Jakarta (Antaranews Megapolitan) Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) KUMKM dinilai telah lamban mengucurkan kredit atau pinjaman dana bergulir sehingga berpotensi mengancam upaya pemberdayaan dan pengembangan sektor koperasi dan UMKM.
Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto di Jakarta, Jumat, menilai perkembangan usaha mikro,kecil dan menengah (UMKM) salah satu kunci keberhasilanya ditentukan dari ketersediaan modal dan darimana sumber modal dan skemanya.
"Peranan LPDB sebagai institusi keuangan yang diperuntukkan bagi pengembangan usaha yang 'feasible' namun tidak 'bankable' sebetulnya dapat menjadi solusi bagi masalah akses modal bagi usaha mikro dan kecil yang selama ini banyak terjerat oleh rentenir," katanya.
Namun ia menyayangkan ketika melihat kinerjanya yang hingga Maret 2018 atau triwulan ketiga tahun ini belum juga menyalurkan kredit.
"Maka ini akan membuat perkembangan usaha mikro dan kecil yang semakin sulit berkembang," katanya.
Suroto mengkhawatirkan para pelaku UMKM akan kembali banyak yang terjerat oleh rentenir dan pengijon.
"Misi LPDB ini juga menjadi tidak relevan karena keberadaannya itu seharusnya untuk mengisi kekosongan antara sistem perbankkan yang selalu gunakan asas 'prudent' berlebihan dan rentenir yang suku bunga pinjamannya mencekik," katanya.
Kalau begini kondisinya, ia menambahkan, LPDB KUMKM lebih baik dicabut mandatnya sebagai pengelola dana bergulir dan mengembalikan anggarakan kepada negara sehingga dapat diserap masyarakat melalui belanja pemerintah yang lain.
"LPDB ini katanya sudah menerima banyak penghargaan dan juga menjadi BLU percontohan bagi Kementerian lain karena sudah terapkan standard ISO untuk pelayanan. Tapi kinerjanya kalah sama rentenir malahan," katanya.
Suroto berpendapat, usaha mikro dan kecil terutama di sektor pertanian dan perikanan itu sangat potensial untuk didanai oleh LPDB ini. Mereka selama ini sudah banyak terjerat oleh rentenir sehingga membuat nilai tambah bisnisnya tersedot sejak dari proses input.
"Selama ini saya melihat jargon 'feasible' namun tidak bankable yang dibuat oleh LPDB tidak berjalan. Mereka malahan terlihat sebagai lembaga birokratif," katanya.
Dalam skala prioritas, kata dia, seharusnya pemerintah melalui LPDB ini perlu mendorong perluasan akses kredit bagi mereka terutama usaha mikro di sektor pertanian dan perikanan, sebab mereka selama ini memang tidak tersentuh oleh program lain semacam KUR atau lainya karena selama ini bank hanya banyak danai di sektor perdagangan yang dilihat cenderung lebih aman.
Selain itu, dua BUMN lembaga penjaminan pinjaman semacam Jamkrindo dan Askrindo yang awalnya untuk menjamin koperasi dan usaha kecil juga sudah melenceng jauh. Mereka malah lebih suka ke bank.
"Kantor Menteri Koperasi dan UKM serta Menko perekenomian perlu merombak total ini lembaga-lembaga yang tidak jelas lagi menjalankan misinya untuk mengangkat usaha mikro dan kecil agar target inklusi keuangan dapat dicapai," kata Suroto.
Manfaatkan momentum
Sementara itu ekonom Adi Abdilah menilai LPDB KUMKM yang merupakan perangkat satuan kerja pada Kementerian Koperasi dan UMKM sejatinya harus berperan aktif mendorong kinerja pemerintah.
"Ada beberapa hal kendala yang terjadi di lapangan lebih karena minimnya pengetahuan atas lembaga tersebut, ini menjadi tugas penting untuk memperkenalkan lembaga beserta turunan fungsinya kepada masyarakat luas terutama masyarakat pelaku UMKM," katanya.
Hal lain yang harus pula diperhatikan menurut mantan bankir itu adalah tingkat kepercayaan terhadap lembaga untuk melakukan tidak hanya mencairkan pinjaman/kredit tapi juga pendampingan untuk pengembangan usaha UMKM di Indonesia.
Ia menambahkan, Pemerintahan Jokowi-JK pada prinsipnya sangat mendukung pemberdayaan masyarakat terutama masyarakat desa dan UMKM.
"Buktinya banyak digulirkan skema kredit seperti KUR yang didukung penuh oleh bank-bank BUMN. Hal ini mestinya ditangkap positif oleh LPDB KUMKM utk lebih proaktif memberdayakan koperasi dan UMKM sehingga bisa mendorong laju pertumbuhan ekonomi nasional," katanya.
Sebagai lembaga pembiayaan, dapat dipahami bahwa LPDB KUMKM memegang dasar utama kepercayaan atau "trust" bahkan "public trust".
"Faktanya dana bergulir untuk UMKM yang sampai triwulan ketiga tahun ini belum ada sepeser pun yang dicairkan, tentu pemerintah memiliki sikap yang didasarkan kepada data di lapangan," katanya.
Evaluasi pemerintah menurut dia, sangat komprehensif terutama menyangkut pola pengembalian dana.
"Perlu diketahui, sebagian besar masyarakat pelaku UMKM masih berada di tingkat pemahaman dan pengetahuan yang rendah tentang pinjaman/kredit. Banyak anggapan dana bergulir bukan pinjaman yang harus dikembalikan tapi lebih kepada anggapan itu bantuan. Ini fatal, makanya ada peran edukasi yang kuat harusnya dilakukan oleh LPDB KUMKM terhadap masyarakat," kata Adi. (ANT/BPJ).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto di Jakarta, Jumat, menilai perkembangan usaha mikro,kecil dan menengah (UMKM) salah satu kunci keberhasilanya ditentukan dari ketersediaan modal dan darimana sumber modal dan skemanya.
