Bogor (Antaranews Megapolitan) - Usai tahiyat akhir Shalat Jumat dikerjakan, seluruh jamaah laki-laki dalam surau mungil di Kampung Kelapa, Desa Rawa Panjang, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, melanjutkan berdiri bersiap mengerjakan shalat jenazah, Jumat.
Di hadapan mereka sebuah peti mati berukuran 210 cmx70 cm dan tinggi 60 cm dengan ketebalan tiga centi meter telah siap untuk dishalatkan. Di sisi luar, sebuah ambulan pun sudah menunggu untuk menghantar jenazah menuju pemakaman.
Di peti jenazah tersebut tertulis sebuah nama bercetak hitam tebal di selembar kertas putih bertulis Arif Yustian 00/LION/TJ.PRIOK/0002B.
Arif Yustian (20) jenazah ke 59 yang berhasil diidentifikasi tim DVI Polri di hari ke 11 setelah musibah pesawat jatuh Lion Air PK-LQP nomor penerbangan JT 610 yang jatuh di perairan Tanjungpakis Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10) silam.
Sang imam pun memimpin shalat, dan membacakan doa-doa. Sempat juga memberikan ceramah yang meminta kepada keluarga untuk ikhlas menerima, jangan ada lagi kesedihan yang ujungnya menolak takdir Tuhan.
"Barang siapa yang meninggal dalam keadaan terpukul, tertimpa batu, kecelakaan, tergelam di laut, bagian dari mati syahid," kata imam siang itu.
Doa-doa pun dipanjatkan sebelum peti jenazah dinaikkan ke mobil Carry warna silver yang parkir di halaman surau. Keharuan menyebabkan imam tak kuasa menahan tangisnya mendoakan jenazah seorang pemuda harapan keluarga.
Makmum dan pelayat yang menunggu di luar surau pun yang sedari tadi mencoba tegar, ikut haru terbawa suasana. Mereka adalah kerabat, sahabat, teman, keluarga yang mengenal sosok Arif Yustian.
Mengikhlaskan
Bukan satu orang Sariyoso (54) saja yang bersedih atas kehilangan putra pertamanya. Tapi ada banyak sahabat, teman kantor, teman sekolah, dan bahkan teman sekamar kos Arif yang ikut mendoakan dan menahan haru.
Untuk terakhir kalinya, mereka berjalan bersama-sama menuju pemakaman TPU Karang Anyar, Citayam, berjarak dua kilo meter dari rumah duka, menghantarkan Arif ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Di saat semua kaki melangkah menuju pemakaman, di rumah bercat biru di sudut gang sempit itu, Yenti Sulastri (44) keluar dari dalam kamar mandi, dia hendak melaksanakan shalat dzuhur.
Rumah itu lebih ramai dari biasanya, setelah tujuh hari menggelar tahlilah. Yenti pergi ke kamar belakang meninggalkan sementara tamu-tamu yang silih berganti berdatangan.
Rumah yang terlihat berantakan itu, sedang dalam tahap renovasi yang belum selesai, atapnya terbuka, genteng-genteng terlihat dari plafon yang awut-awutan.
Beberapa ruang, dan benda isi rumah terletak tidak pada tempat dan semestinya, nyaris mendekati kata berantakan, hingga ada pemandangan dinding yang berlumut terkena hujan.
Cukup lama Yenti berdiam diri di kamar, entah doa-doa apa yang dia rapalkan. Setelah tiga orang tamu mendatangi rumahnya untuk berbelasungkawa.
Tiga tamu itu adalah kakak adik dan seorang sepupu dari orang tua temannya Arif. Tidak ada sangkut pautnya dengan Arif, hanya anak salah satu orang tamu itu adalah ibu dari rekan kerja Arif.
Tetapi kedekatan emosioanal yang tercipta dari tragedi Lion Air telah mengundang simpati banyak orang untuk tergerak hadir memberikan dukungan moril kepada keluarga korban.
Masih dalam mukena berbahan parasut berwarna merah, Yenti kelaur dari kamar dan menyapa tamunya. Matanya sembab, walau bibirnya merah muda tetapi wajah pucatnya tampak terlihat.m
"Belum bisa tidur dari semalam, mau tidur wajah Arif ngebayang, jadi engga kuat," kata Yenti tertunduk.
Yenti sudah merasa lega, penantian selama 11 harinya terjawab sudah. Walau mukjizat yang diharapkannya agar anaknya pulang ke rumah dan baik-baik saja, karena ada harapan anaknya salah naik pesawat tidak terkabulkan.
