Rektor maupun dosen di suatu perguruan tinggi bisa terkena sanksi jika mendorong mahasiswanya untuk melakukan unjuk rasa atau demonstrasi. Menurut Nasir, jika ada dosen yang terbukti diketahui mendorong mahasiswa untuk unjuk rasa, maka rektor bertanggung jawab atas hal itu.

Selain itu, Menristekdikti menjelaskan hukum pidana juga bisa diterapkan jika unjuk rasa tersebut merusak fasilitas umum maupun merugikan negara.

Menristek meminta mahasiswa untuk menyampaikan kritik dan usulan yang konstruktif melalui cara yang baik. Salah satunya dengan berdialog di kampus.

Baca juga: Demo mahasiswa, Jasa Marga tutup tol cawang-Tomang
Baca juga: Demo mahasiswa, massa terus berdatangan menuju DPR RI gunakan kereta api

"Saya sudah memberitahukan kepada para rektor dan para pimpinan perguruan tinggi tolong memberitahukan kepada mahasiswa atau anak didiknya, yaitu jangan sampai mahasiswa demonstrasi ditunggangi oleh orang lain atau kepentingan-kepentingan lain. Mahasiswa dalam melakukan kritik saya persilakan, tapi dengan cara yang baik," demikian Nasir.

Ribuan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi melakukan unjuk rasa pada Selasa (24/9) di depan Gedung Parlemen Jalan Gatot Subroto Jakarta.

Baca juga: Demo, ribuan mahasiswa kembali penuhi depan gerbang gedung DPR/MPR

Selain itu gelombang unjuk rasa oleh mahasiswa juga terjadi di beberapa daerah seperti Medan (Sumatera Utara), Semarang (Jawa Tengah), Yogyakarta, Bandarlampung serta Surabaya dan Malang (Jawa Timur). Mereka menolak RUU KUHP dan UU KPK.

Pada Rabu (25/9), sejumlah pelajar, baik berseragam putih abu-abu maupun berseragam Pramuka, melakukan aksi anarkis di depan Gedung Parlemen di Jakarta. 

Pewarta: Bayu Prasetyo

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019