Utang seakan menjadi hal yang lumrah bagi kebanyakan nelayan kecil di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, terutama saat kondisi cuaca buruk.

Para nelayan kecil terpaksa mencari pinjaman uang alias utang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, karena ketika cuaca buruk, mereka umumnya tidak mau mengambil resiko besar dengan nekad menghadapi tingginya gelombang laut.

Bukan pengelola Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang menjadi sandaran para nelayan kecil saat mereka membutuhkan pinjaman uang ditengah kondisi cuaca buruk, melainkan tengkulak atau bakul.

Seorang nelayan di Dusun Cemara, Desa Cemarajaya, Kecamatan Cibuaya, Karawang, Sakam mengaku tidak pernah berani melaut ketika cuaca buruk atau cuaca eksrim. Sebab saat kondisi cuaca buruk, gelombang laut di perairan Pantura wilayah Karawang cukup tinggi dan berbahaya.

"Saya tidak berani memaksakan diri untuk melaut kalau cuaca buruk. Bisa mati saya kalau tetap melaut ditengah cuaca buruk," katanya.

Selama tidak melaut itu terpaksa dirinya harus mencari pinjaman uang ke tengkulak. Jika tidak begitu, sulit memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Untuk mengganti pinjaman uang tersebut, si-tengkulak nantinya akan langsung memotong hasil jualan ikan yang diperoleh saat kondisi cuaca sudah membaik.

Aminah, seorang isteri nelayan di Karawang mengaku harus rela "kasbon" atau utang ke warung yang ada di kampungnya selama kondisi cuaca buruk. Sebab saat cuaca buruk suaminya tidak melaut.

"Mau tidak mau harus begitu, kalau tidak utang di warung, saya sekeluarga tidak akan bisa makan," kata dia.

Hal berbeda dilakukan nelayan asal Tempuran, Miju. Ia mengaku bersyukur masih bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari tanpa utang ke tengkulak saat kondisi cuaca buruk.

Hanya dirinya tetap mencari pinjaman uang untuk kebutuhan memperbaiki kapalnya yang mengalami kerusakan. Perbaikan kapal itu sendiri dilakukan saat kondisi cuaca buruk, karena dalam kondisi itu nelayan tidak melaut.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Karawang Tarpin Ardinata mengatakan mayoritas nelayan di daerahnya tidak berani melaut saat cuaca ekstrim. Kondisi itu berdampak terhadap munculnya utang yang dialami nelayan.

"Kondisi itu memprihatinkan, karena para nelayan kecil akan terus terjerat utang," kata dia.

Banyaknya nelayan yang memilih tidak melaut saat cuaca ekstrim dinilai cukup realistis. Karena jika tetap memaksakan diri melaut ditengah cuaca ekstrim, itu akan membahayakan.

Perahu nelayan kecil Karawang beberapa kali terbalik saat mereka nekad melaut ditengah tingginya gelombang laut Pantura atau saat kondisi cuaca buruk.

"Ketika keselamatan nelayan terancam, sangat wajar kalau mereka tidak melaut. Karena mereka melaut tidak ada asuransi. Mungkin perlu juga kalau nelayan diasuransi agar mereka bisa nyaman saat melaut," kata dia.

Ia berharap pemerintah daerah bisa memberikan bantuan kepada para nelayan kecil yang tidak melaut saat cuaca buruk itu. Sebab yang namanya nelayan kecil hanya bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dari hasil tangkapan ikannya.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Karawang Yayat Supriatna mengatakan, hampir setiap tahun pemerintah daerah telah memberi bantuan beras kepada nelayan kecil selama kondisi cuaca buruk.

"Selama cuaca buruk akhir tahun 2012 dan awal tahun 2013 lalu, kita sudah menyalurkan bantuan beras kepada para nelayan kecil, sekitar 40 kilogram," katanya.