Tapi anaknya pulang juga ke rumah walau dalam peti jenazah yang siap dimakamkan.
"Mati itu tidak bisa dimundurin atau dimajuin. Jalan kematian itu pasti datang, di manapun kita berada," kata Yenti menghibur dirinya.
Ibu lima orang anak itu mengaku masih menyimpan rindu kepada putra sulungnya, kadang setiap malam datang, rasa rindu itu mengoyak hatinya. Dan kerap muncul ketika ditinggal sendirian di rumah.
"Tapi doa saya terkabulkan, untuk jasad anak saya ditemukan. Setidaknya kalau rindu saya bisa mengunjungi makamnya," kata Yenti menyeka matanya yang mulai basah.
Harapan
Tak hanya mengikhlaskan puteranya berpulang ke Rahmatullah, Yenti juga merelakan harapan-harapan yang pernah disadarkan kepada putra sulungnya terlepas sudah.
Dia ingat, sehari sebelum malam kecelakaan, Minggub(28/10) ketiga Arif berpamitan untuk berangkat kerja ke Bangka, Yenti sempat ingin mengobrolkan tentang rencana renovasi rumah.
Karena renovasi rumah adalah usulan Arif, yang kala itu terusik dengan kondisinya yang bocor.
"Waktu itu Arif pulang kerja, kecapaian dia, tidur di kamar, pas hari hujan, atap pada bocor. Tidurnya jadi keganggu, lalu dia bilang ke saya renovasi rumah, pakai pijaman kantor ayahnya, dan dia akan bantu bayarin cicilannya," kenang Yenti.
Pada malam sebelum kejadian kecelakaan itu, selain berpamitan, Arif juga minta maaf kepada ibu karena tidak bisa pulang ke rumah. Sudah sebulan dia tidak pulang melihat adik-adik dan kedua orang tuannya.
Dari ujung telpon saat berbicara kepada anaknya, Yenti sudah merasa suara anaknya terdengar terasa jauh. Tetapi dia tidak menyadari itu sebagai firasat.
"Saya sempat bilang ke Arif, kenapa suara abang rasanya jauh yah, dianya (Arif) tidak jawab, hanya diam," kata Yenti.
Malam itu juga, Arif buru-buru pamitan untuk mengambil pakaian ke pencucian yang akan dibawanya ke Bangka Belitung.
"Ya, tidak apa-apa kalau abang sibuk, tadi mama mau rembukin masalah renovasi rumah," kata Yenti mengingat percakapan terakhir dengan anaknya.
Saat itu Arif tidak menjawab, hanya tertawa dan menutup telepon. Itulah kenangan terakhir yang dirasakan Yenti sebelum putranya menjadi korban.
Sri Rahayu (62) nenek Arif masih tak kuasa menahan tangis setiap menceritakan kebaikan pribadi cucunya. Walau tinggal terpisah, tapi Arif dikenal baik olehnya punya kepribadian penyayang dan bertanggungjawab.
"Kalau libur kerja bukannya santai-santai di rumah, dia malah ajak bermain adiknya, bahkan gendongin adiknya di halaman depan," kata Sri.
Keinginan terbesar dari Arif ingin melanjutkan kuliah setelah lulus di Sekolah Menengah Atas Kimia Analisis Bogor (SMAKBO) sembari bekerja, gaji selama kerja disisihkan menabung untuk biaya kuliah.
Arif juga punya keinginan untuk membantu kedua orang tuanya membiayai adik-adiknya kuliah, bahkan merenovasi rumah mereka yang sangat sederhana.
"Cara Allah memang luar biasa, Arif pergi, tapi dia kirim rezeki buat orang tuanya," kata Sri.
Hikmah
Banyak hikmah yang dirasakan ibu almarhum Arif, atas tragedi yang dialami putranya bersama 189 penumpang dan kru pesawat lainnya. Meski nama Arif sempat tidak tercatat dalam daftar manifest penumpang Lion Air yang naas, tapi kemudahan demi kemudahan diterima oleh keluarga korban.
Apa yang menjadi hak keluarga korban dipenuhi oleh maskapai, maupun perusahaan. Simpati dan kepedulian yang tinggi dari teman kerja, teman sekolah, hingga perusahaan tempat Arif bekerja telah menghibur hati Sariyoso dan Yenti.
"Kami merasak hikmahnya jadi banyak saudara, kami sangat-sangat diperhatikan oleh teman sekolah Arif, teman sekantor, bahkan sampai direktur perusahaannya selalu datang ke rumah," kata Sariyoso.
