Dikebanyakan Negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang, sekaligus tolak ukur dari demokrasi. Hasil pemilu yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan keakuratan partisipasi serta aspirasi masyarakat. 

Sekalipun demikian, pemilihan umum tidak merupakan satu-satunya tolak ukur dan perlu dilengkapi dengan pengukuran beberapa kegiatan lain yang lebih bersifat berkesinambungan.

Diawal masa reformasi, terdapat banyak pembahasan ilmiah yang menyoroti kelemahan dalam system politik yang diterapkan di Indonesia sebelum masa reformasi. 

Persoalan yang mengemuka diantaranya adalah lemahnya peran parlemen (lembaga legislatif) dibandingkan dengan institusi eksekutif dan kurang menonjolnya fungsi para legislator di parlemen dalam menjalankan fungsi yang diamanatkan.

Teori modernisasi diramu oleh kalangan ilmuwan sosial pada pertengahan abad 20 untuk melihat bagaimana negara-negara barat terutama Amerika Utara dan Eropa Barat bisa berkembang sedemikian rupa. 

Negara-negara barat yang diteliti dianggap berhasil menjadi modern setelah melalui tahapan-tahapan yang bisa diidentifikasi, meskipun perkembangannya kini semakin kompleks. 

Berkembang di sini diukur dengan tingkat pertumbuhan ekonomi dan inovasi teknologi. Termasuk perubahan politik ke arah demokrasi dan demokratisasi.

Dalam pelaksanaan demokrasi, Negara Amerika Serikat (AS) selalu menjadi rujukan, meskipun dalam pengamatan sebagian pihak demokrasi di AS seringkali bersifat ambigu, bahkan tidak jarang menunjukan gejala yang sesungguhnya jauh dari nilai-nilai demokrasi yang ideal, namun AS kerap menjadi contoh yang ideal. Hal ini mungkin disebabkan majunya pendidikan tinggi di AS.

Demikian pula yang terjadi di Indonesia, dari tahun ke tahun fenomena politik di Indonesia makin mirip dengan pelaksanaan demokrasi AS. Sesungguhnya pengadopsian model AS sudah terlihat sejak awal kemerdekaan bangsa ini. 

Sejalan dengan perjalanan bangsa ini adopsi model AS makin terlihat kental. Hal ini tentu beralasan mengingat sebagian besar intelektual negara ini merupakan alumni pendidikan tinggi di AS, sebagaimana yang terjadi di negara lain.


Modernisasi Kampanye Pemilu

Modernisasi kampanye pemilu sesungguhnya bukan dimulai sejak masa reformasi tetapi jauh sebelumnya, bahkan ketika negara Indonesia masih di bawah rezim demokrasi semu ala Soeharto. 

Akhmad Danial (2008) menunjukan bagaimana peserta kampanye telah memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk meraih simpati dari pemilih. 

Dijelaskan kemudian pada pertengahan tahun 1980-an dalam pelaksanaan kampanye sudah memanfaatkan kemajuan bidang studi komunikasi dan psikologis. 

Meskipun Golkar adalah peserta pemilu yang dominan tetapi mereka tetap saja melibatkan pakar komunikasi dan psikologi untuk meningkatkan perolehan suara yang sesungguhnya sudah sangat tinggi. 

Pelibatan pakar komunikasi dan psikologi ditujukan untuk memahami pribadi tokoh masyarakat di tingkat lokal, salah satu elemen penting dalam mempengaruhi prilaku pemilih masyarakat di Indonesia sampai saat ini.

Perkembangan teknologi informasi kemudian tidak urung dijadikan sarana baru untuk berkampanye. Pada tahun 1990-an peserta pemilu kemudian diperkenankan untuk berkampanye melalui televisi milik pemerintah (baca:TVRI). 

Selain kampanye yang bersifat monologis, diizinkan pula kampanye yang bersifat dialogis di televisi. Meskipun diketahui kemudian kampanye berbentuk dialogis itu sebenarnya telah diatur sedemikian rupa namun tetap saja dapat menjadi catatan penting dalam modernisasi kampanye pemilu di Indonesia.

Modernisasi kampanye pemilu mulai massif pasca berakhirnya Orde Baru, terbukanya peluang bagi masyarakat untuk mendirikan partai sehingga tercipta multi party system berkelindan dengan jadwal pemilu pertama (Baca:Pemilu 1999).

Pada masa Orde Reformasi yang mepet membuat petinggi partai harus berpikir keras mencari jalan yang tepat untuk memperkenalkan dirinya. 

Maka kemudian timbul fenomena penayangan iklan partai politik di berbagai televisi swasta, dimana TVRI kini bukan satu-satunya stasiun dominan. Beriklan di televisi dipandang cara yang paling cepat untuk mensosialisasikan partai ke tengah-tengah masyarakat, apalagi bagi partai yang baru saja berdiri. 

Singkatnya masa sosialisasi dan terbukanya izin bagi televisi untuk menayangkan iklan partai politik, yang dianggap sama dengan iklan komersial, mendorong terciptanya model baru dalam kampanye pemilu.

Selain mengenai penayangan iklan politik di televisi, modernisasi juga terlihat pada diperkenalkannya metode survei atau lembaga survei untuk mengukur pilihan masyarakat sebelum pelaksanaan pemilu. 

