Wina (Antaranews Megapolitan/Reuters) - Perundingan damai yang diperantarai Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Wina antara pemerintah Suriah dan oposisi telah berakhir, namun PBB belum memutuskan apakah akan menghadiri konferensi perdamaian di Rusia pekan depan, menurut tuan rumah perundingan, Wina, Sabtu.
Negara-negara kekuatan Barat dan beberapa negara Arab mempercayai konferensi di Sochi itu sebagai usaha untuk menciptakan proses perdamaian yang terpisah yang akan melemahkan upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa dan meletakkan dasar untuk solusi yang lebih sesuai bagi Presiden Suriah Bashar al-Assad dan sekutunya, Rusia dan Iran.
"Sekjen, Antonio Guterres, sedang diberi pengarahan dan akan diberitahu malam ini atas hasil pertemuan Wina ini. Maka akan terserah dia untuk mengambil keputusan apa yang akan menjadi tanggapan PBB terhadap undangan untuk menghadiri Sochi," kata Utusan Khusus PBB untuk Suriah Staffan de Mistura dalam sebuah pernyataan kepada wartawan.
Sementara itu pembicaraan perdamaian yang diperantarai Perserikatan Bangsa-bangsa antara pemerintah dan oposisi Suriah dimulai pada Kamis (25/1).
Pertemuan terwujud beberapa hari setelah negara sekutu erat Suriah, Rusia, dijadwalkan untuk menyelenggarakan perundingan terpisah, yang dianggap pihak Barat mencurigakan.
"Pertemuan tadi berlangsung dengan baik," kata kepala delegasi pemerintah Suriah, Bashar al-Ja'afari, kepada Reuters ketika ia meninggalkan kantor PBB di Wina pada Kamis sore. Sebelumnya, al-Ja'afari melakukan pertemuan dengan Utusan Khusus PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura. Al-Ja'afari menolak berkomentar lebih lanjut.
Sementara itu, delegasi oposisi tiba di lokasi tak lama setelah al-Ja'afari pergi. Namun, tidak ada tanda-tanda bahwa kedua pihak bertikai itu bertemu.
Putaran-putaran perundingan sebelumnya yang didukung PBB hanya membuat sedikit kemajuan sementara pasukan pemerintah Suriah dukungan Rusia telah menguasai lapangan dan mengambil lagi kendali banyak wilayah di negara itu dari tangan para pemberontak.
Pasukan pemerintah telah meningkatkan serangan ke dua kantong pemberontak yang masih ada, yaitu Idlib di barat laut dan Ghouta di timur dekat Damaskus. Turki juga mengerahkan pasukanya ke utara untuk memerangi milisi-milisi Kurdi, yang telah membentuk otonomi daerah dan dianggap Ankara sebagai ancaman terhadap keamanan negara.
Setelah memiliki posisi di untungkan dalam perang saudara hampir selama tujuh tahun, Presiden Bashar al-Assad tampaknya masih belum siap untuk berunding dengan musuh-musuhnya, apalagi mengundurkan diri dari jabatannya, seperti yang dituntut oleh kelompok-kelompok pemberontak sebagai bagian dari penyelesaian damai.
Tidak banyak pihak yang berharap bahwa perundingan dua hari di Wina itu akan menghasilkan terobosan. Namun, de Mistura tetap menyatakan optimistis terhadap pembicaraan itu, yang ditujukan untuk membahas berbagai masalah terkait undang-undang dasar yang baru.
Dalam delapan putaran perundingan sebelum pekan ini, de Mistura belum berhasil membujuk kedua pihak untuk berhadap-hadapan secara langsung dalam pertemuan.
Delapan pertemuan di Astana tahun lalu diselenggarakan oleh Rusia, Turki dan Iran dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan soal penentuan wilayah-wilayah "penurunan ketegangan" guna menurunkan permusuhan di Suriah barat.
Penerjemah: G.N.C. Aryani.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018
Negara-negara kekuatan Barat dan beberapa negara Arab mempercayai konferensi di Sochi itu sebagai usaha untuk menciptakan proses perdamaian yang terpisah yang akan melemahkan upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa dan meletakkan dasar untuk solusi yang lebih sesuai bagi Presiden Suriah Bashar al-Assad dan sekutunya, Rusia dan Iran.
"Sekjen, Antonio Guterres, sedang diberi pengarahan dan akan diberitahu malam ini atas hasil pertemuan Wina ini. Maka akan terserah dia untuk mengambil keputusan apa yang akan menjadi tanggapan PBB terhadap undangan untuk menghadiri Sochi," kata Utusan Khusus PBB untuk Suriah Staffan de Mistura dalam sebuah pernyataan kepada wartawan.
Sementara itu pembicaraan perdamaian yang diperantarai Perserikatan Bangsa-bangsa antara pemerintah dan oposisi Suriah dimulai pada Kamis (25/1).
Pertemuan terwujud beberapa hari setelah negara sekutu erat Suriah, Rusia, dijadwalkan untuk menyelenggarakan perundingan terpisah, yang dianggap pihak Barat mencurigakan.
"Pertemuan tadi berlangsung dengan baik," kata kepala delegasi pemerintah Suriah, Bashar al-Ja'afari, kepada Reuters ketika ia meninggalkan kantor PBB di Wina pada Kamis sore. Sebelumnya, al-Ja'afari melakukan pertemuan dengan Utusan Khusus PBB untuk Suriah, Staffan de Mistura. Al-Ja'afari menolak berkomentar lebih lanjut.
Sementara itu, delegasi oposisi tiba di lokasi tak lama setelah al-Ja'afari pergi. Namun, tidak ada tanda-tanda bahwa kedua pihak bertikai itu bertemu.
Putaran-putaran perundingan sebelumnya yang didukung PBB hanya membuat sedikit kemajuan sementara pasukan pemerintah Suriah dukungan Rusia telah menguasai lapangan dan mengambil lagi kendali banyak wilayah di negara itu dari tangan para pemberontak.
Pasukan pemerintah telah meningkatkan serangan ke dua kantong pemberontak yang masih ada, yaitu Idlib di barat laut dan Ghouta di timur dekat Damaskus. Turki juga mengerahkan pasukanya ke utara untuk memerangi milisi-milisi Kurdi, yang telah membentuk otonomi daerah dan dianggap Ankara sebagai ancaman terhadap keamanan negara.
Setelah memiliki posisi di untungkan dalam perang saudara hampir selama tujuh tahun, Presiden Bashar al-Assad tampaknya masih belum siap untuk berunding dengan musuh-musuhnya, apalagi mengundurkan diri dari jabatannya, seperti yang dituntut oleh kelompok-kelompok pemberontak sebagai bagian dari penyelesaian damai.
Tidak banyak pihak yang berharap bahwa perundingan dua hari di Wina itu akan menghasilkan terobosan. Namun, de Mistura tetap menyatakan optimistis terhadap pembicaraan itu, yang ditujukan untuk membahas berbagai masalah terkait undang-undang dasar yang baru.
Dalam delapan putaran perundingan sebelum pekan ini, de Mistura belum berhasil membujuk kedua pihak untuk berhadap-hadapan secara langsung dalam pertemuan.
Delapan pertemuan di Astana tahun lalu diselenggarakan oleh Rusia, Turki dan Iran dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan soal penentuan wilayah-wilayah "penurunan ketegangan" guna menurunkan permusuhan di Suriah barat.
Penerjemah: G.N.C. Aryani.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2018