Bogor (Antaranews Megapolitan) - Tahun 2050, penduduk dunia diperkirakan mencapai 9,7 milyar. Kecepatan pertumbuhan penduduk Indonesia saat ini sekitar 1,97 persen. Dari total penduduk Indonesia, 60 persen ada di pulau Jawa. Jumlah yang besar ini tentu membutuhkan pemukiman dan infrastruktur. Laju konversi lahan sawah nasional mencapai 96 ribu hektar per tahun.
Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Widiatmaka, DAA dalam konferensi pres pra orasi di Kampus IPB Baranangsiang, Bogor (19/4). Menurutnya luas sawah di Jawa saat ini ada 8,1 juta hektar, diperkirakan pada tahun 2045 tinggal 5,1 juta hektar.
“Produksi pangan dalam negeri sangat tergantung pada pulau Jawa karena pulau Jawa tanahnya paling subur. Ketergantungan pada pulau Jawa ini sangat membahayakan. Jika tidak dikelola dengan benar, 2045 Indonesia defisit pangan,” ujarnya.
Menurut pakar perencanaan lahan ini, produksi padi yang dihasilkan pulau Jawa sekitar 51,7 persen. Padahal luasan lahan persawahannya hanya 6,8 persen.
Prof. Widi mengatakan Indonesia perlu perencanaan yang mendukung penggunaan lahan yang efisien dan berkelanjutan. Inventarisasi, pemetaan dan evaluasi lahan diperlukan untuk menjelaskan kondisi sumberdaya lahan.
“Evaluasi lahan sudah dilakukan Indonesia sejak tahun 1950 an. Hampir semua data pemetaan pertanian dikeluarkan banyak pihak, namun kadang-kadang datanya berbeda-beda. Pemerintah belum memprioritaskan ini. Pemetaan itu sudah dilakukan tapi datanya belum digunakan secara maksimal,” ujarnya.
Evaluasi lahan yang berkembang di Indonesia didominasi oleh kegiatan berbasis aplikasi kriteria kesesuaian lahan yang ada. Masih diperlukan pengembangan kriteria kesesuaian lahan yang mencerminkan produktivitas aktual.
Selama 15 tahun terakhir ini, IPB telah memberikan kontribusi dalam riset-risetnya berupa aspek metodologi pemetaan dan evaluasi lahan, diantaranya adalah metodologi penyusunan kriteria kesesuaian lahan tervalidasi, metodologi kesesuaian lahan berbasis kriteria jamak yang mempertimbangkan aspek lahan dan sosial ekonomi dan metodologi penilaian daya dukung lingkungan berbasis kemampuan lahan.
IPB juga berkontribusi dari aspek hasilnya seperti parameter kesesuaian lahan permanen, integrasi kesesuaian lahan dalam model spasial, prediksi kecukupan pangan berbasis sistem dinamis berbasis kesesuaian lahan, peningkatan keberlanjutan penggunaan lahan, mengintegrasikan kesesuaian lahan dan gambaran kondisi wilayah rawan bencana.
“Untuk negara dengan tingkat kerawanan bencana yang tinggi seperti Indonesia, evaluasi lahan dapat digunakan untuk membantu menjelaskan gambaran tingkat kerawanan bencana,” ujarnya. (zul)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Ir. Widiatmaka, DAA dalam konferensi pres pra orasi di Kampus IPB Baranangsiang, Bogor (19/4). Menurutnya luas sawah di Jawa saat ini ada 8,1 juta hektar, diperkirakan pada tahun 2045 tinggal 5,1 juta hektar.
“Produksi pangan dalam negeri sangat tergantung pada pulau Jawa karena pulau Jawa tanahnya paling subur. Ketergantungan pada pulau Jawa ini sangat membahayakan. Jika tidak dikelola dengan benar, 2045 Indonesia defisit pangan,” ujarnya.
Menurut pakar perencanaan lahan ini, produksi padi yang dihasilkan pulau Jawa sekitar 51,7 persen. Padahal luasan lahan persawahannya hanya 6,8 persen.
Prof. Widi mengatakan Indonesia perlu perencanaan yang mendukung penggunaan lahan yang efisien dan berkelanjutan. Inventarisasi, pemetaan dan evaluasi lahan diperlukan untuk menjelaskan kondisi sumberdaya lahan.
“Evaluasi lahan sudah dilakukan Indonesia sejak tahun 1950 an. Hampir semua data pemetaan pertanian dikeluarkan banyak pihak, namun kadang-kadang datanya berbeda-beda. Pemerintah belum memprioritaskan ini. Pemetaan itu sudah dilakukan tapi datanya belum digunakan secara maksimal,” ujarnya.
Evaluasi lahan yang berkembang di Indonesia didominasi oleh kegiatan berbasis aplikasi kriteria kesesuaian lahan yang ada. Masih diperlukan pengembangan kriteria kesesuaian lahan yang mencerminkan produktivitas aktual.
Selama 15 tahun terakhir ini, IPB telah memberikan kontribusi dalam riset-risetnya berupa aspek metodologi pemetaan dan evaluasi lahan, diantaranya adalah metodologi penyusunan kriteria kesesuaian lahan tervalidasi, metodologi kesesuaian lahan berbasis kriteria jamak yang mempertimbangkan aspek lahan dan sosial ekonomi dan metodologi penilaian daya dukung lingkungan berbasis kemampuan lahan.
IPB juga berkontribusi dari aspek hasilnya seperti parameter kesesuaian lahan permanen, integrasi kesesuaian lahan dalam model spasial, prediksi kecukupan pangan berbasis sistem dinamis berbasis kesesuaian lahan, peningkatan keberlanjutan penggunaan lahan, mengintegrasikan kesesuaian lahan dan gambaran kondisi wilayah rawan bencana.
“Untuk negara dengan tingkat kerawanan bencana yang tinggi seperti Indonesia, evaluasi lahan dapat digunakan untuk membantu menjelaskan gambaran tingkat kerawanan bencana,” ujarnya. (zul)
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018