pandangan buruk lainnya," tambahnya.
Dikemukakannya bahwa kalau semua pekerja dan buruh anti-politik dan menganggap politik itu kotor, lantas bersama sama melakukan boikot Pemilu atau Golput maka dapat dipastikan Pemilu akan tetap berjalan.
"Malah kita yang rugi karena Pemilu menghasilkan orang orang yang tidak akan mewakili kita, yang juga tidak paham persoalan kita," katanya.
Oleh karena itu, melihat kondisi tersebut tidak ada pilihan bagi buruh untuk memulai melakukan terobosan strategi perjuangan baru, di mana buruh yang selama ini hanya menggunakan cara perundingan dan aksi ternyata belum menghasilkan hasil yang maksimal, demikian Said Iqbal.Â
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014
"Pada Pemilu kali ini kita semua harus berani menyatakan sikap mengubah strategi dengan memilih calon yang ditunjuk oleh kita dan berasal dari kita, yang dapat dikontrol oleh kita bersama, yakni calon yang visi dan misinya mencerminkan kebutuhan kita," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesi (KSPI) Said Iqbal di Jakarta, Minggu.
Ia menjelaskan bahwa KSPI yang beranggotakan delapan federasi telah memutuskan dalam Rakernas II untuk menyerukan agar buruh "go politics".
Adapun delapan federasi yang tergabung dalam KSPI yaitu Serikat Pekerja Kimia Energi Pertambangan Minyak Gas Bumi dan Umum (SPKEP) Reformasi, Serikat Pekerja Percetakan Penerbitan Mass Media Indonesia (SP PPMI), Serikat Pekerja Pariwisata dan Reformasi (SP PAR Reformasi).
Kemudian, Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan Reformasi (SP FARKES Reformasi), Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia), Serikat Pekerja Industri Semen Indonesia (FSP ISI), dan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI)
Dalam konteks "go politics", kata Said Iqbal, melalui keputusan hasil Rakernas KSPI, ditindaklanjuti dengan merekomendasikan para anggota dan pengurus serikat yang tergabung dalam KSPI untuk ikut serta menjadi calon anggota legislatif dari berbagai partai politik.
"KSPI pun telah mendorong dan memperjuangkan para caleg yang telah berkomitmen selama ini terhadap perjuangan buruh dan pekerja, di mana puluhan caleg DPRD I dan II telah kami rekomendasikan di berbagai daerah," katanya.
Ia menjelaskan untuk Caleg DPR RI, dari nama-nama yang direkomendasikan para buruh untuk dapat dipilih dalam Pemilu nanti karena mereka dinilai dapat dipercaya dalam memegang komitmen kepentingan masa depan buruh.
KSPI di antaranya telah merekomendasikan Iswan Abdullah dari PKS untuk Dapil Jabar VII Kabupaten Bekasi, Karawang dan Purwakarta.
Kemudian, Anggawira dari Partai Gerindra untuk Dapil Jabar VI Kota Bekasi-Depok, serta Sahat Butar-Butar Caleg DPRD II Kota Bekasi dari Partai Gerindra.
Dari PDIP direkomendasikan nama Adian Yunus Yusak Napitupulu untuk DPR RI Dapil Jabar V yang meliputi seluruh Kabupaten Bogor, Rustan untuk DPRD Jabar dari Dapil Kabupaten Bekasi, dan Nyumarno untuk DPRD Kabupaten Bekasi.
Sedangkan dari PAN adalah Vera Pujianti untuk DPRD Kota Bekasi dari Dapil Bekasi Barat dan Medan Satria, dan untuk Aceh direkomendasikan Drs Tgk, Syaiful Mar dari PBB.
Untuk Sulawesi Utara, direkomendasikan Rosalie Helena Thomas dari Dapil Manado untuk PPP, serta beberapa anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), seperti Dr Sulisyto, M.Pd (Jateng), Drs. H. Mashuri (Jatim), Drs. HK. Edy Permadi, MPd (Jabar), Drs. M Asmin, MPd (Sulsel), Aidil Fitrisyah (Sumsel), dan Dr. H.M Arief, MM, (DKI Jakarta).
Tidak hanya itu, KSPI juga telah menginstruksikan seluruh anggotanya untuk memilih caleg-caleg tersebut, karena diyakini dengan soliditas yang mampu mengantarkan mereka ke Senayan.
"Kami yakin dengan kualitas dan rekam jejaknya mampu berbuat yang terbaik, tentunya mereka wajib memperjuangkan kesejahteraan buruh dan kemandirian bangsa," katanya.
Said Iqbal menegaskan bahwa dalam bidang ketenagakerjaan misalnya upah, sistem kerja dan hak-hak buruh lain juga produk politik.
"Oleh karena itu, agar produk kebijakan yang ada berpihak kepada kaum buruh/rakyat kecil, kita semua tak boleh apatis terhadap politik," katanya.
Karena itu, katanya, tidak boleh urusan politik hanya diserahkan kepada orang-orang yang tidak dikenal tanpa mandat yang jelas.
Ia memberi rujukan bahwa pada rezim Orde Lama gerakan buruh dekat dengan politik, sehingga pada periode itu aturan undang-undang yang dibuat sangat bagus, karena ada peran serta buruh di dalam merumuskan aturan tersebut.
Pada periode rezim Orde Baru gerakan buruh dijauhkan dari politik praktis. "Kita semua disibukkan dengan persoalan di pabrik, padahal persoalan kita di pabrik, kesejahteraan yang kita dapat, semua akibat kebijakan politik," katanya.
"Sehingga asumsi yang melekat (saat itu) adalah bahwa politik itu jahat, politik itu kotor, politik itu sumber perpecahan dan pandangan buruk lainnya," tambahnya.
Dikemukakannya bahwa kalau semua pekerja dan buruh anti-politik dan menganggap politik itu kotor, lantas bersama sama melakukan boikot Pemilu atau Golput maka dapat dipastikan Pemilu akan tetap berjalan.
"Malah kita yang rugi karena Pemilu menghasilkan orang orang yang tidak akan mewakili kita, yang juga tidak paham persoalan kita," katanya.
Oleh karena itu, melihat kondisi tersebut tidak ada pilihan bagi buruh untuk memulai melakukan terobosan strategi perjuangan baru, di mana buruh yang selama ini hanya menggunakan cara perundingan dan aksi ternyata belum menghasilkan hasil yang maksimal, demikian Said Iqbal.Â
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2014