Masyarakat jangan percaya dan terprovokasi dengan informasi hoax dan propaganda yang beredar pasca Pemilu 2019. Masyarakat harus berupaya merajut kembali persaudaraan dan kolaborasi untuk menjaga perdamaian Indonesia, jangan sampai karena perbedaan politik meminta referendum.  

Hal ini menjadi salah satu kesimpulan pada kegiatan Silaturahmi dan Dialog Kebangsaan yang diadakan oleh Rumah Milenial, Lembaga Kajian Strategi Bangsa (LKSB), Keluarga Besar Putra Putri Polri (KBPPP), dan Himpunan Putra Putri Angkatan Darat (HIPAKAD) di Gedung PBNU Kramat Raya, Jakarta Pusat.

Selain itu, forum silaturahmi mengapresiasi kinerja aparat keamanan yang berusaha maksimal menjaga kondusifitas dan keamanan masyarakat pasca perhelatan Pemilu. Serta mendesak aparat hukum untuk segera mengusut pelaku kerusuhan 21-22 Mei serta dalang dan pendana di belakangnya karena telah menelan banyak korban jiwa dan luka. 

Dalam dialog ini, Intelektual muda NU, Abdul Ghopur mengatakan memahami demokrasi harus komprehensif agar dapat mengetahui hakikat dari demokrasi tersebut. Menurutnya, demokrasi dalam arti lain bukanlah tujuan melainkan alat untuk mencapai tujuan yakni kemakmuran, kesejahteraan dan kedaulatan rakyat. 

"Demokrasi bukanlah pemicu perpecahan antar bangsa, demokrasi adalah indikator bersatunya masyarakat untuk mewujudkan cita cita kemerdekaan Indonesia. Kuncinya, masyarakat harus menerima perbedaan pandangan dan legowo atas berbagai kebijakan yang telah disepakati atas nama bangsa Indonesia. Perbedaan adalah rahmat dan kita wajib mengelolanya dengan bijaksana," katanya.

Direktur Lembaga Kajian Strategis Bangsa (LKSB) ini juga menyikapi adanya permintaan referendum pasca perhelatan Pemilu 2019.

"Kemerdekaan Indonesia adalah hasil ijtima para ulama. Ini sangat penting bahwa kemerdekaan dan persatuan Indonesia juga didukung para ulama. Mari kita jaga bersama persatuan dan perdamaian Indonesia," ujarnya.

Hadir pada kegiatan tersebut Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), H Bina Suhendra, Lembaga Kajian Strategi Bangsa (LKSB), Abdul Ghopur, Pendiri Rumah Milenial, Sahat Martin Philip Sinurat, Ketua Umum Himpunan Putra Putri Angkatan Darat (HIPAKAD), Hariara Tambunan, Ketua Umum Keluarga Besar Putra Putri Polri (KBPPP), Bimo Suryono, Sekretaris Eksekutif PGI, Pdt. Jimmy Sormin, dan puluhan peserta dari berbagai kalangan.

Pendiri Rumah Milenial, Sahat Martin Philip Sinurat mengharapkan para tokoh bangsa, elit politik, dan tokoh agama dapat memberikan teladan bagaimana menyikapi hasil Pemilu secara dewasa.

"Generasi milenial pastinya memperhatikan bagaimana ucapan dan sikap dari para tokoh masyarakat, elit politik, dan tokoh agama. Ajarkanlah kepada kami bagaimana kita seharusnya merajut persaudaraan, bukannya permusuhan pasca pelaksanaan Pemilu ini," ujarnya.

Sahat menyayangkan adanya beberapa pihak yang pasca Pemilu ini kemudian meminta dilakukannya referendum untuk memisahkan diri dari Indonesia.

"Tidak pada Pemilu kali ini saja kita mengalami perbedaan politik. Kita dulu pernah mengalami gejolak politik yang lebih besar, bahkan pemerintah saat itu membubarkan beberapa partai politik. Namun tidak ada satupun tokoh bangsa dan elit politik saat itu yang berpikir untuk memecahkan dan membubarkan negara kita. Janganlah karena perbedaan politik sesaat, kita kemudian tega memecah-belah persatuan bangsa dan negara kita," katanya.

"Namun pada silaturahmi hari ini, kita duduk bersama keluarga besar TNI dan Polri, serta bersama tokoh-tokoh agama kita dari PBNU dan PGI, tentunya ini adalah simbol bahwa kita semua tetap solid dan tidak bisa dipecah-belah. Indonesia akan tetap bersatu dan damai. Ini adalah tugas kita bersama untuk dapat berkolaborasi, terkhusus generasi muda," pungkas mantan Ketua Umum GMKI ini.

Pewarta: Feru Lantara

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019