Bukan hanya itu, lanjut Sariyoso, kepedulian maskapai penerbangan untuk membayarkan apa yang menjadi hak korban juga berjalan lancar. Setelah menerima uang tunggu, uang santunan, dan kini keluarga sebagai ahli waris sedang menunggu asuransi kecelakaan yang akan diterima.
"Kami tidak menemukan kesulitan, walau nama Arif sempat tidak terdaftar di manifest, kami sudah urus, semua lancar kami terima," kata Sariyoso.
Yoso sapaan akrab bapak lima anak ini begitu bersyukur hingga hari ke 11 pencarian, jenazah anaknya berhasil terindentifikasi melalui DNA. Peti jenazah sempat diinapkan di rumah semalaman.
Hal ini karena mempertimbangkan kondisi cuaca yang pada Kamis (8/11) malam peti jenazah tiba di rumah pukul 23.00 WIB dari Jakarta. Selain itu, pihak keluarga juga menunggu kerabat, teman dan sahabat yang meminta untuk bisa mengantarkan jenazah ke peristirahatan terakhir.
"Ada permintaan juga dari teman-temannya supaya dimakamkan besok (Jumat), jadi kamipun memenuhi permintaan itu," kata Sariyoso.
Sariyoso juga berterimakasih, atas upaya pemerintah dan semua pihak yang terlibat dalam evakuasi dan pencarian jenazah korban Lion Air PK-LQP nomor penerbangan JT 610.
"Jenazah anak kami sudah teridentifikasi, semua biaya pemakaman telah ditanggung, kami hanya tinggal menghantarkannya saja. Kamipun ikhlas, semoga anak kami husnul khotimah," kata Yoso.
Hingga hari ke-12 pencarian korban pesawat jatuh Lion Air PK-LQP nomor penerbangan JT 610, tim DVI Mabes Polri telah berhasil mengidentifikasi 71 jenazah dari 195 kantong jenazah yang ditemukan dari lokasi jatuhnya pesawat.
Dari 77 jenazah yang berhasil diidentifikasi terdiri atas 57 jenazah laki-laki, dan 20 jenazah perempuan. Tim Badan SAR Nasional (Basarna) masih melanjutkan pencarian dengan fokus selain jenazah para korban dan cockpit voice recorder (CVR) yang merupakan bagian lainnya dari `black box`.
VCR penting untuk ditemukan untuk membantu kelancaran penyelidikan kecelakaan pesawat Lion Air PK-LQP nomor penerbangan JT 610 yang menewaskan 189 penumpang dan awak kapal.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
Di hadapan mereka sebuah peti mati berukuran 210 cmx70 cm dan tinggi 60 cm dengan ketebalan tiga centi meter telah siap untuk dishalatkan. Di sisi luar, sebuah ambulan pun sudah menunggu untuk menghantar jenazah menuju pemakaman.
Di peti jenazah tersebut tertulis sebuah nama bercetak hitam tebal di selembar kertas putih bertulis Arif Yustian 00/LION/TJ.PRIOK/0002B.
Arif Yustian (20) jenazah ke 59 yang berhasil diidentifikasi tim DVI Polri di hari ke 11 setelah musibah pesawat jatuh Lion Air PK-LQP nomor penerbangan JT 610 yang jatuh di perairan Tanjungpakis Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10) silam.
Sang imam pun memimpin shalat, dan membacakan doa-doa. Sempat juga memberikan ceramah yang meminta kepada keluarga untuk ikhlas menerima, jangan ada lagi kesedihan yang ujungnya menolak takdir Tuhan.
"Barang siapa yang meninggal dalam keadaan terpukul, tertimpa batu, kecelakaan, tergelam di laut, bagian dari mati syahid," kata imam siang itu.
Doa-doa pun dipanjatkan sebelum peti jenazah dinaikkan ke mobil Carry warna silver yang parkir di halaman surau. Keharuan menyebabkan imam tak kuasa menahan tangisnya mendoakan jenazah seorang pemuda harapan keluarga.
Makmum dan pelayat yang menunggu di luar surau pun yang sedari tadi mencoba tegar, ikut haru terbawa suasana. Mereka adalah kerabat, sahabat, teman, keluarga yang mengenal sosok Arif Yustian.
Mengikhlaskan
Bukan satu orang Sariyoso (54) saja yang bersedih atas kehilangan putra pertamanya. Tapi ada banyak sahabat, teman kantor, teman sekolah, dan bahkan teman sekamar kos Arif yang ikut mendoakan dan menahan haru.