"Peranan LPDB sebagai institusi keuangan yang diperuntukkan bagi pengembangan usaha yang 'feasible' namun tidak 'bankable' sebetulnya dapat menjadi solusi bagi masalah akses modal bagi usaha mikro dan kecil yang selama ini banyak terjerat oleh rentenir," katanya.
Namun ia menyayangkan ketika melihat kinerjanya yang hingga Maret 2018 atau triwulan ketiga tahun ini belum juga menyalurkan kredit.
"Maka ini akan membuat perkembangan usaha mikro dan kecil yang semakin sulit berkembang," katanya.
Suroto mengkhawatirkan para pelaku UMKM akan kembali banyak yang terjerat oleh rentenir dan pengijon.
"Misi LPDB ini juga menjadi tidak relevan karena keberadaannya itu seharusnya untuk mengisi kekosongan antara sistem perbankkan yang selalu gunakan asas 'prudent' berlebihan dan rentenir yang suku bunga pinjamannya mencekik," katanya.
Kalau begini kondisinya, ia menambahkan, LPDB KUMKM lebih baik dicabut mandatnya sebagai pengelola dana bergulir dan mengembalikan anggarakan kepada negara sehingga dapat diserap masyarakat melalui belanja pemerintah yang lain.
"LPDB ini katanya sudah menerima banyak penghargaan dan juga menjadi BLU percontohan bagi Kementerian lain karena sudah terapkan standard ISO untuk pelayanan. Tapi kinerjanya kalah sama rentenir malahan," katanya.
Suroto berpendapat, usaha mikro dan kecil terutama di sektor pertanian dan perikanan itu sangat potensial untuk didanai oleh LPDB ini. Mereka selama ini sudah banyak terjerat oleh rentenir sehingga membuat nilai tambah bisnisnya tersedot sejak dari proses input.
"Selama ini saya melihat jargon 'feasible' namun tidak bankable yang dibuat oleh LPDB tidak berjalan. Mereka malahan terlihat sebagai lembaga birokratif," katanya.
Dalam skala prioritas, kata dia, seharusnya pemerintah melalui LPDB ini perlu mendorong perluasan akses kredit bagi mereka terutama usaha mikro di sektor pertanian dan perikanan, sebab mereka selama ini memang tidak tersentuh oleh program lain semacam KUR atau lainya karena selama ini bank hanya banyak danai di sektor perdagangan yang dilihat cenderung lebih aman.
Selain itu, dua BUMN lembaga penjaminan pinjaman semacam Jamkrindo dan Askrindo yang awalnya untuk menjamin koperasi dan usaha kecil juga sudah melenceng jauh. Mereka malah lebih suka ke bank.
"Kantor Menteri Koperasi dan UKM serta Menko perekenomian perlu merombak total ini lembaga-lembaga yang tidak jelas lagi menjalankan misinya untuk mengangkat usaha mikro dan kecil agar target inklusi keuangan dapat dicapai," kata Suroto.
Manfaatkan momentum
Sementara itu ekonom Adi Abdilah menilai LPDB KUMKM yang merupakan perangkat satuan kerja pada Kementerian Koperasi dan UMKM sejatinya harus berperan aktif mendorong kinerja pemerintah.
"Ada beberapa hal kendala yang terjadi di lapangan lebih karena minimnya pengetahuan atas lembaga tersebut, ini menjadi tugas penting untuk memperkenalkan lembaga beserta turunan fungsinya kepada masyarakat luas terutama masyarakat pelaku UMKM," katanya.
Hal lain yang harus pula diperhatikan menurut mantan bankir itu adalah tingkat kepercayaan terhadap lembaga untuk melakukan tidak hanya mencairkan pinjaman/kredit tapi juga pendampingan untuk pengembangan usaha UMKM di Indonesia.
Ia menambahkan, Pemerintahan Jokowi-JK pada prinsipnya sangat mendukung pemberdayaan masyarakat terutama masyarakat desa dan UMKM.
"Buktinya banyak digulirkan skema kredit seperti KUR yang didukung penuh oleh bank-bank BUMN. Hal ini mestinya ditangkap positif oleh LPDB KUMKM utk lebih proaktif memberdayakan koperasi dan UMKM sehingga bisa mendorong laju pertumbuhan ekonomi nasional," katanya.
Sebagai lembaga pembiayaan, dapat dipahami bahwa LPDB KUMKM memegang dasar utama kepercayaan atau "trust" bahkan "public trust".
"Faktanya dana bergulir untuk UMKM yang sampai triwulan ketiga tahun ini belum ada sepeser pun yang dicairkan, tentu pemerintah memiliki sikap yang didasarkan kepada data di lapangan," katanya.
Evaluasi pemerintah menurut dia, sangat komprehensif terutama menyangkut pola pengembalian dana.
"Perlu diketahui, sebagian besar masyarakat pelaku UMKM masih berada di tingkat pemahaman dan pengetahuan yang rendah tentang pinjaman/kredit. Banyak anggapan dana bergulir bukan pinjaman yang harus dikembalikan tapi lebih kepada anggapan itu bantuan. Ini fatal, makanya ada peran edukasi yang kuat harusnya dilakukan oleh LPDB KUMKM terhadap masyarakat," kata Adi. (ANT/BPJ).
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018