Cikarang, Bekasi (Antaranews Megapolitan) - Panitia khusus atau Pansus XXVIII DPRD Kabupaten Bekasi, Jawa Barat menyebut data terkait luas lahan pertanian di wilayahnya tidak sinkron sehingga pembahasan mengenai Rencana Peraturan Daerah (Raperda) Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) terhenti sementara sambil menunggu kejelasan data dari dinas terkait.
"Terkait pembahasan LP2B kami kembalikan lagi ke Dinas Pertanian selaku yang mengajukan Raperda lantaran masih terdapat ketidaksesuaian data," kata Ketua Pansus XXVIII Sarim Saefudin di Cikarang, Selasa.
Ketidaksesuaian data yang dimaksud Sarim adalah data mengenai luas lahan pertanian yang ada secara faktual baik di Kementerian Pertanian, ATR/BPN, Badan Informasi Geopasial serta data yang diusulkan oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi melalui Dinas Pertanian.
"Terlebih dahulu harus melakukan persamaan data yang valid terkait lahan pertanian, serta mengacu kepada Pemerintah Provinsi dan Kementerian," katanya.
Perbedaan data itu didapat Pansus saat melakukan kunjungan kerja ke sejumlah tempat di antaranya Dinas Pertanian Jawa Barat, Kementerian Pertanian, Kementrian ATR/BPN, serta Badan Informasi Geopasial (BIG).
Sarim menjelaskan Dinas Pertanian mengusulkan seluas 35.244 hektare lahan pertanian yang masuk di Raperda LP2B mengacu kepada Perda Nomor 12 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bekasi.
"Namun informasi yang kita dapat di Dinas Provinsi Jawa Barat bilang jumlahnya harus merujuk ke Kementerian Pertanian yakni 62.000 hektare," katanya.
Begitu pula dengan Kementerian ATR/BPN yang menyebut jumlahnya sesuai dengan angka di Kementrian Pertanian namun sudah menyusut selama tujuh tahun terakhir menjadi 42.000 hektare.
"Sementara di BIG jumlahnya itu 59.000 hektare mengacu kepada Perda RDTR yang belum selesai penetapannya atau masih di bahas di Provinsi Jawa Barat," katanya.
Untuk itu pihaknya meminta Dinas Pertanian Kabupaten Bekasi mensinkronkan terlebih dahulu luasan lahan pertanian yang ada sebelum dibahas lebih lanjut.
"Jadi harus sinkron dulu nih data-data yang ada baik dengan instansi serta Perda di atasnya seperti RDTR yang saat ini masih di evaluasi Provinsi. Sebab data yang ada di RDTR kan makin menyusut. Kami tidak ingin terburu buru dalam pembahasan ini dan hal ini juga untuk menghindari adanya kesalahan nantinya," katanya.
Pansus XXVIII juga mendesak agar Pemkab Bekasi menyediakan data luas lahan pertanian di setiap Kecamatan yang masuk di Raperda LP2B secara "by name by adress" sampai ke tingkat Desa sehingga luas lahan pertanian sebanyak 35.244 hektare yang ingin mereka pertahankan dapat dipertanggungjawabkan secara detail dan rill sesuai dengan kondisi di lapangan.
"Karena informasinya pemerintah pusat dalam waktu dekat juga akan menerbitkan Peraturan Presiden tentang Percepatan Penetapan Lahan Sawah Berkelanjutan dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah. Jadi biar sinkron kita menganjurkan agar Pemkab Bekasi menunggu terlebih dahulu jangan sampai nanti malah kita disalahkan," katanya.
Kepala Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi menjelaskan menyusutnya lahan pertanian yang ada di RDTR sudah melalui perhitungan yang jelas, adapun perhitungan lahan pertaniannya menggunakan skala 1:50.000 sedangkan untuk RTRW 1:5.000.
"Jadi di RDTR itu lebih detail, sebab kalau kawasan pertanian yang ada di RTRW seperti kawasan permukiman dan jalan masuknya masih berwarna hijau. Namun di RDTR kita detail kan, dan hal ini sudah menjadi hasil perhitungan kita dengan anggota DPRD," katanya.
Dia menegaskan tidak ada perubahan dari RTRW dan RDTR yang menyebabkan penyusutan luas lahan terlebih akibat penghilangan kawasan pertanian.