Untuk terakhir kalinya, mereka berjalan bersama-sama menuju pemakaman TPU Karang Anyar, Citayam, berjarak dua kilo meter dari rumah duka, menghantarkan Arif ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Di saat semua kaki melangkah menuju pemakaman, di rumah bercat biru di sudut gang sempit itu, Yenti Sulastri (44) keluar dari dalam kamar mandi, dia hendak melaksanakan shalat dzuhur.
Rumah itu lebih ramai dari biasanya, setelah tujuh hari menggelar tahlilah. Yenti pergi ke kamar belakang meninggalkan sementara tamu-tamu yang silih berganti berdatangan.
Rumah yang terlihat berantakan itu, sedang dalam tahap renovasi yang belum selesai, atapnya terbuka, genteng-genteng terlihat dari plafon yang awut-awutan.
Beberapa ruang, dan benda isi rumah terletak tidak pada tempat dan semestinya, nyaris mendekati kata berantakan, hingga ada pemandangan dinding yang berlumut terkena hujan.
Cukup lama Yenti berdiam diri di kamar, entah doa-doa apa yang dia rapalkan. Setelah tiga orang tamu mendatangi rumahnya untuk berbelasungkawa.
Tiga tamu itu adalah kakak adik dan seorang sepupu dari orang tua temannya Arif. Tidak ada sangkut pautnya dengan Arif, hanya anak salah satu orang tamu itu adalah ibu dari rekan kerja Arif.
Tetapi kedekatan emosioanal yang tercipta dari tragedi Lion Air telah mengundang simpati banyak orang untuk tergerak hadir memberikan dukungan moril kepada keluarga korban.
Masih dalam mukena berbahan parasut berwarna merah, Yenti kelaur dari kamar dan menyapa tamunya. Matanya sembab, walau bibirnya merah muda tetapi wajah pucatnya tampak terlihat.m
"Belum bisa tidur dari semalam, mau tidur wajah Arif ngebayang, jadi engga kuat," kata Yenti tertunduk.
Yenti sudah merasa lega, penantian selama 11 harinya terjawab sudah. Walau mukjizat yang diharapkannya agar anaknya pulang ke rumah dan baik-baik saja, karena ada harapan anaknya salah naik pesawat tidak terkabulkan.
Tapi anaknya pulang juga ke rumah walau dalam peti jenazah yang siap dimakamkan.
"Mati itu tidak bisa dimundurin atau dimajuin. Jalan kematian itu pasti datang, di manapun kita berada," kata Yenti menghibur dirinya.
Ibu lima orang anak itu mengaku masih menyimpan rindu kepada putra sulungnya, kadang setiap malam datang, rasa rindu itu mengoyak hatinya. Dan kerap muncul ketika ditinggal sendirian di rumah.
"Tapi doa saya terkabulkan, untuk jasad anak saya ditemukan. Setidaknya kalau rindu saya bisa mengunjungi makamnya," kata Yenti menyeka matanya yang mulai basah.
Harapan
Tak hanya mengikhlaskan puteranya berpulang ke Rahmatullah, Yenti juga merelakan harapan-harapan yang pernah disadarkan kepada putra sulungnya terlepas sudah.
Dia ingat, sehari sebelum malam kecelakaan, Minggub(28/10) ketiga Arif berpamitan untuk berangkat kerja ke Bangka, Yenti sempat ingin mengobrolkan tentang rencana renovasi rumah.
Karena renovasi rumah adalah usulan Arif, yang kala itu terusik dengan kondisinya yang bocor.
"Waktu itu Arif pulang kerja, kecapaian dia, tidur di kamar, pas hari hujan, atap pada bocor. Tidurnya jadi keganggu, lalu dia bilang ke saya renovasi rumah, pakai pijaman kantor ayahnya, dan dia akan bantu bayarin cicilannya," kenang Yenti.
Pada malam sebelum kejadian kecelakaan itu, selain berpamitan, Arif juga minta maaf kepada ibu karena tidak bisa pulang ke rumah. Sudah sebulan dia tidak pulang melihat adik-adik dan kedua orang tuannya.
Dari ujung telpon saat berbicara kepada anaknya, Yenti sudah merasa suara anaknya terdengar terasa jauh. Tetapi dia tidak menyadari itu sebagai firasat.
"Saya sempat bilang ke Arif, kenapa suara abang rasanya jauh yah, dianya (Arif) tidak jawab, hanya diam," kata Yenti.
Malam itu juga, Arif buru-buru pamitan untuk mengambil pakaian ke pencucian yang akan dibawanya ke Bangka Belitung.
"Ya, tidak apa-apa kalau abang sibuk, tadi mama mau rembukin masalah renovasi rumah," kata Yenti mengingat percakapan terakhir dengan anaknya.
