Bogor (Antara Megapolitan) - Kekosongan produksi benih patin terjadi biasanya pada musim penghujan maupun musim kemarau. Hal ini  diakibatkan pasokan cacing yang merupakan pakan utamanya.

Selain itu pada musim kemarau kekosongan produksi patin juga terjadi karena induk ikan patin sulit untuk matang gonad. Karenanya ketergantungan pada cacing sutra harus dikurangi untuk meningkatkan produksi benih ikan patin.

Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian pakan buatan dan mengurangi porsi pemberian cacing.

Tiga peneliti dari Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (FPIK IPB), Dedi Jusadi, Ria Septy Anggraini dan Muhammad Agus Suprayudi melakukan penelitian terkait pemberian pakan larva ikan patin dengan pakan kombinasi cacing sutra dan pakan buatan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh perbedaan frekuensi pemberian pakan harian cacing sutra (C) dan pakan buatan (PB) terhadap sintasan dan pertumbuhan larva ikan patin Pangasianodon hypophthalmus.

Dalam percobaannya peneliti ini menggunakan larva ikan patin yang baru menetas berukuran 0,44 cm. Larva tersebut dipelihara dalam akuarium kaca berukuran 30×20×20 centimeter kubik yang diisi air setinggi 15 cm selama 14 hari dengan kepadatan 100 ekor per akuarium.

Mulai umur lima hari, larva diberi pakan sesuai dengan perlakuan, lima perlakuan frekuensi pemberian pakan yaitu 6C (Cacing) + 0PB (Pakan Buatan), 5C+2PB, 3C+3PB, 2C+5PB, dan 0C+6PB. Pemberian pakan dilakukan secara ad libitum.

Dari hasil percobaannya peneliti ini menemukan bahwa larva yang diberi 6C+0PB dan kombinasi C+PB memiliki tingkat kelangsungan hidup dan panjang akhir yang tidak berbeda nyata. Namun larva yang diberi 0C+6PB, menghasilkan tingkat kelangsungan hidup dan panjang akhirnya terendah.

“Kelangsungan hidup larva pada keempat perlakuan tersebut, perlakuan cacing dan kombinasi cacing dengan pakan buatan berkisar antara 84 persen sampai 87 persen. Tetapi pada kelangsungan hidup larva menurun drastis ketika larva hanya diberi pakan buatan. Nilai kelangsungan hidup larva patin pada perlakuan pakan buatan (0C+6PB) tersebut hanya sebesar 23 persen,” tutur Dedi.

Peneliti ini menjelaskan bahwa semakin banyak porsi sering frekuensi pemberian PB yang diberikan menunjukkan tren aktivitas lipase yang cenderung meningkat.

Tetapi pada aktivitas protease pada pemberian 6C+0PB dan 0C+6PB lebih rendah dari ketiga perlakuan kombinasi C+PB. Dengan demikian, larva ikan patin dapat dibudidaya dengan menggunakan kombinasi cacing sutra dan pakan buatan.

“Jadi dapat disimpulkan bahwa yang diberikan pada larva ikan patin selama pemeliharaan dapat dikombinasikan antara pakan cacing dan pakan buatan. Namun, larva ikan patin tidak bisa diberi pakan buatan sepenuhnya,” ungkapnya. (IRM/ris)

Suplementasi tiga persen pada pakan berkadar protein 25 persen memperoleh nilai jumlah konsumsi pakan 216,97 gram, laju pertumbuhan harian 1,97  persen, efisiensi pakan 31,81 persen, retensi protein 82,47 persen dan nilai retensi lemak sebesar 99,30 persen.

“Jika dibandingkan berdasarkan kadar protein pakan, kinerja pertumbuhan yang dihasilkan oleh pakan berprotein rendah (25 persen) mampu mendekati kinerja pertumbuhan yang dihasilkan oleh pakan berprotein lebih tinggi (28 persen). Kinerja pertumbuhan yang cenderung lebih baik ditunjukkan oleh suplementasi Spirulina tiga persen untuk kedua jenis pakan,” ungkapnya. (IRM/Ris)

Pewarta: Oleh: Humas IPB/Dedi Jusadi dan Tim

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017