Bogor (Antaranews Megapolitan) - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes-PDTT) tahun 2018 ini fokus membenahi mekanisme penyaluran dana desa, mengantisipasi penyalahgunaan dana desa, dan memaksimalkan penyaluran.
"Kita harus melakukan pembenahan mekanisme penyaluran, mekanisme pelaporan itu. Jangan sampai kendala administrasi membuat dana desa itu tidak tersalurkan secara maksimal," kata Sekjen Kemendes-PDTT Anwar Sanusi, usai kuliah umum peresmian gedung perkuliahan baru Sekolah Bisnis IPB di Bogor, Jawa Barat, Rabu.
Anwar menjelaskan dana desa sesuai dengan mandat Undang-undang Nomor 6 Tahun 2016 tentang desa yang bertujuan untuk menciptakan desa yang lebih mandiri, berdaulat, dan demokratis. Muara dari desa-desa tersebut menjadi satu tempat yang orangnya kerasan tinggal dan tercukup dari segala infrastruktur baik ekonomi, ataupun pelayanan sosial dasar.
Dana desa mulai disalurkan dari tahun 2015 sebesar Rp20,67 triliun, tahun 2016 sebesar Rp46,98 triliun, tahun 2017 sebesar Rp60 triliun. Begitu juga di tahun 2018 besarannya sama dengan 2017. Total dari 2015 hingga 2018 ini, pemerintah telah mengucurkan dana untuk dana desa sebesar Rp187 triliun.
Tahun 2018 ini lanjut Anwar juga difokuskan untuk penanganan masalah stunting di 100 desa, 10 kabupaten. Dengan target menurunkan angka stunting dalam waktu dua tiga tahun ini.
Anwar menambahkan upaya yang dilakukan dalam mengawasi dana desa yakni mereformasi satgas dana desa, bekerja sama dengan Polri dan Kemendagri.
"Bekerja sama dengan kejaksaan dan BPKP, membentuk Pokja masyarakat sipil, forum perguruan tinggi untuk desa, dan kerja sama dengan organisasi keagamaan," kata Anwar.
Anwar mengatakan dana yang masuk ke desa bukan hanya dana desa yang berasal dari APBN saja, tetapi juga ada dana alokasi dana desa (ADD). Perhitungannya adalah 10 persen dari DAU (dana alokasi umum) yang ada di setiap daerah.
"Setiap daerah harus mengalokasikan DAU sebesar 10 persen untuk ADD. Meskipun sampai saat ini masih sangat sedikit pemerintah daerah yang berkomitmen menyalurkan sampai 10 persen," katanya.
Menurutnya, jumlah pemda yang menyalurakan ADD cukup banyak walau besaran ADD dari DAU tidak sampai 10 persen (rata-rata 5-9 persen). Sebagai contoh desa di Kabupaten Bekasi, karena memiliki banyak pabrik, desa tersebut mendapat ADD sampai Rp3 miliar per tahun.
Dana ADD tersebut digunakan untuk pembangunan desa terutaam pembangunan seperti kantor desa, dan sebagainya.
"Kalau dana desa sebenarnya dana masyarakat, digunakan untuk membangun desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Kalau digunakan untuk membangun kantor, kantornya bagus, masyarakat tidak sejahtera," kata Anwar.
Oleh karena itu lanjut Anwar, Kemendes-PDTT mendorong pemda dapat mengalokasikan ADD sebesar 10 persen. Sehingga dana desa yang disalurkan pemerintah melalui dana APBN ditransfer dari rekening kas umum negara, ke rekening kas daerah dapat dimaksimalkan untuk mengembangkan masyarakat desa, memajukan perekonomiannya.
"Mengalokasikan 10 persen itu amanat undang-undang, kami terus mendorong, karena memang banyak kendalanya, anggaran terbatas, dan kebutuhan dinas-dinas," kata Anwar.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
"Kita harus melakukan pembenahan mekanisme penyaluran, mekanisme pelaporan itu. Jangan sampai kendala administrasi membuat dana desa itu tidak tersalurkan secara maksimal," kata Sekjen Kemendes-PDTT Anwar Sanusi, usai kuliah umum peresmian gedung perkuliahan baru Sekolah Bisnis IPB di Bogor, Jawa Barat, Rabu.
Anwar menjelaskan dana desa sesuai dengan mandat Undang-undang Nomor 6 Tahun 2016 tentang desa yang bertujuan untuk menciptakan desa yang lebih mandiri, berdaulat, dan demokratis. Muara dari desa-desa tersebut menjadi satu tempat yang orangnya kerasan tinggal dan tercukup dari segala infrastruktur baik ekonomi, ataupun pelayanan sosial dasar.
Dana desa mulai disalurkan dari tahun 2015 sebesar Rp20,67 triliun, tahun 2016 sebesar Rp46,98 triliun, tahun 2017 sebesar Rp60 triliun. Begitu juga di tahun 2018 besarannya sama dengan 2017. Total dari 2015 hingga 2018 ini, pemerintah telah mengucurkan dana untuk dana desa sebesar Rp187 triliun.
Tahun 2018 ini lanjut Anwar juga difokuskan untuk penanganan masalah stunting di 100 desa, 10 kabupaten. Dengan target menurunkan angka stunting dalam waktu dua tiga tahun ini.
Anwar menambahkan upaya yang dilakukan dalam mengawasi dana desa yakni mereformasi satgas dana desa, bekerja sama dengan Polri dan Kemendagri.
"Bekerja sama dengan kejaksaan dan BPKP, membentuk Pokja masyarakat sipil, forum perguruan tinggi untuk desa, dan kerja sama dengan organisasi keagamaan," kata Anwar.
Anwar mengatakan dana yang masuk ke desa bukan hanya dana desa yang berasal dari APBN saja, tetapi juga ada dana alokasi dana desa (ADD). Perhitungannya adalah 10 persen dari DAU (dana alokasi umum) yang ada di setiap daerah.
"Setiap daerah harus mengalokasikan DAU sebesar 10 persen untuk ADD. Meskipun sampai saat ini masih sangat sedikit pemerintah daerah yang berkomitmen menyalurkan sampai 10 persen," katanya.
Menurutnya, jumlah pemda yang menyalurakan ADD cukup banyak walau besaran ADD dari DAU tidak sampai 10 persen (rata-rata 5-9 persen). Sebagai contoh desa di Kabupaten Bekasi, karena memiliki banyak pabrik, desa tersebut mendapat ADD sampai Rp3 miliar per tahun.
Dana ADD tersebut digunakan untuk pembangunan desa terutaam pembangunan seperti kantor desa, dan sebagainya.
"Kalau dana desa sebenarnya dana masyarakat, digunakan untuk membangun desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Kalau digunakan untuk membangun kantor, kantornya bagus, masyarakat tidak sejahtera," kata Anwar.
Oleh karena itu lanjut Anwar, Kemendes-PDTT mendorong pemda dapat mengalokasikan ADD sebesar 10 persen. Sehingga dana desa yang disalurkan pemerintah melalui dana APBN ditransfer dari rekening kas umum negara, ke rekening kas daerah dapat dimaksimalkan untuk mengembangkan masyarakat desa, memajukan perekonomiannya.
"Mengalokasikan 10 persen itu amanat undang-undang, kami terus mendorong, karena memang banyak kendalanya, anggaran terbatas, dan kebutuhan dinas-dinas," kata Anwar.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018