Saat itu Arif tidak menjawab, hanya tertawa dan menutup telepon. Itulah kenangan terakhir yang dirasakan Yenti sebelum putranya menjadi korban.
Sri Rahayu (62) nenek Arif masih tak kuasa menahan tangis setiap menceritakan kebaikan pribadi cucunya. Walau tinggal terpisah, tapi Arif dikenal baik olehnya punya kepribadian penyayang dan bertanggungjawab.
"Kalau libur kerja bukannya santai-santai di rumah, dia malah ajak bermain adiknya, bahkan gendongin adiknya di halaman depan," kata Sri.
Keinginan terbesar dari Arif ingin melanjutkan kuliah setelah lulus di Sekolah Menengah Atas Kimia Analisis Bogor (SMAKBO) sembari bekerja, gaji selama kerja disisihkan menabung untuk biaya kuliah.
Arif juga punya keinginan untuk membantu kedua orang tuanya membiayai adik-adiknya kuliah, bahkan merenovasi rumah mereka yang sangat sederhana.
"Cara Allah memang luar biasa, Arif pergi, tapi dia kirim rezeki buat orang tuanya," kata Sri.
Hikmah
Banyak hikmah yang dirasakan ibu almarhum Arif, atas tragedi yang dialami putranya bersama 189 penumpang dan kru pesawat lainnya. Meski nama Arif sempat tidak tercatat dalam daftar manifest penumpang Lion Air yang naas, tapi kemudahan demi kemudahan diterima oleh keluarga korban.
Apa yang menjadi hak keluarga korban dipenuhi oleh maskapai, maupun perusahaan. Simpati dan kepedulian yang tinggi dari teman kerja, teman sekolah, hingga perusahaan tempat Arif bekerja telah menghibur hati Sariyoso dan Yenti.
"Kami merasak hikmahnya jadi banyak saudara, kami sangat-sangat diperhatikan oleh teman sekolah Arif, teman sekantor, bahkan sampai direktur perusahaannya selalu datang ke rumah," kata Sariyoso.
Bukan hanya itu, lanjut Sariyoso, kepedulian maskapai penerbangan untuk membayarkan apa yang menjadi hak korban juga berjalan lancar. Setelah menerima uang tunggu, uang santunan, dan kini keluarga sebagai ahli waris sedang menunggu asuransi kecelakaan yang akan diterima.
"Kami tidak menemukan kesulitan, walau nama Arif sempat tidak terdaftar di manifest, kami sudah urus, semua lancar kami terima," kata Sariyoso.
Yoso sapaan akrab bapak lima anak ini begitu bersyukur hingga hari ke 11 pencarian, jenazah anaknya berhasil terindentifikasi melalui DNA. Peti jenazah sempat diinapkan di rumah semalaman.
Hal ini karena mempertimbangkan kondisi cuaca yang pada Kamis (8/11) malam peti jenazah tiba di rumah pukul 23.00 WIB dari Jakarta. Selain itu, pihak keluarga juga menunggu kerabat, teman dan sahabat yang meminta untuk bisa mengantarkan jenazah ke peristirahatan terakhir.
"Ada permintaan juga dari teman-temannya supaya dimakamkan besok (Jumat), jadi kamipun memenuhi permintaan itu," kata Sariyoso.
Sariyoso juga berterimakasih, atas upaya pemerintah dan semua pihak yang terlibat dalam evakuasi dan pencarian jenazah korban Lion Air PK-LQP nomor penerbangan JT 610.
"Jenazah anak kami sudah teridentifikasi, semua biaya pemakaman telah ditanggung, kami hanya tinggal menghantarkannya saja. Kamipun ikhlas, semoga anak kami husnul khotimah," kata Yoso.
Hingga hari ke-12 pencarian korban pesawat jatuh Lion Air PK-LQP nomor penerbangan JT 610, tim DVI Mabes Polri telah berhasil mengidentifikasi 71 jenazah dari 195 kantong jenazah yang ditemukan dari lokasi jatuhnya pesawat.
Dari 77 jenazah yang berhasil diidentifikasi terdiri atas 57 jenazah laki-laki, dan 20 jenazah perempuan. Tim Badan SAR Nasional (Basarna) masih melanjutkan pencarian dengan fokus selain jenazah para korban dan cockpit voice recorder (CVR) yang merupakan bagian lainnya dari `black box`.
VCR penting untuk ditemukan untuk membantu kelancaran penyelidikan kecelakaan pesawat Lion Air PK-LQP nomor penerbangan JT 610 yang menewaskan 189 penumpang dan awak kapal.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018