"Kita tidak menghilangkan kawasan hijau, melainkan hanya mendetailkan pola ruang. Dan pembahasan ini juga terbuka serta berkomunikasi dengan ART/BPN," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
"Terkait pembahasan LP2B kami kembalikan lagi ke Dinas Pertanian selaku yang mengajukan Raperda lantaran masih terdapat ketidaksesuaian data," kata Ketua Pansus XXVIII Sarim Saefudin di Cikarang, Selasa.
Ketidaksesuaian data yang dimaksud Sarim adalah data mengenai luas lahan pertanian yang ada secara faktual baik di Kementerian Pertanian, ATR/BPN, Badan Informasi Geopasial serta data yang diusulkan oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi melalui Dinas Pertanian.
"Terlebih dahulu harus melakukan persamaan data yang valid terkait lahan pertanian, serta mengacu kepada Pemerintah Provinsi dan Kementerian," katanya.
Perbedaan data itu didapat Pansus saat melakukan kunjungan kerja ke sejumlah tempat di antaranya Dinas Pertanian Jawa Barat, Kementerian Pertanian, Kementrian ATR/BPN, serta Badan Informasi Geopasial (BIG).
Sarim menjelaskan Dinas Pertanian mengusulkan seluas 35.244 hektare lahan pertanian yang masuk di Raperda LP2B mengacu kepada Perda Nomor 12 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bekasi.
"Namun informasi yang kita dapat di Dinas Provinsi Jawa Barat bilang jumlahnya harus merujuk ke Kementerian Pertanian yakni 62.000 hektare," katanya.
Begitu pula dengan Kementerian ATR/BPN yang menyebut jumlahnya sesuai dengan angka di Kementrian Pertanian namun sudah menyusut selama tujuh tahun terakhir menjadi 42.000 hektare.
"Sementara di BIG jumlahnya itu 59.000 hektare mengacu kepada Perda RDTR yang belum selesai penetapannya atau masih di bahas di Provinsi Jawa Barat," katanya.
Untuk itu pihaknya meminta Dinas Pertanian Kabupaten Bekasi mensinkronkan terlebih dahulu luasan lahan pertanian yang ada sebelum dibahas lebih lanjut.
"Jadi harus sinkron dulu nih data-data yang ada baik dengan instansi serta Perda di atasnya seperti RDTR yang saat ini masih di evaluasi Provinsi. Sebab data yang ada di RDTR kan makin menyusut. Kami tidak ingin terburu buru dalam pembahasan ini dan hal ini juga untuk menghindari adanya kesalahan nantinya," katanya.
Pansus XXVIII juga mendesak agar Pemkab Bekasi menyediakan data luas lahan pertanian di setiap Kecamatan yang masuk di Raperda LP2B secara "by name by adress" sampai ke tingkat Desa sehingga luas lahan pertanian sebanyak 35.244 hektare yang ingin mereka pertahankan dapat dipertanggungjawabkan secara detail dan rill sesuai dengan kondisi di lapangan.
"Karena informasinya pemerintah pusat dalam waktu dekat juga akan menerbitkan Peraturan Presiden tentang Percepatan Penetapan Lahan Sawah Berkelanjutan dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah. Jadi biar sinkron kita menganjurkan agar Pemkab Bekasi menunggu terlebih dahulu jangan sampai nanti malah kita disalahkan," katanya.
Kepala Bidang Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi menjelaskan menyusutnya lahan pertanian yang ada di RDTR sudah melalui perhitungan yang jelas, adapun perhitungan lahan pertaniannya menggunakan skala 1:50.000 sedangkan untuk RTRW 1:5.000.
"Jadi di RDTR itu lebih detail, sebab kalau kawasan pertanian yang ada di RTRW seperti kawasan permukiman dan jalan masuknya masih berwarna hijau. Namun di RDTR kita detail kan, dan hal ini sudah menjadi hasil perhitungan kita dengan anggota DPRD," katanya.
Dia menegaskan tidak ada perubahan dari RTRW dan RDTR yang menyebabkan penyusutan luas lahan terlebih akibat penghilangan kawasan pertanian.
"Kita tidak menghilangkan kawasan hijau, melainkan hanya mendetailkan pola ruang. Dan pembahasan ini juga terbuka serta berkomunikasi dengan ART/BPN," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018