10 Januari 1973 merupakan momentum kelahiran Partai Demokrasi Indonesia yang dibidani oleh rezim Orde Baru. Partai tersebut merupakan fusi dari lima partai politik peserta Pemilu 1971, yakni Partai Nasionalis Indonesia, Partai Katolik, Partai Kristen Indonesia, Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), dan Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI).
Sejak Megawati Soekarnoputri terpilih dan ditetapkan memimpin PDI melalui Kongres Luar Biasa di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, tahun 1993, hubungan partai itu dengan "sang bidan" memburuk, para punggawanya plus anteki-anteknya di internal partai berusaha melengserkan Megawati yang menjadi salah satu tokoh pergerakan dan perlawanan terhadap rezim Orde Baru.
Muncullah dualisme kepemimpinan PDI antara Megawati dengan Soerjadi yang didukung TNI dan pemerintah saat itu. Peristiwa Sabtu Kelabu 27 Juli 19997 berupa pengambilalihan kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, berbuntut kerusuhan massa di Ibu Kota. Kerusuhan panjang hingga memunculkan Gerakan Reformasi yang akhirnya Presiden Soeharto lengser pada Mei 1998.
Pemilu 1999, tak boleh ada satu partai dengan dua kepemimpinan. Megawati dan para pendukungnya pun membentuk PDI Perjuangan. Alhasil, partainya memenangkan Pemilu 1999, pemilu pertama di era reformasi yang langsung memilih parta wakil rakyat di parlemen. Sayang hasil memenangkan Pemilu 1999 tak mengantarkan Megawati menjadi Presiden yang masih dipilih oleh MPR RI. Megawati hanya bisa menduduki jabatan Wakil Presiden, karena "kalah bersaing" dengan KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, yang terpilih menjadi Presiden.
Megawati baru menduduki kursi RI 1 tatkala Gus Dur dilengserkan oleh MPR pada tahun 2001. Megawati menghabiskan periode hingga 2004. Pada Pilpres 2004, Megawati dikalahkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono, mantan Menteri Polhukam, yang mengundurkan diri karena hubungan yang kurang baik.
Megawati hingga kini menjadi satu-satunya tokoh politisi perempuan di dunia yang paling lama memimpin partai, sejak 1993 hingga kini. Konon, kongres PDI Perjuangan tahun ini pun masih akan menunjuk secara aklamasi Megawati untuk tetap memimpin partai berlambang kepala banteng moncong putih itu. Tentu saja bila tak ada dinamika politik yang kencang untuk mengganti kepemimpinan Megawati.
10 tahun menjadi "the ruling party" dalam pemerintahan Presiden Jokowi, yang semula dianakemaskan oleh Megawati, kini hancur berantakan, bahkan menorehkan sejarah unik bahwa PDI Perjuangan memecat kadernya yang pernah menjadi Presiden dari keanggotaan di partai itu. Tidak itu saja, anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang kini menjabat Wapres, dan Bobby Nasution, anak menantunya Jokowi, pun dipecat dari keanggotaan partai.
Megawati tetap di singasananya memimpin partai. Ia tetap menyerukan kepada semua pihak untuk tidak coba-coba memainkan konstitusi dan hukum, untuk kepentingan politik praktis. PDI Perjuangan tak segan-segan melawan.
Sementara untuk seluruh kader, anggota, dan simpatisannya, Megawati menyerukan untuk benar-benar terikat atau bounding bersama rakyat.
Begitu pula pada sambutan politik HUT ke-52 PDI Perjuangan yang berlangsung sederhana di Sekolah Partai di Markas PDI Perjuangan,di Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
Megawati Soekarnoputri mengajak kader partai berlambang Banteng moncong putih bisa memahami dan menghidupi kebersatuan dengan rakyat yang oleh Proklamator RI Soekarno disebut sebagai bounding.
"Melalui peringatan HUT ke 52 ini, sengaja saya sampaikan tentang pentingnya bounding,” kata Megawati.
Presiden kelima RI itu mengatakan bounding adalah suatu ikatan perasaan lahir dan batin yang menyatukan rakyat dengan pemimpin.
"Bounding menggambarkan ikatan senasib sepenanggungan. Rakyat memberikan topangan kekuatan kepada pemimpin, dan pemimpin memberikan arah perjuangan menuju masa depan," ujarnya.
Dia mengatakan cita-cita Indonesia Raya bisa terwujud melalui bersatunya ide, gagasan, dan siap berkorban setelah terjadinya bounding.
"Mereka yang bounded juga memiliki inisiatif, dan prakarsa baru untuk terus berjuang hingga tercapailah seluruh cita-cita bangsa," jelas Megawati.
Megawati juga mengatakan setiap kader PDIP juga perlu bounding satu dengan yang lain, karena bakal membangun spiritualitas juang melalui kerja-kerja ideologis partai.
"Dengan bounding, maka partai akan terus setia pada jalan ideologi, dan konstitusi. Dengan bounding, partai menganalisis setiap realitas politik dengan seksama, hingga merumuskan jalan solusi masa depan dengan cara yang benar pula," ucapnya.
Ia mengatakan partai sebagaimana ajaran Bung Karno disebut sebagai lembaga yang memegang masa depan ke arah positif.
"Inilah hakekat yang oleh Bung Karno dikatakan, partai, lah, yang memegang obor. Partai, lah, yang berjalan di depan, dan partai, lah yang menjadi suluh jalan gelap yang penuh dengan ranjau-ranjau sehingga menjadi terang," tambah Megawati.
"Siapa pun yang sudah bounded akan memiliki daya lekat dengan rakyat dan menjadi api penggerak tanpa pernah mengenal kata menyerah. Dengan keseluruhan makna bounding di atas, kita menatap masa depan dengan optimis, namun juga realistis. Percayalah bahwa kita memiliki modal yang kuat sebagai bangsa pejuang," katanya tetap bersemangat meskipun usianya telah 78 tahun pada 23 Januari 2025.
COPYRIGHT © ANTARA News Megapolitan 2025