Bogor (Antaranews Megapolitan) - Kementerian Pertanian (Kementan) mengevaluasi hasil program pendampingan dosen dan mahasiswa STPP melalui pengabdian masyarakat dan penelitian serta Praktek kerja lapang (PKL) di kawasan perbatasan Indonesia.

"Evaluasi ini untuk mengetahui apakah kegiatan ini memberikan manfaat bagi masyarakat yang menjadi target pendampingan, pengabdian masyarakat, penelitian dan PKL mahasiswa dan dosen STPP," kata Kepala Bidang Program dan Kerja sama Pendidikan, Pusat Pendidikan Pertanian, BPPSDMP, Kementerian Pertanian, Siswoyo,di Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa.

Dia mengatakan, Kementan pada 2018 melalui Pusat Pendidikan Pertanian, BPPSDMP telah melaksanakan program pendampingan dosen dan mahasiswa melalui pengabdian masyarakat, penelitian dan PKL di wilayah perbatasan.

Wilayah perbatasan tersebut berada di tiga provinsi yakni Kalimantan Barat (Kabupaten Entikong, Badau, dan Paloh), Nusa Tenggara Timur (NTT) ada di Kanupaten Atambua, dan Papua ada di Kabupaten Jayapura.

Kegiatan ini melibatkan 208 mahasiswa di enam Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian (STPP) yakni, Bogor, Malang, Magelang/Yogyakarta, Medan, Gowa, Manokwari.

"Mahasiswa melakukan program pendampingan yang terintegrasi dengan PKL selama satu bulan lamanya. Mendampingi masyarakat setempat di bidang pertanian dan peternakan," kata Siswoyo.

Program kerja sama dengan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), dan Kementerian Dalam Negeri ini berlangsung pada 1 sampai 31 Juli 2018.

Saat ini, seluruh mahasiswa dan dosen yang melakukan program pendampingan melalui pengabdian masyarakat, penelitian, dan PKL telah ditarik kembali ke masing-masing daerah.

Evaluasi program ini dibahas dalam workshop hasil kegiatan dan pelaporan program yang dihadiri oleh perwakilan seluruh STPP, serta pemerintah daerah setempat berlangsungnya program.

"Dari workshop ini kami mau mendengar langsung evaluasinya seperti apa, baik dari STPP maupun dari pemerintah daerah. Apakah banyak manfaatnya dirasakan, jika ia,maka kita akan merancang program lanjutan di tahun berikutnya," kata Siswoyo.

Sementara itu, Ketua STPP Bogor, Nazaruddin mengatakan, dalam program tersebut Bogor mengirimkan 64 mahasiswanya melakukan pendampingan di wilayah perbatasan Kecamatan Badau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Menurutnya, berbagai tantangan dan rintangan mampu dihadapi oleh mahasiswa, mengingat daerahnya yang masih terisolir, minim penerangan, dan akses air bersih dari sungai, tidak menyurutkan semangat mahasiswa melaksanakan PKL dan pendampingan.

"Banyak manfaat yang dirasakan dari kegiatan ini, selain interaksi antarmasyarakat dan mahasiswa yang begitu dekat, sehingga masyarakat begitu kehilangan ketika mahasiswa kita menyelesaikan kewajibannya ," kata Nazar.

Selain itu, pengalaman berinteraksi mendampingi warga, baik dalam bidang pertanian, dan peternakan. Mahasiswa juga terpanggil untuk membantu masyarakat dalam bidang lainnya.

"Seperti di Badau itu ada SD yang cuma mempunyai satu pengajar. Mahasiswa kami ikut serta mengajar di sana," katanya.

Harapan agar program pendampingan di wilayah perbatasan ini tetap dilanjutkan dengan durasi yang lebih lama dari satu bulan menjadi tiga bulan disampaikan oleh Plt Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan, Kabupaten Belu, NTT, Arnoldus Bria Seo.

"Saya berharap program ini terus belanjut, pada 2019 ini Pemkab Belu juga sudah menganggarkan untuk program kerja sama pendampingan dengan STPP," katanya.

 Ia menambahkan kerja sama yang akan dibangun dengan STPP seperti pengiriman mahasiswa untuk pendampingan, maupun pengiriman anak-anak Belu bisa menimba ilmu di STPP.

"Pendampingan ini sangat membantu, apalagi Pemkab Belu mempunyai program membangun desa sejahtera mandiri," kata Arnold.
 

Pewarta: Laily Rahmawaty

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018