Uni Emirat Arab berhasil menaklukkan rintangan menjadi peluang pada proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) raksasa yang berlokasi di Kota Al Dhafra, Abu Dhabi, dikenal dengan PLTS Al Dhafra.

Salah satu negara petrodolar itu, justru menjadi pendobrak transisi energi ke energi terbarukan.

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Al Dhafra pasca-hujan di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Senin (13/1/2025). (ANTARA/Putu Indah Savitri)

Baca juga: Indonesia pusat energi terbarukan Asia Tenggara

PLTS terbesar di dunia, Uni Emirat Arab berhasil mengubah hamparan gurun pasir dengan permukaan bergelombang disertai cuaca yang tak menentu menjadi rumah bagi sekitar 4 juta modul fotovoltaik (PV) untuk menghasilkan tenaga listrik dengan kapasitas mencapai 2,1 gigawatt (GW). Energi yang dihasilkan dari PLTS tersebut menerangi sekitar 200 ribu rumah di Uni Emirat Arab. Apabila diimplementasikan di Jakarta, PLTS berkapasitas 2,1 GW dapat melayani sekitar 3,65 juta rumah tangga selama setahun, berdasarkan konsumsi listrik rata-rata sekitar 400–500 kWh per bulan per rumah tangga. Capaian tersebutlah yang berhasil menasbihkan PLTS Al Dhafra sebagai single-site PLTS terbesar di dunia dengan kisaran luas mencapai 20–21 km persegi.

Mereka bertekad memanfaatkan terik matahari gurun sebagai sumber energi terbarukan di UEA . Keempat perusahaan tersebut terdiri atas dua perusahaan lokal UEA (Masdar dan TAQA) dengan total saham sebesar 60 persen, serta dua perusahaan luar (EDF Renewables dan Jinko Power) dengan total saham sebesar 40 persen. Menperin UEA Sultan Al Jaber, yang juga merupakan pimpinan Masdar, menegaskan bahwa Uni Emirat Arab berambisi untuk menjadi pionir dalam pengembangan energi terbarukan.

Potensi Indonesia.  Masdar, perusahaan energi terbarukan asal Uni Emirat Arab, membuka kantor di Indonesia dengan tujuan menjadikan Indonesia sebagai hub energi terbarukan di kawasan Asia Tenggara. Berbeda dengan Uni Emirat Arab yang mengandalkan tenaga surya sebagai sumber energi terbarukan, Indonesia memiliki variasi yang lebih banyak. Melimpahnya kekayaan alam dan energi terbarukan di Indonesia selalu didengungkan kepada masyarakatnya sedari masih menduduki bangku sekolah dasar, seperti potensi tenaga surya, air, angin (bayu), panas bumi, hingga biomassa. Keterbatasan teknologi dan kondisi geografis Indonesia menjadi rintangan bagi masyarakat untuk bisa menikmati energi terbarukan. Itulah yang menyebabkan Indonesia masih bergantung pada energi fosil yang notabene meracuni bumi.

Baca juga: Pertamina Geothermal Energy dibidik kuasai pasar internasional

Bersama PLN Nusantara Power (PLN NP), Masdar berhasil mengembangkan PLTS Terapung Cirata di Waduk Cirata, Jawa Barat.  PLTS terapung seluas 200 hektare tersebut mampu memproduksi energi hijau berkapasitas 192 MWp (megawatt peak) dengan 13 pulau panel surya yang bisa menghasilkan listrik. PLTS ini merupakan PLTS terapung yang paling besar di Asia Tenggara, dan akan diperbesar hingga kapasitasnya dapat mencapai 500 MW. Capaian tersebut merupakan wujud nyata bahwa perkembangan teknologi dapat mengatasi rintangan kondisi geografis Indonesia.

PLTS Terapung Cirata sekaligus menjadi pintu masuk bagi Indonesia, yang tidak memiliki hamparan lahan seluas gurun, untuk memanfaatkan luasnya permukaan air yang mengelilingi negara beriklim tropis tersebut. Tidak berhenti dalam pengembangan PLTS Terapung Cirata, perusahaan Uni Emirat Arab ini juga merambah ke potensi panas bumi yang berada di Indonesia. Hal tersebut tercermin dari kepemilikan saham sebesar 15 persen di PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE). Masdar pun membidik investasi Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) energi baru terbarukan di Nusantara, Kalimantan Timur, berdasarkan Letter to Proceed (LtP) yang diberikan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN).

Baca juga: Hashim: Qatar dan UEA bantu 7 juta unit perumahan

 

Pewarta: Putu Indah Savitri

Editor : Budi Setiawanto


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2025