Berdasarkan rekapitulasi yang dilakukan, terdapat lebih dari 20.000 nelayan yang mendapatkan bantuan beras selama cuaca buruk pada awal 2013.

Para nelayan penerima bantuan beras itu tersebar di delapan kecamatan, yakni di Kecamatan Cilamaya Wetan, Cilamaya Kulon, Tempuran, Cilebar, Pedes, Cibuaya, Tirtajaya, dan Kecamatan Pakisjaya.

"Bantuan beras untuk nelayan kecil saat cuaca buruk itu diajukan oleh Dinas Kelautan Perikanan kepada bupati. Sedangkan realisasi bantuan beras itu dilaksanakan Dinas Sosial dan Penanggulangan Bencana Karawang," kata dia.

Program bantuan beras kepada nelayan kecil yang digulirkan hampir setiap tahun itu merupakan upaya jangka pendek yang dilakukan pemerintah daerah.

Sedangkan jangka panjang untuk membuat nelayan lebih mandiri dan sejahtera ialah dengan melakukan penguatan kelembagaan atau keorganisasian nelayan.

"Penguatan kelembagaan atau organisasi nelayan dibutuhkan agar mereka bisa mendapat bantuan dari pemerintah pusat, sehingga ke depan bisa lebih mandiri," kata dia.

Upaya ril dalam memperkuat kelembagaan nelayan, sejak beberapa tahun terakhir hingga kini, pemerintah pusat telah mengalokasikan anggaran kepada masing-masing kelompok nelayan. Diantara tujuannya ialah untuk meningkatkan produktivitas nelayan.

Pada tahun ini saja, kaya Yayat, telah diajukan sebanyak 10 Kelompok Usaha Bersama (KUB) nelayan di Karawang yang akan mendapat bantuan dari pemerintah pusat. Bantuan tersebut, merupakan bantuan modal usaha untuk para nelayan, sehingga produktivitasnya bisa mengalami peningkatan.

"Kalau pada tahun 2012 lalu, sudah ada 15 KUB nelayan di Karawang yang menerima bantuan," katanya.

Untuk teknis penyaluran bantuannya, dari pemerintah pusat langsung ditransfer ke rekening KUB nelayan terkait. Sehingga dipastikan tidak ada potongan uang dari pemerintah daerah setiap bantuan untuk kelompok nelayan itu cair.

Jika ke depannya kelembagaan atau keorganisasian KUB nelayan sudah kuat, maka setiap kelompok nelayan bisa dibentuk koperasi nelayan. Keberadaan koperasi nantinya diharapkan bisa membantu nelayan kecil saat kondisi cuaca buruk.  

Ketua DPRD Karawang Tono Bahtiar menginginkan agar nelayan diasuransikan, karena profesi mereka cukup berbahaya, mengarungi gelombang besar untuk mencari ikan, guna memenuhi kebutuhan protein masyarakat.

Ia menilai, asuransi bagi nelayan harus disediakan oleh pemerintah daerah. Apalagi jika nelayan itu berada ditengah laut mencari ikan berhari-hari hingga berminggu-minggu. Asuransi nelayan itu juga bagian dari upaya menyejahterakan nelayan.

"Jika para nelayan yang ada di pesisir Karawang diberikan asuransi gratis dengan maka nelayan akan lebih sejahtera dan tidak perlu cemas selama mengarungi lautan lepas," katanya.  

Bupati Karawang Ade Swara mengaku pihaknya akan terus berupaya menyejahterakan masyarakat, termasuk diantaranya menyejahterakan para nelayan yang berada di daerah tersebut.

Melalui Dinas Kelautan dan Perikanan setempat pihaknya juga berupaya meningkatkan kemampuan para nelayan, agar potensi kelautan yang cukup besar di Karawang bisa digarap dengan maksimal.

"Kami juga meningkatkan koordinasi ke pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Jabar untuk melakukan pemeliharaan infrastruktur termasuk diantaranya menjaga wilayah pesisir dengan mempertahankan hutan bakau di Karawang," kata dia.