Pelaksanaan survei perilaku pemilih sejalan dengan perkembangan tradisi behavioralis dalam studi perilaku memilih. Hasil survei kemudian dimanfaatkan beberapa partai politik untuk menentukan model dan strategi kampanye yang digunakan dalam rangka menarik simpati bangsa.

Modernisasi kampanye makin terlihat pada pelaksanaan Pemilu 2004, selain tetap mempertahankan iklan politik di televisi, beberapa partai dan atau pasangan calon presiden dan wakil presiden kemudian memanfaatkan jasa konsultan politik untuk mendesain model dan strategi kampanye yang akan dilakukan. 

Khusus untuk pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, pemanfaatan jasa konsultan politik dibutuhkan sejalan dengan perubahan sistem pemilihan presiden menjadi pemilihan langsung oleh rakyat.

Pemilu 2004 kemudian mencatat munculnya istilah Quick Count (QC) metode penghitungan cepat hasil pemilu sehingga lebih cepat diketahui partai mana dan atau pasangan mana yang memenangkan pemilu. 

Awalnya banyak pihak yang ragu dengan metode ini, namun setelah di bandingkan dengan penghitungan resmi yang dikeluarkan penyelenggara pemilu (baca:KPU) ternyata menunjukan hasil yang hampir sama, selisih suara antara penghitungan resmi dengan quick count dibawah 2 % saja.

Pada pemilu 2009 satu lagi diperkenalkan model baru dalam pelaksanaan pemilu, yaitu digelarnya debat antar calon presiden dan wakil presiden secara resmi oleh KPU. 

Memang pelaksanaan debat antar pasangan calon bukan yang pertama karena pernah digelar sebelumnya, perbedaannya, jika pelaksanaan sebelumnya digelar ‘informal’, biasanya digelar stasiun televisi, sekarang dilaksanakan secara resmi oleh KPU dan disiarkan secara langsung oleh media ke seluruh Indonesia. 

Dari debat ini masyarakat mengetahui program yang diusung masing-masing pasangan calon serta perbedaan antara satu dengan yang lain.

Pada Pemilu 2014 sampai dengan sekarang tahun 2019 KPU semakin dipercaya, bukan hanya di dalam negeri tetapi oleh beberapa lembaga international, karena dukungan penggunaan teknologinya. 

Karena penggunaan teknologi, maka semua hal tentang pemilu dapat diakses oleh pihak dari manapun, maka mereka bukan hanya melihat, menyaksikan perjalanan pemilu tetapi juga ikut mengawasi dan mengontrol bukan hanya hasilnya tapi juga proses selama pemilu berlangsung.

KPU sudah menggunakan teknologi informasi untuk beberapa hal. Terutama yang menjadi perhatian public adalah yang terkait dengan informasi penghitungan suara (Situng) bukan hanya disaksikan di akhir penghitungan suara tapi bisa disaksikan sejak dari Tempat Pemungutan Suara (TPS). 

Selanjutnya ada Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih) yang pengunaannya untuk mengecek terdaftar sebagai pemilih. KPU juga memiliki system informasi logistic (Silog), dan sistem informasi partai politik (Sipol).

Pemilu tahun 2019 yang baru usai, ditandai kemunculan model kreatif dalam menuju kontestasi presidensial dan legislasi 2019 sudah mulai mengedepankan unsur kreativitas dan seni, yang sudah dimulai era pemilu 2014. 

Bentuk kampanye kreatif seperti video, musik, aplikasi game dan desain visual yang didukung oleh kemajuan teknologi informasi (media sosial dsb) telah mampu melakukan transformasi dari model kampanye konvensional menuju kampanye modern . 

Kemunculan kampanye kreatif dapat menjadi saluran politik yang efektif guna membagun budaya partisipatoris, selain itu kampanye kreatif sangat positif dalam mendorong perubahan perilaku politik kewargaan yang kemudian melahirkan politik kegembiraan selayaknya disebut era pesta demokrasi.

Meskipun pemilihan umum legislatif dan presiden wakil presiden 2019 ini meninggalkan persoalan karena telah banyak korban petugas pemilu akibat kinerja yang over load.

Namun upaya pemilu serentak sesuai putusan MK nomor 14/PPU-XI/2013 tentunya patut dimaknai sebagai upaya pelembagaan konsepsi demokrasi yang lebih berkualitas. 

Hal ini tidak terlepas dengan upaya - upaya pembenahan secara menyeluruh baik pemerintah, DPR serta KPU sebagai penyelenggara Pemilu dalam substansi dan budaya politik yang lebih bermartabat.

Dari pemaparan di atas dapat dilihat perubahan model kampanye yang terus berkembang sejalan dengan perubahan zaman. Jika ditilik lebih jauh penggunaan pakar komunikasi, pemanfaatan iklan di televisi, pemanfaatan jasa suvei sampai konsultan politik merupakan adopsi model kampanye AS. 

Inilah yang Akhmad Danial katakan di awal, bahwa model politik Indonesia, termasuk kampanye pemilu, makin meniru model AS, rujukan utama pelaksanaan demokrasi dunia.

Pewarta: Arief Amarudin

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2019