Bogor (Antara Megapolitan) - Budayawan Bogor menyelenggarakan "Ngawangkong Kebudayaan Urang Bogor" di Jonglo Keadilan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis, dalam rangka memperkenalkan Budaya Sunda kepada masyarakat luas.

Ngawangkong Kebudayaan Urang Bogor dihadiri Staf Khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fajar Rizal Ul Haq yang dalam sambutannya menyebutkan kebijakan kebudayaan yang jitu merupakan alat paling efektif untuk menyatukan masyarakat.

"Aras kebudayaan sebagai salah satu penangkal jitu paham ekstrimisme yang mensiarkan permusuhan," katanya.

Fajar menyebutkan Indonesia telah memiliki regulasi terkait dengan pemajuan dan perlindungan kebudayaan yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

Namun, lanjutnya banyak masalah yang sudah terlihat bakal muncul pada tataran implementasinya. Seperti sudah terlihat dari rumusan undang-undang tersebut bahwa perhatian paling besar diberikan justru kepada "tradisi" bukan kepada problematika kebudayaan kekinian.

"Kebudayaan daerah dianggap sebagai pemanis untuk kepentingan pariwisata, tidak lebih dari itu," katanya.

Ia mengusulkan masyarakat seni dan kebudayaan melakukan upaya untuk mendokumentasikan memori lokal yang termuat dalam kebudayaan daerah. Salah satu jalannya dengan membuat museum digital sebagai upaya untuk mendokumentasikan yang memanfaatkan teknologi.

"Ini diperlukan, tanpa melakukan hal tersebut memori lokal terancam terhapus dengan cepat. Kita harus mendayagunakan teknologi seperti aplikasi untuk pemajuan budaya," katanya.

Fajar menyebutkan pentingnya kebudayaan lokal sebagai salah satu sarana jitu melawan paham ekstremisme yang kini membelah masyarakat. Memori kultural lokal tidak selalu menyangkut masa lalu yang kadaluwarsa. Tetapi mengandung simbol yang selama ini terbukti menjamin keberlangsungan kebersamaan dan toleransi di Indonesia.

Namun lanjutnya, bila melihat saat ini, toleransi yang merupakan kearifan lokal nyatanya kian tergerus.

"Suatu paradoks, 40 tahun lalu masyarakat kita mungkin masih banyak yang buta huruf, justri lebih toleran dan berkebudayaan adiluhung. Apa sarananya? teater, wayang, tutur, kitab kuning, kidung, pantun, syair," katanya.

Ia mengatakan hal tersebut menjadi sarana nilai-nilai luhur dan agama diajarkan melalui simbol yang canggih. Saat ini malah sebalinya, sebagian besar orang melek huruf, tetapi kecanggihan kulturalnya justru surut.

Mereka tidak lagi menyenyam intisari simblo dari ajaran-ajaran lama. Sebagai gantinya merangkul tafsir harfiah atas agama yang sempit, mutlak, dan son-simbolis.

"Akibatnya ada di depan mata, matinya simbol tradisional yang diikuti dengan kebangkitan konservatif menilai dengan kacamata hitam putih. Modernisasi tidak lagi menghasilkan pencerahan, melainkan menyuramkan," katanya.

Menurut Fajar kontribusi pemuda dituntut mampu menjadi pilar kemajuan bangsa dari berbagai aspek. Peran tersebut merupakan peluang yang harus dimanfaatkan para pemuda untuk membuktikan kehadiran dirinya berdampak untuk generasi yang akan datang.

"Yang penting pemuda terlibat secara pro aktif merawat dan melestarikan kelangsungan keberagaman yang telah terbangun dalam semangat kemanusiaan, kenusantaraan, kebangsaan, dan ke-bineka tunggal ika-an sebagai nilai budaya bangsa Indonesia," kata Fajar.

Pewarta: Laily Rahmawaty

Editor : Naryo


COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2017