                            Lokasi "Primadona" Penangkapan Ikan
Para nelayan yang biasa melaut untuk menangkap ikan di laut Pantura wilayah Karawang tidak hanya berasal dari Karawang. Nelayan-nelayan dari luar Karawang hingga luar Jawa Barat pun seringkali menangkap ikan di laut Pantura wilayah Karawang.

Sebab perairan wilayah Karawang kini masih menjadi lokasi "primadona" penangkapan ikan bagi para nelayan. Di laut Pantura wilayah Karawang itu masih banyak ikannya dibandingkan dengan laut Pantura wilayah lainnya di Jawa Barat.

Berdasarkan kajian yang telah dilakukan beberapa tahun terakhir, potensi maksimal tangkapan ikan di sepanjang pantai yang mencapai 84,23 kilometer di Karawang tersebut mencapai 13 ribu ton per tahun.

Tetapi dari data yang ada, kata dia, produksi ikan yang dihasilkan para nelayan Karawang mencapai sekitar 8-9 ribu ton per tahun.

Yayat berharap agar produksi ikan dari perairan wilayah Karawang tidak mencapai atau melebihi 13 ribu ton per tahun. Sebab produksi 13 ribu ton ikan per tahun merupakan produksi maksimal.

Dengan begitu, jika selama bertahun-tahun produksi ikan yang dihasilkan dari perairan wilayah Karawang mencapai batas produksi maksimal itu, dikhawatirkan ikan-ikan di perairan wilayah Karawang akan habis.  

Atas kondisi tersebut, ia mengingatkan agar para nelayan yang biasa menangkap ikan di laut Pantura wilayah Karawang tidak melakukan penangkapan ikan secara berlebihan. Sebab, dikhawatirkan akan habis ikan di laut Pantura wilayah Karawang jika penangkapan ikan dilakukan dengan berlebihan.

Di antara upaya mengatasi penangkapan ikan secara berlebihan tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang akan membuat regulasi atau pengaturan penggunaan alat tangkap ikan bagi nelayan.

Hal tersebut juga dilakukan karena laut Pantura Karawang kini masih menjadi tujuan tempat penangkapan ikan para nelayan luar Karawang.

Menurut Yayat, pengaturan penggunaan alat tangkap ikan yang digunakan nelayan itu cukup penting dalam rangka melestarikan dan mengawasi kondisi lingkungan pesisir. Selain itu, juga diperlukan agar wilayah perairan laut Pantura di Karawang tetap kaya hasil tangkapan ikan.

"Pengaturan penggunaan alat tangkap ikan itu rencananya berbentuk peraturan bupati, dan akan disebarkan ke pemerintah daerah lain," katanya.

Regulasi tersebut nantinya akan mengatur jenis-jenis alat tangkap yang tidak boleh digunakan untuk menangkap ikan di wilayah perairan Karawang.

Di antara alat tangkap yang dilarang digunakan di wilayah perairan Karawang ialah alat tangkap jenis troll, jaring arad, alat tangkap dengan melakukan peledakan, dan berbagai jenis alat tangkap yang dapat membahayakan lingkungan perairan.

                                   Aktivitas Nelayan Terganggu
Dinas Kelautan dan Perikanan Karawang memastikan ratusan nelayan di wilayahnya akan beralih profesi menyusul akan dibangunnya Pelabuhan Internasional Cilamaya di wilayah tersebut.

Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Karawang Yayat Supriatna, Pelabuhan Internasional Cilamaya akan dibangun di Kecamatan Tempuran, tepatnya menggunakan lahan di Desa Ciparage, Sumberjaya dan Desa Cikuntul. Di tiga desa sekitar Kecamatan Tempuran tersebut, terdapat ratusan nelayan yang bermukim.  

Proyek pembangunan pelabuhan Cilamaya itu sendiri dipastikan membutuhkan investasi sekitar Rp5-10 triliun yang bersumber dari APBN.

