Bogor (Antara Megapolitan) - Rektor terpilih Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Arif Satria akan merombak sejumlah program studi untuk mewujudkan "techno-sociopreneurship univeristy" atau kampus yang menghasilkan wirausaha berbasis inovasi teknologi dan sosial.

"Lebih tepatnya menata prodi, kami akan tutup prodi-prodi yang kurang relevan dan akan ditambah prodi baru yang lebih prospektif," kata Arif saat dihubungi Antara dari Bogor, Jawa Barat, Minggu.

Penataan kurikulum menjadi salah satu fokus utama Arif setelah dilantik sebagai Rektor IPB pada 15 Desember 2017.

Menurutnya, penataan dari hulu menjadi langkah awal untuk menentukan arah IPB ke depan.

Sebelumnya Arif juga merencanakan membuka jalur khusus penerimaan mahasiswa baru untuk ketua OSIS sebagai upaya menciptakan lulusan IPB yang memiliki jiwa kepemimpinan, kemampuan komunikasi sebagai modal dasar menciptakan regenerasi petani yang kuat dan tangguh.

Menurut Arif prodi tersebut harus relevan dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi saat ini. Seperti arahan Presiden Joko Widodo pada orasi "Dies Natalis" ke-54 IPB pada 6 September 2017.

Presiden berpesan agar IPB memunculkan fakultas atau jurusan sesuai perkembangan kebutuhan sumber daya pendukung. Contohnya saat ini belum ada jurusan yang khusus mempelajari ritel pangan, dan manajemen logistik.

"Nanti akan ada prodi baru yang adaptif dengan perubahan, seperti manajemen logistik. Dan, saat ini semakin berkembang ilmu data, karena sekarang semua membutuhkan ilmu data itu," kata Arif.

Arif mengarahkan IPB mengembangkan intelegensi artifisial atau kecerdasan buatan yang keilmuannya bisa dipakai. Mahasiswa tidak hanya belajar informatika tetapi belajar ilmu yang lainnya.

Kurikulum IPB akan mengalami perombakan yang luar biasa, mahasiswa tidak hanya mempelajari ilmu dasar tetapi lintas disiplin, seperti ilmu keberlanjutan, dan ilmu sains berkelanjutan, terdapat ekologi, sosial dan politik di dalamnya.

"Rencana ini harus dikaji betul, ilmu-ilmu itu berpotensi dibuka, apakah nanti bentuknya konsentrasi, minat atau prodi parlu disiapkan lagi," kata Dekan Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) ini.

Arif mengarahkan bagaimana kurikulum IPB harus mampu membuat mahasiswa mencitai profesionya. Karena ilmu yang diajarkan adalah ilmu yang menarik dan bermanfaat, menjadi solusi atas permasalahan yang ada.

"Jadi ilmu yang dikembangkan di IPB adalah ilmu yang dapat memecahkan masalah," katanya.

Ia mengatakan dengan ilmu tersebut orang-orang yang ada di IPB, jika sudah terbiasa memahami permasalahan dengan baik, karena sudah sering ke lapangan memahami masalah di lapangan, mendapat ilmu dari lapangan dan tau persisi ilmu itu untuk mencari solusi persoalan di lapangan. Dengan demikian akan memunculkan rasa, ilmu yang dipelajari punya manfaat yang besar untuk perubahan.

Menurutnya mahasiswa yang sering bersentuhan dengan lapangan, tau solusi, dan bisa menghasilkan inovasi yang lebih bagus lagi, yakni inovasi untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi rakyat dan memperkuat industri nasional.

"Dua inovasi yang dihasilkan IPB yakni inovasi yang menggerak ekonomi rakyat dan memperkuat industri nasional," kata doktor kebijakan kelautan dari Kagoshima, Jepang ini.

Arif menambahkan setelah mengarahkan inovasi untuk menggerakkan ekonomi, dan memperkuat industri nasional, tahap akhir akan ada "start up school" atau direktorat khusus untuk melatih, mendampingi perusahaan rintisan milik mahasiswa IPB.

"Tugas "start-up school" mempersiapkan mahasiswa lebih matang lagi untuk memasuki dunia bisnis. Akan ada inkubasi, saya akan gandeng mitra untuk mengembangkan "startup school" dengan teknologi digital yang mencukupi," kata Arif.

Pewarta: Laily Rahmawaty

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017