Depok, (Antaranews Megapolitan) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memberikan apresiasi kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Depok Jawa Barat dalam menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak.

"KPAI memberikan apresiasi kepada Pemkot Depok yang bersedia menanggung biaya rehabilitasi korban dan ibunya. Rehabilitasi psikologis penting agar tumbuh kembang anak korban tidak terganggu dan tidak berpotensi menjadi pelaku," kata Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti di Balaikota Depok, Selasa. 

Ia mengatakan ada progres yang patut diapresiasi, yaitu anak korban yang sebelum Idul Fitri baru satu yang menjalani program rehabilitasi psikologis, sekarang sudah 8 dari 12 korban. 

Dua korban lagi sudah bersedia mengikuti program rehabilitasi, sedangkan dua lagi akan dibujuk oleh pekerja sosial dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) untuk bersedia mengikuti program rehabilitasi psikologis.

Retno mengatakan proses pemulihan trauma anak korban sangat bergantung pada ketangguhan sang ibu dalam mendampingi proses rehabilitasi anaknya. Oleh karena itu, penting melakukan assesment pada ibu korban. Klinik klinis Psikologi Universitas Indonesia juga bersedia membantu, jika ibu korban bersedia datang langsung ke klinik tersebut di kampus UI. 

Selain itu, juga disepakati program pencegahan kekerasan seksual di sekolah yang melibatkan Dinas Pendidikan Depok, KPAI dan Universitas Indonesia. Bentuk kegiatan diantaranya adalah class parenting secara rutin per 3 bulan di sekolah-sekolah, menyosialisasi, membangun sistem pengaduan jika terjadi kekerasan di sekolah, dan mendorong penguatan perwujudan  program Sekolah Ramah Anak (SRA) sebagai upaya pencegahan kekerasan di sekolah.

Untuk itu, katanya sebagai langkah tindak lanjut Dinas Pendidikan Depok sudah merencanakan sosialisasi dengan mengumpulkan kepala kepala sekolah di Depok sebagai upaya bersama mencegah kekerasan seksual terjadi lagi di sekolah dengan mengenali indikasi dan modus-modus yang mungkin dilakukan predator anak di lingkungan sekolah.

"Pemerintah kota Depok juga bersedia menjamin anak-anak lulusan SDN tempat terjadinya peristiwa kekerasan seksual tidak mengalami stigma dan dijamin hak atas pendidikannya, mengingat anak-anak tersebut akan melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP," ujar Retno.

Semnetara itu Ketua Gugus Tugas Kota Layak Anak (KLA) Pemkot Depok, Sri Utomo mengatakan untuk mewujudkan KLA diperlukan kerja sama empat elemen pemangku kepentingan, yaitu pemerintah, masyarakat, media, dan dunia usaha.

"Keberhasilan dari program Kota Layak Anak ini bukan hanya tanggungjawab Pemerintah Kota saja dalam melaksanakan semua gerakan, tetapi harus melibatkan semua elemen masyarakat serta memiliki persepsi yang sama tentang program Kota Layak Anak," katanya.

Pemerintah Kota Depok berusaha terus menjadikan kota tersebut sebagai Kota Layak Anak (KLA). Salah satu acuan yang dipakai adalah Perda no 15 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kota Layak Anak.

Dia menekankan perlunya peran serta masyarakat untuk mewujudkan Depok sebagai Kota Layak Anak. Artinya, siapapun yang tinggal di kota Depok bersama-sama berkontribusi membangun Depok menjadi Kota Layak Anak.

Depok sendiri saat ini sudah memiliki 236 RW Ramah Anak atas dasar kesadaran warga masyarakat akan pentingnya RW Ramah Anak. RW Ramah anak ini merupakan bagian dari Sistem Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat.

Pewarta: Feru Lantara

Editor : Feru Lantara


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018