Pelabuhan Cilamaya itu dibangun sebagai pelimpahan dari pelabuhan Tanjung Priok yang nantinya memiliki akses tersendiri dengan pengembangan Karawang, mengingat daerah Karawang berdekatan dengan sejumlah kawasan industri.

Ia mengakui diantara dampak dari pembangunan pelabuhan ialah akan mengakibatkan ratusan nelayan di wilayah tersebut kehilangan mata pencaharian.

Karena itu, para nelayan di wilayah tersebut perlu diarahkan untuk mencari profesi lain agar mereka tetap bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, meski di wilayah itu dibangun pelabuhan.

Untuk sementara ini, kata dia, pihaknya berencana mengalihkan profesi nelayan di wilayah Tempuran untuk menjadi petambak garam. Sebab cukup tinggi potensi produksi garam di Karawang yang belum tergarap maksimal.

Ia mengaku akan membicarakan rencana peralihan profesi nelayan tersebut ke pemerintah pusat. Sebab rencana pembangunan pelabuhan itu merupakan program pemerintah pusat.

Menurut dia, selain berdampak terhadap beralihnya profesi nelayan, pembangunan pelabuhan yang akan menggunakan lahan lebih dari 2.000 hektare di Kecamatan Tempuran juga akan menghabiskan tambak yang berada di wilayah itu.

Hal lain yang mengganggu aktivitas nelayan di Karawang ialah kondisi dangkalnya muara yang merupakan titik keluar-masuk perahu nelayan.

Sebanyak delapan muara dari total 12 muara yang ada di Karawang, kondisinya rusak atau mengalami pendangkalan, dan perlu segera diperbaiki.

"Pendangkalan muara tersebut sudah berlangsung lama. Tetapi belum diperbaiki karena membutuhkan anggaran yang cukup besar," kata Yayat.

Data Dinas Kelautan dan Perikanan setempat, dari 12 muara yang ada di Karawang, hanya empat muara yang kondisinya normal atau masih bisa dilintasi perahu nelayan.

Empat muara yang kini kondisinya masih normal ialah muara pesisir Cilamaya, Betokmati, Pasir Putih, dan muara di pesisir Tangkolak. Sedangkan untuk muara laut lainnya kondisinya rusak atau mengalami pendangkalan.

Ia menilai, kondisi muara di wilayah pesisir utara Karawang perlu segera diperbaiki. Sebab jika dibiarkan rusak atau mengalami pendangkalan akan mengganggu jalur transportasi para nelayan.

Sementara itu, akibat pendangkalan muara di beberapa wilayah Karawang, kapal-kapal nelayan yang menggunakan groston (GT) besar tidak bisa memasuki muara, dan hanya nelayan yang menggunakan kapal dengan groston kecil yang bisa memasuki muara.

"Kapal nelayan besar dengan ukuran 10 GT sudah tidak bisa memasuki muara. Hanya Kapal nelayan dibawah 5 GT yang bisa memasuki muara. Itu terjadi akibat pendangkalan muara," kata Yayat.

Para nelayan yang menggunakan kapal diatas 10 GT dan akan memasuki muara, harus mengalihkan hasil tangkapan ikannya terlebih dahulu ke kapal dibawah 5 GT.

Kondisi tersebut mengakibatkan penambahan biaya produksi para nelayan yang menggunakan kapal diatas 10 GT.

Ia mengaku sudah menyampaikan surat terkait banyaknya kondisi muara yang mengalami pendangkalan di wilayah pesisir utara Karawang ke pemerintah pusat.

Dalam surat tersebut, pihaknya meminta pemerintah pusat memberi bantuan kapal keruk untuk memperbaiki kondisi muara yang rusak itu.

Sebab, solusi tepat mengatasi pendangkalan muara itu ialah pemerintah daerah memiliki kapal keruk untuk melakukan pengerukan muara secara rutin.

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2013